PROLOG

530 16 0
                                    

Alisha bangkit dari sujud dan mengakhiri untaian do'a yang sejak beberapa waktu lalu ia panjatkan. Masjid berubah senyap dibanding ketika ia mendatangi tempat ini sejam yang lalu. Hatinya lebih tenang walaupun wajahnya terasa lembab oleh sisa air mata yang tak berhenti mengalir sepanjang ia memohon petunjuk pada Tuhan. Gadis itu menyempatkan diri mencuci wajah dan membenahi kerudungnya yang berantakan sebelum meninggalkan masjid.

"Assalamu'alaikum ..."

"Walaikum salam ..." Alisha menegakkan tubuhnya yang membungkuk. "Ada yang bisa di ... bantu?" tanyanya gugup.

"Seharusnya saya yang bertanya." Laki-laki itu tersenyum. "Apa yang sedang kamu cari?" Ia berjalan mendekati Alisha.

Jantung Alisha berdebar. "Tidak ada." Ia melangkah mundur dan menjalin kedua jemarinya.

Setelah melihat respon Alisha, laki-laki berpakaian rapi itu berhenti. "Berbohong di tempat ibadah dosanya lebih besar, kamu pasti lebih paham tentang hal tersebut," ujarnya menunggu gadis di hadapannya memperlihatkan wajah.

"Sebenarnya ... itu ... maksud saya, saya benar-benar tidak kehilangan apa pun."

"Apa ada yang pernah berkata kalau kamu tidak cocok jadi artis?" Laki-laki itu terkekeh. "Sungguh!" ujarnya meyakinkan.

Alisha mengangkat wajah dan mengeluh dalam hati. "Saya memang tidak berencana memilih profesi tersebut."

"Benar, jangan memilihnya. Kamu harus mencari bidang lain."

"Saya harus pergi." Alisha bersiap pergi.

Sekali lagi laki-laki itu tersenyum. Ia mengangkat tangan dan melirik jam, menghitung sisa waktu sebelum bertemu klien. "Jika tidak keberatan saya akan mengantarmu. Kamu akan pergi ke suatu tempat atau pulang?"

Mata Alisha melebar. "Apa kamu berniat buruk terhadap saya?" Ia mengawasi sekeliling. Hanya ada mereka berdua di tempat ini.

Laki-laki itu terbahak. "Apa wajah saya sekriminal itu? Siapa namamu?" tanyanya seraya mengulurkan tangan menahan tawa.

"Saya tidak berteman dengan laki-laki, terlebih jika dia orang asing. Assalamu'alaikum." Alisha memutuskan untuk nekat. Tapi ketika ia hampir menjejakkan kakinya di area parkir berbahan paving blok, suara laki-laki itu kembali menggema.

Si laki-laki menurunkan tangan kemudian berlari mengambil alas kakinya di rak. "Tunggu!" cegahnya sambil mendekati Alisha. "Pakailah." Ia menyodorkan sepasang sandal yang ukurannya mampu menenggelamkan telapak kaki gadis itu. "Terlalu besar memang, tapi jauh lebih baik dibanding kamu bertelanjang kaki dan membiarkan telapaknya melepuh."

Alisha memberanikan diri memandang laki-laki itu. "Tidak perlu melakukannya."

"Saya khawatir Malaikat melihat saya membiarkan seorang gadis baik-baik kesusahan dan mencatat perbuatan itu sebagai amal buruk. Bukankah itu merugikan?"

"Niat baik akan selalu dicatat sebagai amal baik."

Laki-laki itu bertepuk tangan. "Benar! Tapi, akan lebih baik lagi jika niat tersebut disempurnakan. Itu mobil sa ..."

"Jazakillah khoiron katsir ..." Alisha buru-buru meraih sandal itu dan mengenakannya. "Ke mana saya harus mengembalikan ini?"

****

Terima kasih banyak sudah berkenan membaca. Mohon koreksi jika ada typo. Jangan lupa vote ya ...

Ristin F. ^_^

SECOND MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang