"Aku jadi tidak enak. Aku yang mengajak, tetapi malah Kak Seungcheol yang bayar."

"Gak kenapa-kenapa kalik dek, santai aja. Tetapi kalau Kamu emang ngerasa gak enak, gimana kalau pas kita makan, Kamu yang teraktir? Jadi impas."

Tanpa pikir panjang Aku langsung mengiyakan. "Oke deal."

Akhirnya Aku sama Kak Seungcheol pergi ke lantai atas, pergi ke foodcourt. Berhubung sudah sore, tempatnya ramai. Kak Seungcheol mencari tempat untuk duduk, sedangkan Aku mulai memesan makanan disalah satu kedai.

Aku melihat beberapa kedai dengan menunya. Setelah berkeliling, Aku memutuskan untuk memesan chapcay dan nasi goreng seafood.

"Cil! Ini cicil kecil ya?" Aku menengok ke arah suara yang sepertinya Aku kenal.

"Loh iteeem, kok kita bisa ketemu di sini ya?"

"Jodoh kalik," jawabnya kemudian terkekeh.

"Oh ya, Lu ngapain ke sini?"

"Ya mau pesen makan, masa mau karaoke?" kemudian tangan si Item merangkul di bahuku.

"Lu sendiri?" katanya lagi setelah memilih pesanannya.

"Nggak, gue ada temennya. Kenapa?" tanyaku setelah memesan makanan juga.

"Yah kalau sendiri, gue temenin. Gue juga sendiri." Aku dan Item mengambil nomor pesanan masing-masing. Item pergi terlebih dahulu dan Aku masih menunggu uang kembalian.

[ ]

Selama Aku dan Kak Seungcheol menikmati makanan, diantara kami tidak banyak bicara. Namun, satu pertanyaan darinya yang membuatku diam kaku.

"(Y/n), Aku mau bertanya. Maksud Wonwoo mengatakan kalau itu adalah sebagai permintaan terakhirnya, apa?"

"Bukan apa-apa. Dalam permainan, Kak Wonwoo memiliki tiga permintaan yang harus Aku laksanakan."

"Mmmm. Kalau boleh tahu, permintaan Wonwoo apa?" mampus, Aku harus jawab apa nih? Masa iya Aku bilang kalau permintaan Wonwoo itu, Aku harus ngaku kalau Aku suka Kak Seungcheol?

Tanpa sadar Aku menggelengkan kepala yang malah membuat Kak Seungcheol bertanya-tanya. "Kamu kenapa (Y/n), sakit kepala? Atau?"

"Aku baik-baik saja kok Kak. Untuk permintaan Kak Wonwoo...." Aku sedikit menggantungkan kalimatku, berpikir kalimat apa yang cocok untuk meneruskannya.

"Kalau tidak mau beritahu juga gak kenapa-kenapa kok." mana bisa, Aku harus mengatakannya. Tetapi, kata-kata apa yang cocok untuk dikatakan? Ah Aku tahu.

Buru-buru Aku menjelaskan kembali. "Permintaan Kak Wonwoo itu, Aku harus mengatakan perasaanku pada orang yang-Aku-suka."

"Orang itu ada di sini?" tentu saja orangnya ada di sini, di depan mataku sendiri. Kau orangnya Kak Seungcheol!

Aku hanya bisa menunduk tanpa mampu menjawab pertanyaan dari Kak Seungcheol. "Dia ada di sini, sudah Aku duga."

Aku mendongak dan melihat ke arah Kak Seungcheol. "Kak Seungcheol tahu orang itu?"

"Iya, Aku tahu orang yang Kamu maksud itu." duh, bagaimana bisa? Mau ku letakkan di mana mukaku ini? Apa wajahku sudah memerah?

"(Y/n)?"

"I-iya Kak?" kenapa jadi gugup begini sih? Aku harus menormalkan detak jantungku.

"Kita pulang sekarang? Atau mungkin ada sesuatu yang ingin Kamu beli?"

