Yang Tersembunyi

4.5K 360 8
                                    

Terminal Tirtonadi ramai, bus besar lalu lalang bergantian datang dan pergi. Tapi tak satupun dari mereka menurunkan seseorang yang telah perempuan ber-dress hijau tosca itu tunggu selama satu jam.

Berulang kali dilihathya jam tangan yang melingkar indah dipergelangan tangan kanannya itu berputar. Terus saja berputar dan tetap tidak ada satu pun bus yang menurunkan sahabatnya.

Huh.. Tara mendengus kesal. Menunggu adalah hal yang membosankan bagi setiap orang. Bedanya adalah seberapa tahan mereka dengan kebosanan itu dan juga seberapa penting sesuatu yang ditunggu itu.

Tara menyenderkan punggungnya ke senderan kursi. Melemaskan tubuhnya yang telah kaku, duduk tegap menanti laki-laki yang memintanya menunggu.

Dari arah belakang seseorang melangkah dengan pasti. Jongkok dibalik kursi. Kedua tangannya sibuk menutup mata perempuan cantik di hadapannya.

"Dimas?" Panggil Tara sambil mengusir tangan yang menutup matanya.

"Lama ya? Tanya Dimas yang langsung menarik kedua telapak tangannya. Lalu jongkok di depan Tara. Terpaksa tidak ada kursi yang kosong di samping Tara.

"Banget" jawab Tara kesal. Menunggu bukanlah hal yang menyenangkan. Semua orang tahu soal itu.

"I'm so sorry" merasa bersalah.

Tara menatap kecewa sahabatnya. Berbulan-bulan sudah dia tidak ada kabar. Sekalinya mengabari ya pagi ini, meminta Tara untuk menjemputnya di terminal Tirtonadi.
"Kamu kemana aja selama ini? Aku kecewa banget sama kamu, Mas" semburat kecewa itu semakin jelas.

"Maaf, aku..."

"Kamu itu sahabatku tapi kamu pergi bahkan saat aku terjatuh. Bagaimana bisa kamu melakukan ini, Mas? Berbulan-bulan" kalimat ini memotong. Lalu Tara diam, banyak kata yang tertohok di tenggorokannya.

"Maaf..." Hanya itu yang mampu Dimas katakan.

"Mana bahu yang kamu janjikan? Kamu saja pergi saat aku membutuhkanmu" Tara masih meluapkan kekecewaannya.

"Maaf..." Lagi.

"Oke.. aku memang memintamu pergi malam itu karena aku butuh waktu untuk sendiri. Tapi di malam itu juga aku butuh bahumu seperti biasanya, aku tahan. Hari berikutnya, aku mencoba menghubungimu, kamu tidak ada, aku tahan. Hari berikutnya lagi kamu hilang, aku tahan. Seterusnya kamu hilang bak ditelan bumi, aku masih menahannya" Tara sudah menitikkan air matanya.

"Maaf..." Ucap Dimas lembut, lalu menepuk dua kali bahu kanannya. Sedang tangan kirinya merengkuh leher Tara, membawa leher serta kepalanya ke bahu kanan Dimas.

Sekarang, bahu ternyaman yang hilang telah kembali.

Sepanjang perjalanan Tirtonadi-Karanganyar, Tara mendekap erat pinggang Dimas dari belakang. Meski terasa tidak nyaman karena tas milik Dimas di punggungnya.

"Kamu kangen banget sama aku, ya?" Tanya Dimas, setelah memasuki gapura selamat datang di Karanganyar.

"Menurut kamu?" Kesel.

"Maaf..." Lagi lagi hanya maaf.

"Gitu aja terus sampai lebaran kuda"

"Mmmm..."

"Shut up" potong Tara.

Dimas kembali diam. Fokus pada jalanan Karanganyar yang ramai lancar.

Sesaat bibir Dimas tersenyum lebar. Dirasakannya kepala Tara menempel di tengkuknya dan tangan Tara semakin erat memeluknya. Jantung Dimas rasanya mau berhenti, ada bahagia dan nyaman, perasaan yang kini selalu Dimas rasakan saat bersama Tara. Perasaan aneh yang lebih dari biasanya.

MY SOLDIER : My Last Dream (Complate)Where stories live. Discover now