8. This will be a long night for us

5.5K 201 0
                                    

"Ajak saja yang lain. Aku sedang bersama Rafsya. Lain kali saja!" Kulihat Shela menutup sambungan ponselnya dengan kasar. Wanita itu melemparkannya ke atas ranjangku. Tak bisa kubayangkan jika aku jadi benda itu, terlempar dengan mengenaskan.

Shela terdengar jengkel, tapi dia tetap berusaha ramah. Aku hanya penasaran, siapa tahu ada hal baru untuk dilakukan, maka aku pun bertanya, "Siapa, Shel?"

"Bukan siapa siapa, Raf," tegasnya. Dia tidak ingin memperpanjang panggilan itu.

Aku tidak yakin. "Ah, masa? Sepertinya temanmu itu butuh bantuan. Pergilah. Tidak apa-apa, aku bisa sendiri."

"Aku tidak mau. Aku ingin bersamamu. Lagipula sudah lama kita bertemu, kita bisa tidur bersama seperti biasanya."

"Hei, Cantik, aku mendengar yang barusan lho. Lupakan ajakan tidur bersama. Itu terdengar menjijikkan, kau tahu. Nah, temanmu sudah mengijinkan. Kutunggu kau di Club M seperti biasa. Kalau temanmu mau, kau juga bisa mengajaknya. Makin ramai, makin menyenangkan!" kata suara di ujung sana. Rupanya dia tadi menekan tombol loudspeaker, bukan power seperti yang sebelumnya kusangka.

Setelah membujuk Shela untuk pergi, sehingga aku memiliki alasan untuk tidak berada di kamar ini terlalu lama. Dia juga mengajakku turut serta ke tempat yang menawarkan kesenangan meski sesaat secara diam-diam. Kepergianku di tengah pesta pernikahan sepupuku ini semoga tidak akan menimbulkan pertanyaan nantinya.

Suasana hiruk pikuk khas dunia malam di klub ini berbeda dari tempat yang biasa aku datangi. Karena Lee memiliki kartu anggota khusus, dia bisa menempati ruangan VIP yang memang bagian dari pelayanan klub ini.

Tidak banyak yang kuingat dari pesta di klub semalam. Kecuali bagian ketika aku yang hampir menghabiskan beberapa botol vodka. Atau seseorang yang berusaha merayuku untuk menghisap candu. Atau yang terakhir, aku melihat seseorang-salah satu teman Lee-memasukkan sesuatu ke dalam minumanku.

Aku masih cukup sadar untuk tahu ketika pria itu melakukannya. Entah apa karena suasana ruangan yang ramai setelah kami saling memperkenalkan diri, atau apa, aku tidak tahu lagi. Sial, berani-beraninya Lee membawa temannya yang sedang tidak sadarkan diri kemari.

"Raf, ayolah. Tidak perlu tegang begitu. Kita bisa berdansa semalam suntuk, sayang," ajak Lee. Pria parlente itu menarik lenganku yang telanjang, dan emmbuat gaunku tersingkap di bagian paha.

Shela segera menyambar kata-kata Lee, "Apa kau bilang, Lee?"

"Kita ke sini untuk bersenang-senang, Rafsya. Bukan untuk menikmati makan malam romantis." Lee mengabaikan protes Shela. Dia masih tetap memaksaku untuk minum lagi. Dia juga masih berusaha untuk menarikku ke lantai dansa.

"Diam kau, Lee. Jangan mengganggunya. Kurasa dia sudah mulai tidak sadarkan diri. Hei, teman-teman, ayo kita turun kesana. Sepertinya lantai sudah mulai ramai," ujar teman Lee yang lain, yang tidak kutahu namanya.

"Okay! Ayo kita berdansa! Kita panaskan malam ini!" teriak mereka serempak. Satu persatu teman-teman kami mulai beranjak dari kursi.

"Aku tidak ikut. Kalian saja yang turun ke sana," kata salah satu pria yang duduk di sofa. Dia memakai jas hitam, semua serba hitam, seolah akan pergi ke pemakaman. Dia juga teman Lee.

"Ya sudah. Kau tunggu di sini saja, jangan kemana-mana. Kami akan segera kembali." Shela memperingatiku sebelum dia ikut turun bersama dengan yang lain.

"Tentu. Tentu, bersenang-senanglah kalian!" racauku.

"Ayo, kita sebaiknya juga harus turun," ajaknya.

Seseorang menarikku dari tempat yang sudah nyaman aku tempati. Sekilas meskipun wajahnya samar, tetapi terlihat tidak asing, dia terus memandangku dengan intens. Dia pria yang sama yang kutabrak tadi di pesta. Sepertinya.

"Sudahlah, jangan dipikirkan. Aku tahu kau masih bisa berdiri. Ayo, kita ikut yang lain. Bodoh sekali kita jauh-jauh kemari hanya untuk duduk-duduk saja."

Dan dengan bodohnya, aku menurut saja mendengar ajakan itu. Dia setengah memapahku, menuruni tangga menuju lantai bawah yang sudah riuh dengan pengunjung. Mereka menikmati kesenangan yang hanya sesaat, sejenak melepas penat. Ketika telah sampai di lantai dansa, tubuhku meliuk mengikuti alunan musik tanpa bisa aku kendalikan.

"Tenang saja. Kau aman bersamaku," desis pria itu di telingaku. "Ikuti saja langkahku kalau kau mau."

***

tbc

One Night Marriage (unedited)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang