12. Apakah Dia Baik-Baik Saja?

Start from the beginning
                                    

Gabrino tersenyum miring. "Lo bisa ambil kesempatan itu. Lo bisa nonjok gue sepuas yang lo mau kalau gue nanti nyakitin Valen."

Frans mengangguk, walaupun Gabrino slengean. Frans percaya sekali Gabrino bilang jika ia tidak main-main. Maka laki-laki itu akan teguh dengan pendiriannya.

Setiap laki-laki harus teguh pendirian, yang dipegang dari laki-laki itu ucapannya. Itu moto mereka berdua.

Gabrino melanjutkan makannya, namun Frans menghalangi Gabrino.

"Apa lagi?" tanya Gabrino bingung.

Frans tersenyum. "Lo utang pajak jadian ke gue," katanya. Sebelah mata Frans mengedip ke arah Gabrino. "Hari ini lo nggak ada uang tapi besok, gue nggak mau tahu intinya gue ditraktir."

Gabrino segera melempar Frans dengan sendok yang berada di sebelahnya. "Matre!"

"Kan gue belajar matre dari lo," kekeh Frans.

-Hung Out-

Valen menutup buku pelajaran Fisikanya setelah guru bidang studi fisika yang mengajar di kelasnya keluar dari dalam kelas. Valen menarik napas panjang lalu mengembuskannya, perempuan itu tersenyum lalu menoleh kepada Resha yang berada di sebelahnya.

"Lo banyak banget tersenyum hari ini," komentar Resha saat ia ikut menoleh kepada Valen.

Valen tertawa. "Masa sih?"

Tari yang mendengar obrolan kedua sahabatnya itu menoleh ke belakang, kebetulan Tari duduk tepat di depan bangku Valen.

"Wajar lah Sha, kan terbukti omongan gue kalau Gabrino itu diam-diam juga peduli sama Valen, kan jadian juga akhirnya," komentar Tari. Perempuan itu membanggakan prediksinya.

Resha hanya mendengus, sebenarnya Resha bukan tidak menyetujui hubungan Gabrino dan Valen. Mungkin lebih ke arah parno, karena ia baru saja putus dengan pacarnya di saat Resha sedang cinta-cintanya maka dari itu ia tidak mau Valen memiliki nasib yang sama dengannya. Terlebih dalam hubungan Valen dan Gabrino terlihat yang sangat mencintai hanyalah Valen.

Tari menepuk bahu Resha, tersenyum lebar kepada perempuan itu.

"Cmon girl, di sekolah ini banyak cowok lain selain cowok bedebah yang matanya mungkin kena skoliosis sampai dengan mudahnya mutusin lo untuk bersama cewek lain," kata Tari menyemangat

"Skoliosis itu penyakit tulang dungu, sejak kapan skoliosis pindah ke mata?" komentar itu didapatkan Tari dari Wildan, cowok kelas 12 IPA 1 yang menjabat sebagai ketua kelas.

Tari mendengus ke arah Wildan yang duduk bersebrangan dengannya, bukan rahasia lagi di dalam kelas 12 IPA 1 jika antara Tari si sekertaris dan Wildan, ketua kelas. Keduanya sama sekali tidak akur.

Valen terkekeh melihat Wildan yang membalas Tari hanya dengan mengangkat jari tengahnya saja, sedangkan Resha menggeleng geli.

"Ayo deh kita segera ke kantin, lapar nih gue. Rezeki anak sholeh juga karena hari ini Valen traktir makan," kata Tari semeringah. Ia bangkit dari posisi duduknya lalu berjalan untuk menarik tangan Resha dan Valen. Mengajak kedua sahabatnya itu untuk keluar dari dalam kelas

Sengaja saat Tari lewat di sebelah Wildan. Tari menjitak kepala Wildan sekali lewat sehingga membuat laki-laki itu menggeram kesal sembari berteriak kencang mengumpat nama Tari dengan tambahan nama-nama hewan di belakangnya.

"TARI KECEBONG BADAK BABI NGEPET ANJING PELACAK. AWAS LO NANTI!" jerit Wildan sembari mengusap-usap kepalanya yang baru saja dijitak oleh Tari sedangkan Tari sudah mengambil jurus seribu bayangan keluar dari dalam kelas sambil tak lupa membalas Wildan dengan mengacungkan jari tengahnya.

Valen tersenyum melihat itu, lalu menoleh kepada Resha yang kembali hanya tertawa geli melihat tingkah Tari dan Wildan.

Tuhan terima kasih telah memberikan aku orang-orang yang selalu membuatku tersenyum, bisik Vale di dalam hatinya.

-Hung Out-

Matahari bersinar sangat terang siang itu, Valen baru saja selesai memberikan beberapa arahan kepada mayoret drum band yang baru.

Setelah itu, Valen bergegas untuk pulang karena merasakan kepalanya yang agak pusing . Akhir-akhir ini Valen memang mudah sekali merasa kelelahan, hal yang membuat maminya terus mewanti-wanti agar jangan terlalu memiliki banyak kegiatan.

Namun sering kali Valen melanggar petuah maminya, salah satunya dengan melatih mayoret baru di saat matahari terik menyinari seperti ini.

"Len."

Langkah Valen berhenti ketika ia berada di koridor, sosok Gabrino sudah berada di sampingnya. Valen agak kaget melihat Gabrino, terlebih seingat Valen tadi Gabrino mengirimkan chat kalau laki-laki itu pulang duluan.

"Kok kamu di sini?" tanya Valen.

"Nunggu lo lah."

"Tadi katanya pulang duluan?" Valen bertanya lagi.

Gabrino menggeleng. "Nggak jadi."

Valen mengangguk paham, bibirnya melengkungkan senyuman. Keduanya berjalan bersisian di sepanjang koridor lalu berhenti ketika keduanya sampai di ujung koridor yang terhubung pada halaman menuju gerbang depan.

"Gab."

"Hmm ..."

"Aku kayaknya nggak bisa pulang sama kamu deh," kata Valen ragu-ragu.

Gabrino menatap Valen bingung. "Kenapa? Gue padahal sudah nunggu lo."

Valen masih tersenyum. "Aku sudah ngehubungin Pak Abul buat jemput dan rupanya Pak Abul sudah datang," Valen menunjuk ke arah mobil bewarna putih susu yang terparkir tak jauh dari gerbang. "Nggak enak kalau nyuruh Pak Abul pulang, nggak apa ya?" tanya Valen.

Gabrino mendesah lalu mengangguk pelan. "Gue antar sampai ke mobil," kata Gabrino.

Keduanya kembali berjalan sampai ke depan mobil milik Valen, Pak Abul cepat-cepat turun untuk membukakan pintu kepada Valen sebelum Valen masuk ke dalam mobil, Gabrino menahan lengan Valen membuat perempuan itu menoleh kepadanya.

"Besok-besok, biar gue yang antar jemput lo," ungkap Gabrino.

Valen tertawa pelan. "Jadi supir nih ceritanya?"

Gabrino hanya mengangkat bahu sebagai balasan. Valen tersenyum karena itu. "Iya Gab."

Lalu Valen masuk ke dalam mobil, Gabrino sempat menegur Pak Abul sekadar berbasa-basi. Mengatakan agar hati-hati di jalan

Tak lama mobil putih susu yang membawa Valen segera melaju, membaur dengan mobil-mobil lainnya yang berada di jalanan meninggalkan Gabrino yang tetap berdiri di gerbang dengan pancaran sinar matahari yang begitu terik, sebelum laki-laki itu melangkah pergi sebuah chat masuk ke dalam handphonenya.

Valen : Makasih Gab 😻

Gabrino tersenyum karena itu.

Sedangkan di dalam mobil, setelah Valen mengirimkan chat itu kepada Gabrino, tubuh Valen terkulai lemas hingga punggung perempuan itu menyentuh sandaran di mobil.

Pak Abul menatap Valen dari kaca. "Non Valen," panggil Pak Abul.

Valen masih saja tersenyum saat membalas ucapan Pak Abul. "Nggak apa-apa Pak, Valen baik-baik saja." Namun Pak Abul tahu, anak dari majikannya itu tidak baik-baik saja karena melihat wajah Valen yang saat itu pucat sekali.

"Non latihan marching band lagi ya?"

Valen tercekat atas tebakan pak Abul. "Jangan kasih tahu Mami Pak, Valen nggak mau Mami cemas."

Pak Abul mendesah atas permintaan Valen, lalu ketika ia menoleh sekali lagi mata Valen sudah terpejam dan Pak Abul tahu jika pada saat itu yang harus ia lakukan adalah mempercepat mobil yang ia kendarai agar sampai di rumah.

Valen pingsan.

Bersambung

SALAM BELLAZMR

Hung OutWhere stories live. Discover now