"Tidak ada, maksudku lebih baik Kita pulang saja."

"Oke."

Aku dan Kak Seungcheol pun melanjutkan perjalanan ke area parkir. Seperti biasa, tidak banyak bicara dan tidak beriringan. Tentu saja Aku di belakangnya.

"Kemarilah, kenapa Kamu berjalan di belakangku? Kamu tidak nyaman jalan denganku?"

"Ti-tidak kok Kak, Aku senang bisa jalan dengan Kak Seungcheol." duh, apa yang baru saja Aku katakan? Pasti terlihat kalau Aku terlalu sangat suka.

"Hahahahh, kalau begitu jangan pernah mengatakan suka pada orang itu."

Jedaaaar, apa maksud dari perkataannya? Apa ini artinya Aku telah di tolak? Bahkan Aku belum mengakuinya.

Selama perjalanan pulang, Aku seperti bukan diriku lagi, lebih tepatnya setelah kalimat Kak Seungcheol. Aku lebih diam dan tidak berani melihat wajah Kak Seungcheol, bahkan saat berbicara sekalipun.

[ ]

"Terimakasih," kataku setelah Kita sampai di rumahku. Aku turun dari motornya dan berjalan masuk.

"(Y/n)." oh ayolah, apa lagi? Aku sudah tidak tahan untuk mengeluarkan bulir air di mataku.

"(Y/n), tolong jangan pernah mengatakannya pada orang itu." ini yang ketiga kalinya Aku mendengar. Yang kedua saat perjalanan pulang tentu saja.

Aku sudah tidak kuat, Aku benar-benar ingin tahu sebabnya. "Kenapa?"

"Ka-kau menangis?" sebenarnya Aku belum menangis, hanya berkaca-kaca.

"Kenapa Aku tidak boleh mengatakannya?" tanyaku lagi.

"Itu, itu karena..." aku hanya melihat Kak Seungcheol menggaruk tengkuknya.

"Sudahlah, Aku pun juga tak peduli." Aku kembali melangkahkan kakiku memasuki rumah. Sebelum aku membuka knop pintu, apa yang Kak Seungcheol katakan, membuat Aku lebih tercengang lagi.

"I-itu karena Aku menyukaimu (Y/n)."

Aku memutar balik tubuhku untuk menghadap ke arahnya. Dan Kak Seungcheol sedang berjalan ke arahku.

"A-apa?" ku katakan sekali lagi, karena mungkin saja Aku sedang salah mendengar.

"Karena Aku menyukaimu. Kalau yang Kamu maksud orang itu adalah laki-laki yang tadi bertemu denganmu saat di foodcourt? Aku mohon jangan katakan padanya."

Aku hanya diam membeku, terlebih lagi Kak Seungcheol yang sekarang telah memelukku. Maksudku, apa Dia cemburu? Dia cemburu dengan siapa? Laki-laki yang Dia maksud siapa?

"Maksud Kak Seungcheol, Mingyu?" koreksiku.

"Jadi, namanya Mingyu." kak Seungcheol menatapku. "Kalau begitu jangan katakan padanya." oh Tuhan, ini ada kesalahpahaman. Kak Seungcheol mengira Aku menyukai Mingyu.

"Bukan Mingyu orangnya," kataku mengklarifikasi.

"Lalu?"

"Orang itu, ada di depanku sekarang. Dia yang baru saja mengatakan kalau menyukaiku." Kak Seungcheol tersenyum, menundukkan kepala dan menggelengkannya.

"Lalu?" tanyanya lagi.

"Aku juga menyukainya."

"Apa Kita sekarang resmi pacaran?"

"Hei, harusnya Aku yang bertanya begitu."

"Hahahahh, Aku rasa Kita resmi berpacaran." setelah itu, Kak Seungcheol memelukku lama. Sebelum akhirnya pamit untuk pulang.









😀😀

170602

Close Req//[01] SVT (Random Imagine) ~slow update~Donde viven las historias. Descúbrelo ahora