Chapter 9. Fix What's Broken

8.5K 1.1K 101
                                    

Hujan turun dengan deras saat Varo sampai pada halte bus. Ia menyalahkan dirinya sendiri dengan fakta bahwa ia tidak membawa sepeda motor seperti biasanya. Varo harus menunggu bus dan ia bahkan tidak tahu kapan besi bergerak itu akan datang.

Helaan nafas keluar dari mulutnya.

Ingatannya melayang pada awal pertemuannya dengan Anggra. Cowok itu sangat manis saat itu dengan tingkahnya. Varo bersyukur bahwa saat itu ia tidak berpikiran buruk mengenai Anggra. Ia mendapatkan kesan cukup baik bahkan rasa kagum mengenai cowok itu.

Sudah banyak hal yang Varo lakukan bersama Anggra. Varo juga merasakan perasaan yang baru pertama kali dirasakannya ketika bersama cowok itu. Hingga sampai Varo menyadari bahwa ia memang memiliki rasa sayang pada Anggra.

Varo sedikit merutuki kejadian saat di coffee shop beberapa hari lalu. Anggra datang di waktu yang tidak tepat saat Varo belum menjawab secara utuh pertanyaan dari Sang Kakak. Tapi saat ini, tidak ada gunannya menyesali apa yang sudah terjadi.

Mungkin setelah ini, hubungannya dengan Anggra akan mempunyai perubahan besar dan Varo sepertinya harus menyiapkan diri untuk kehilangan cowok itu dalam kehidupannya. Ingatannya melayang pada kata-kata dan ekspresi yang dilayangkan Anggra beberapa menit lalu. Itu adalah kali pertama cowok itu berbicara dengan ekspresi dan nada bicara seperti itu.

Varo berdiri dari duduknya, dadanya terasa sesak ketika memikirkan semua itu. Sedangkan hujan turun semakin deras, hanya dirinya sendiri yang berada di halte tersebut. Bus yang ditunggunya tidak kunjung datang. Setelah menghela nafas sekali lagi, Varo merogoh sakunya. Mencari ponselnya untuk menghubungi Vera agar menjemputnya.

Tapi Varo tidak menemukan ponselnya. Ia menepuk dahinya sendiri ketika mengingat bahwa ia meletakkan ponselnya di atas tempat tidur Anggra. Mengingat nama Anggra hanya membuat dadanya semakin terasa sesak.

Varo merindukan Anggra. Sangat.

Kepalanya tertunduk. Menatap sepatunya yang setengah basah. Pemandangan itu semakin lama terasa semakin mengabur.

Tidak.

Varo tidak akan membiarkan dirinya untuk menangis. Kedua tangannya terangkat untuk menghapus airmata yang hampir lolos dari matanya. Setelah itu Varo bisa melihat sepasang sepatu tepat di hadapannya. Sepatu yang ia tahu betul siapa pemiliknya.

Jadi Varo mengangkat kepalanya. Anggra dengan penampilan yang basah adalah pemandangan yang pertama kali Varo lihat. Ia sama sekali tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Rasa terkejut itu berganti dengan kelegaan yang luar biasa ketika Anggra membawanya ke dalam sebuah pelukan.

Varo merasa bahwa ia tidak membutuhkan apapun lagi saat ia berada dalam pelukan sosok yang ia sayangi itu.

Euforia atas segala apapun yang Varo rasakan masih terasa. Ia sampai tidak menyadari bahwa Anggra telah membawanya kembali ke rumah. Varo bahkan tidak memedulikan bahwa mereka berlarian di bawah hujan menuju rumah Anggra dan mengabaikan tatapan heran yang dilayangkan Luke dan Bayu begitu mereka sampai.

Aroma mint menguar dari Varo. Aroma yang sama seperti Anggra. Ia bahkan memakai kaos cowok itu yang terasa sedikit kebesaran pada tubuhnya. Tapi Varo tidak mempermasalahkan hal itu. Ia menyukai ketika bau Anggra menyatu pada tubuhnya.

Anggra keluar dari kamar mandi dengan rambut basahnya yang terurai. Cowok itu menghampiri Varo sambil mengeringkan rambut panjangnya. Dahi Anggra sedikit berkerut memandang Varo lalu tanpa berkata-kata, cowok itu mengerudungi kepala Varo dengan handuknya. Mengusap-usapkan tangannya di sana agar rambut Varo kering.

Varo merasa déjà vu. Anggra pernah melakukan ini sebelumnya. Bedanya, Varo sekarang merasa tersentuh dan bahagia ketika cowok itu melakukan hal tersebut.

When Love Walked In [END]Where stories live. Discover now