Munculnya Sang Putri (1)

3.4K 202 7
                                    


Walaupun dunia terancam punah. Namun manusia tetap bersenang-senang. Duduk di antara deretan kursi dengan hidangan makanan dan minuman yang menggugah selera. Bercanda tawa. Bergurau semau mereka.

Tapi aku tidak menyalahkan mereka. Setidaknya mereka masih menyimpan rasa yang menghangatkan hati. Yang akan membuatmu tertawa dalam gelapnya tangisan.

Brian tersentak. Rekan kerjanya tiba-tiba menepuk pundak Brian pelan. "Ada apa?"tanya Brian. Laki-laki itu mengusap dadanya yang terkena serangan jantung tiba-tiba.

"Bos memanggilmu!"ucap temannya yang menggunakan kacamata berukuran sedang tanpa frame.

Brian tersenyum. "Aku akan menemui bos setelah mengantarkan ini!" Ia mengangkat dua kantung plastik hitam berukuran besar dan memamerkannya pada temannya. Sang teman balas tersenyum sambil berlalu pergi meninggalkan Brian. Kembali sibuk dengan pekerjaannya melayani tamu.

Brian masih berdiri. Ia menarik nafas panjang dan bersiap mengangkat kantung hitam yang tentunya berisi sampah. Laki-laki itu telah melakukan pekerjaan seperti itu beberapa tahun yang lalu. Ia masih betah dengan bekerja di kafe Meddy. Berusaha keras demi membiayai kebutuhan hidupnya.

Untung saja, laki-laki berkulit coklat, rambut blonde dengan manik mata yang sebiru laut mendapatkan beasiswa di sebuah sekolah top. Sekolah De Meddy. Sekolah yang hanya bisa dimasuki kaum bangsawan yang tentu menyandang ras vampir dan manusia kaya penjilat tuan penghisap darah itu.

Selesai dengan pekerjaannya di belakang kafe, Brian melangkahkan kakinya menuju salah satu ruangan yang berada di lantai dua. Ruangan tertinggi di kafe itu. Sang pemilik yang memiliki aset kafe berdiam di sana.

"Permisi bos!" Brian berdiri di pintu dan mengetukkan jemarinya ke daun pintu. Suara ketukan beberapa kali terdengar di sekitar itu.

"Masuk!" suara yang tegas dan berwibawa terdengar dari dalam ruangan.

Pelan, Brian membuka knop pintu dan mendorongnya. Ia sedikit menunduk berjalan memasuki ruangan itu. Ia berdiri dengan tangan saling bertautan di depan tubuhnya. "Anda memanggil saya bos?"tanya Brian hati-hati.

"Ya! Aku memanggilmu!" laki-laki bertubuh besar dengan kumis tipis di atas mulutnya berdiri. Ia berjalan menuju jendelanya sambil menenteng sepuntung rokok. Asap mengepul keluar dari mulutnya yang lebar.

Brian diam sambil mengamati sosok yang menjadi bosnya selama dua tahun ini. Sering kali ia dipanggil ke ruangan tertinggi kafe. Dengan alasan yang sama.

"Sudah berapa kali aku katakan padamu Brian. Jangan melamun dan selesaikan pekerjaanmu. Aku tidak suka melihat pekerjaku menganggur seperti itu!"suara tegas yang membuat Brian bergidik memenuhi ruangan.

"Maaf bos! Maaf bos! Maaf bos!" Berulang kali Brian menundukkan kepalanya. Mengucapkan kata maaf berulang kali. Apa lagi yang bisa ia lakukan? Selain meminta maaf dengan amat sangat agar tidak dipecat dari pekerjaannya. Mencari pekerjaan di jaman seperti sekarang bagi Brian sangat susah. Salah-salah pengemis akan menjadi fovam nantinya.

"Kau selalu saja meminta maaf dariku!"hardik bos yang bernama Meddy.

"Maafkan saya bos!!" Brian lebih histeris meminta maaf pada Meddy.

Meddy kesal. Ia menghembuskan nafas kasar dan meminta Brian keluar. "Kembalilah bekerja!"perintah Meddy. Ia menggerakkan tangannya memberi tanda bagi Brian untuk keluar dari ruangannya secepatnya.

Brian lagi-lagi patuh. Laki-laki itu bersiap dengan cepat keluar dari ruangan Meddy dan menutup pintu pelan-pelan. Ketika pintu tertutup Brian menunduk dalam. Tangan kanannya terulur mengusap kepalanya. "Apa yang harus aku lakukan? Pastilah bos akan memecatku tak lama lagi."

