Chapter 2. Meet Again

10.5K 1.4K 73
                                    

Sejak pernyataan Anggra satu minggu lalu, Varo menjalani hari-harinya seperti biasa. Ia akan pergi ke kampus, makan di kantin dan berbaur bersama teman-teman seperti yang ia lakukan setiap hari. Tidak ada yang berubah.

Varo hanya sesekali melihat Anggra dari kejauhan. Entah saat cowok itu tengah sendiri ataupun bersama dengan teman-temannya. Sesekali pula mereka saling melempar senyuman. Hanya senyum tipis yang teramat sangat singkat karena mereka tidak pernah berlama-lama untuk saling bertatapan dalam jarak sejauh itu.

Lalu pada suatu sore di hari Minggu saat Varo baru saja bangun tidur, dengan setengah mengantuk, ia menuruni tangga sambil mengucek matanya dan berusaha memperjelas pandangannya ketika ia sampai di tangga terakhir.

Pemandangan pertama yang ia lihat adalah Anggra yang sedang duduk di sofa ruang tengah rumahnya. Lalu pandangannya beralih pada seorang wanita paruh baya yang duduk di samping cowok itu.

Detik selanjutnya, mata hitam milik Varo membelalak; merasa terkejut. Ia bisa melihat bahwa wanita paruh baya yang berada di samping Anggra terkekeh dengan suara kecil. Ia juga bisa melihat cowok itu tidak mengalihkan pandangan padanya, membuatnya mulai merasakan perasaan gelisah.

Masih dalam kebingungan dan kegelisahannya, Varo teringat pada penampilannya saat ini. Hanya menggunakan celana rumahan dan kaos oblong, benar-benar mencerminkan orang yang baru saja bangun tidur. Sangat memalukan. Mungkin itulah yang menjadi alasan Ibu Anggra menertawainya.

Varo berasumsi bahwa wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu adalah Ibu dari Anggra. Terdapat beberapa kesamaan di wajah mereka.

"Varo. Sini, sayang."

Itu suara Sang Bunda yang duduk menghadap Anggra dan Ibunya. Varo merasa enggan tapi kakinya tetap beranjak, tersenyum sebisanya di tengah rasa malu dan canggungnya. Kepalang tanggung, biarlah ia terlihat memalukan di depan Anggra dan Ibunya.

"Ini temen Bunda yang dulu pernah Bunda bilang." Sang Bunda memperkenalkan wanita cantik itu padanya.

Wanita itu dengan ramah mengulurkan tangan padanya. Varo sambil tersenyum; menyambut uluran tangan wanita itu dan menyalaminya. Ia masih merasa canggung dan malu.

"Terus ini anaknya, Anggra. Katanya satu kampus sama kamu ya, Va?"

Varo mengangguk dengan kaku. Matanya memandang mata kecoklatan milik Anggra yang juga sedari tetap memandanginya. Cowok itu terlihat sangat tenang di kursinya dan sekali lagi, tatapan Anggra membuatnya gelisah. Mata coklat terang itu seolah memakunya di tempat agar Varo tidak bisa pergi ke manapun.

Bundanya bercerita tentang hebatnya Anggra karena sudah mempunyai pekerjaan dan hidup mandiri dengan tinggal jauh dari orangtuanya; yang dibalas merendah oleh Anggra maupun Ibunya.

Varo baru mengetahui tentang fakta bahwa Anggra adalah anak dari salah satu teman Sang Bunda. Ia merasa dunia memang sangat sempit. Dan informasi mengenai Anggra memang mau tak mau membuatnya merasa kagum. Kabar yang Varo dengar adalah Anggra berasal dari keluarga yang berada dan fakta mengenai pekerjaan dan hidup mandiri jauh dari keluarga itu merupakan hal yang cukup mengejutkan.

Varo baru selesai mandi beberapa menit lalu, bau segar dari sabun dan sampo masih tercium di udara. Ia duduk dengan gelisah di atas karpet kamarnya lalu tangannya mengambil salah satu gelas yang berisi cairan berwarna oranye. Meneguk minuman dingin itu dan berharap bisa mengurangi rasa gelisahnya.

Ketika kepalanya terangkat, Varo tersentak saat mendapati tatapan Anggra yang tertuju padanya. Pantas saja sejak keluar dari kamar mandi, Varo merasa seperti tengah diperhatikan. Sekarang terbukti benar, cowok itu sudah memperhatikannya sejak tadi.

"Kenapa?"

Varo mencoba bertanya. Ia benar-benar merasa gelisah ketika mata coklat itu terus memandangnya dengan intens. Ia merasakan desiran aneh pada tubuhnya ketika ditatap dengan tatapan seperti itu. Namun Anggra tidak menunjukkan tanda-tanda akan menjawab pertanyaannya. Cowok itu tetap diam di tempatnya.

Sekarang mereka berada dalam kamar Varo. Sedangkan Sang Bunda masih berada di bawah mengobrol dengan Ibu Anggra.

Mereka bertahan untuk saling menatap satu sama lain.

Desiran yang dirasakan Varo di tubuhnya semakin terasa. Semakin lama, tatapan milik Anggra terasa semakin mengganggunya. Tatapan itu seperti membuatnya merasakan hal-hal aneh pada tubuhnya.

Varo berniat menegur tapi suara Bunda terdengar lebih dulu. Sang Bunda menyuruhnya untuk membawa Anggra turun karena mereka harus pulang. Varo merasakan kelegaan sekaligus kekecewaan pada hatinya.

Kelegaan itu jelas karena Varo bisa lepas dari tatapan Anggra yang sedari tadi terasa sangat mengganggunya. Ia merasa sedikit kesal pada cowok itu, kenapa harus memberikan tatapan semacam itu padanya.

Tapi Varo tidak menemukan alasan kenapa dia harus merasa kecewa saat Anggra pergi.

.

To be continued.

When Love Walked In [END]Where stories live. Discover now