Chapter 4. Latte & Brownies

9.3K 1.3K 169
                                    

Varo menatap bingkisan yang terbuat dari kertas mengkilap berwarna biru di hadapannya.

Bingkisan itu adalah titipan Sang Bunda. Berisi satu kotak kue bronis buatan sendiri. Bundanya meminta tolong untuk memberikan bingkisan tersebut pada Anggra. Beliau berkata bahwa cowok itu sangat menyukai kue bronis buatan Bunda Varo tersebut.

Masalahnya adalah Varo tidak menemukan Anggra di kampus. Sepertinya cowok itu libur hari ini. Varo menghela nafas.

Titipan Sang Bunda haruslah sampai pada tujuan. Maka dari itu, Varo mencoba mencari Anggra di coffee shop yang pernah ia datangi beberapa hari lalu. Ia memang menemukan cowok itu di sana, hanya saja Anggra sedang sangat sibuk. Bahkan mungkin cowok yang mengikat rambutnya ke belakang itu tidak menyadari kedatangannya.

Jadi Varo memilih untuk duduk di salah satu kursi di sana. Ia tidak berniat untuk memesan apa pun. Hanya menunggu sampai Anggra tidak terlalu sibuk. Varo hanya ingin memberikan titipan Sang Bunda langsung pada Anggra.

"Belum mau pesen?"

Varo mendongak dan di hadapannya, ia mendapati wajah yang Varo yakin adalah keturunan bule. Sejenak dahinya mengernyit tetapi ia langsung paham ketika mendapati cowok berambut pirang itu mengenakan baju yang sama dengan Anggra.

Mungkin teman Anggra atau salah satu staf di sana, pikir Varo.

Varo menggeleng. "Nggak, aku datang buat nemuin Anggra." Jeda sejenak. "Tapi kayaknya dia lagi sibuk banget." Sambungnya dengan nada ragu. Matanya beralih pada Anggra yang masih sibuk di belakang mesin pembuat kopi di sana.

Cowok bule itu tersenyum begitu mengerti maksud Varo. "Aku akan memanggilkannya untukmu."

Varo tersenyum untuk kata-kata itu lalu mengucapkan terima kasih.

Tidak lama, Anggra menghampirinya. Menerima titipan Sang Bunda dan mengucapkan terima kasih. Cowok itu mempersilahkan Varo untuk duduk dan tanpa kata-kata, Anggra kembali lagi ke tempat ia sibuk beberapa menit sebelumnya.

Varo terpaku. Anggra kembali pada kegiatannya, meninggalkannya seorang diri. Dari pandangannya, ia bisa melihat cowok itu membuat kopi dengan sangat cekatan, seperti seorang profesional. Anggra terlihat sangat menikmati pekerjaannya dan itu adalah pemandangan yang sangat menarik untuk Varo.

Tapi kemudian Varo menghela nafas. Anggra sedang sangat sibuk jadi tidak mungkin bagi cowok itu untuk kembali padanya. Ia merasa datang pada waktu yang tidak tepat. Dalam hatinya muncul rasa kecewa dengan fakta bahwa Anggra hanya menemuinya untuk sebentar saja. Lalu untuk apa cowok itu mempersilahkan Varo untuk duduk tadi? Untuk apa pula dirinya merasa kecewa?

Varo hampir saja bangun dari duduknya, memutuskan untuk pulang tepat saat Anggra mencapai mejanya. Cowok itu membawa satu cangkir latte dan satu piring kecil berisi potongan bronis di atasnya yang Varo yakini adalah bronis buatan Sang Bunda. Hal itu membuatnya bingung.

"Aku nggak memesan."

"Gue tau. Itu buat lo, sebagai ucapan terimakasih udah mau nganterin bronis bikinan Bunda lo ke sini." Kata Anggra.

Varo mengangguk. Menatap cangkir berisi latte di hadapannya lalu menatap Anggra.

"Sibuk, ya?" Pertanyaan itu tidak bisa Varo tahan. Keluar begitu saja dari mulutnya.

"Kenapa?"

Varo kelabakan. Entah karena pertanyaan cowok itu atau karena ia kembali mendapat tatapan itu dari Anggra. Kepalanya menggeleng. Merutuki dirinya sendiri karena sudah mengajukan pertanyaan yang ia sendiri tidak tahu tujuannya.

Lalu Varo mendapati Anggra mendengus pelan, bibirnya membentuk sebuah senyuman dan ini adalah pertama kalinya Varo melihat senyuman itu dari jarak sedekat ini. Pemandangan itu membuatnya terpana.

When Love Walked In [END]Where stories live. Discover now