Brian berjalan gontai menuju dapur. Ia masih memiliki banyak pekerjaan. Setidaknya sampai keluar dari mulut bos, Meddy, bahwa ia harus angkat kaki dari kafe Brian masih bisa bekerja. Baru saja ia akan membuang sampah berikutnya di belakang kafe, sebuah penampakan yang sesungguhny tidak asing dimatanya tertangkap oleh maniknya yang biru. Dua sosok makhluk ciptaan sang Tuhan tengah melakukan aksinya yang mampu menghilangkan nyawa seseorang.

Itulah salah satu kesalahan fatal. Seorang vampir kelas rendah mencoba menghisap darah sang manusia. Brian tersentak. Ia bingung dengan apa yang akan ia lakukan. Genggamannya semakin erat pada kantong hitam hingga berbunyi.

Sontak sang vampir menoleh. Mata merahnya yang menyala menatap tajam Brian.

"Kau! Kau telah melanggar perjanjian!"teriak Brian keras.

Si vampir melepaskan tangannya pada manusia yang ternyata adalah seorang gadis remaja yang masih berpakaian sekolah. Sayangnya pakaian putih biru itu berubah warna menjadi merah.

"Kau berani denganku?"tanya vampir sambil tertawa.

"Memangnya ada apa? Apakah aku harus takut melihatmu? Kau hanyalah makhluk hina yang tak pantas hidup!" Brian meledak. Pasalnya ia sangat membenci bangsa vampir yang menghimpit kehidupan manusia. Membuat manusia terkurung di dalam sangkar yang penuh dengan darah. Brian memasukkan tangannya ke dalam saku. Ternyata ia telah merekam aksi si vampir. Dengan begitu ia telah memiliki bukti yang cukup untuk melaporka vampir pada atasan tertinggi. Sang penguasa vampir. Keluarga Smith.

Satu hentakan keras. Si vampir yang merasa terancam melompat menerjang Brian. Sigap. Brian menyilangkan tangannya. Mencoba menahan serangan yang sece[at kilat itu. Hasilnya, laki-laki bermanik biru terjengkang ke belakang.

Brian merasa perih di pelipisnya. Ternyata luka baru menganga di sana. Darah segar yang kental segera mengucur melalui matanya. "Gawat!"umpatnya kesal.

Si vampir mengendus. Ia tengah memejamkan mata merasakan aroma yang baru. "Kau memiliki harum yang enak rupanya." Si vampir menyeringai.

"Ini gawat!" Brian segera berdiri dan bersiap berlari. Ia harus mencari keramaian sehingga si vampir tak mampu menyerangnya. Namun, belakang kafe cukup sepi. Tak ada manusia yang berani berjalan di tempat gelap. Ia mengambil langkah masuk ke dalam pintu kafe.

Seakan tahu apa yang dipikirkan Brian, si vampir langsung melompat berdiri di pintu masuk kafe. "Kau ingin kabur kemana bung!" Si vampir kembali menyeringai. Ia mengangkat tangannya dan memamerkan sebuah ponsel yang berhasil dicurinya beberapa saat yang lalu.

Ponselku? Brian menggerutu kesal. Salah satu bukti kuat untuknya menghabisi si vampir yang membuatnya mendidih telah direbut. Sejujurnya Brian mampu melawan. Namun saat ini tubuhnya bukanlah tubuh yang mampu menghabisi vampir yang memiliki kemampuan luar biasa.

Apa aku akan mati di sini? Brian berbisik di dalam hati.

"Bersiaplah!!!" teriak si vampir. Ia melompat dan hendak menancapkan taringnya pada leher Brian.

Namun seketika si vampir berhenti. Wajahnya telah digengganm oleh tangan mungil yang putih bagaikan porselen. Si gadis kecil yang tingginya tak sampai sebahu Brian. Benar-benar mungil dan kecil. Namun jangan remehkan kekuatan si gadis. Semua vampir bahkan tunduk pada satu gadis ini.

Brian terpaku. Wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari gadis yang entah dari manadatang dan berdiri di hadapannya. Brian tak dapat melihat si gadis. Yangtertangkap oleh manik matanya hanyala rambut panjang yang halus berwarna abu keunguan.

Queen Of Midnight (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang