Part 17 - There's Something Wrong

4.4K 327 91
                                    

Bunyi klakson mobil dari luar rumah menghentikan tangan Reva yang sedang mengompres luka-lukanya. Reva sudah bisa menebak siapa yang akan datang setelah ini. Karena Reva tahu betul bunyi klakson mobil tersebut.

"Ck! Pasti abis ini tuh anak bakal--"

"REVANA! LO BAIK-BAIK AJA 'KAN?" teriak Gita begitu membuka pintu rumah Reva dengan tenaga kerbaunya.

Reva yang sedang duduk di sofa dapat melihat wajah Gita yang sangat cemas. Ia menghela napas.

'Seharusnya ngga ada yang perlu mencemaskan gue,'  batin Reva.

"Na lo harus ke rumah sakit sekarang juga! Lo harus di opname! Siapa tau ada luka dalem! Ngeliat muka lo bonyok gini terus astaga liat luka ini! Gila mereka bengis banget sih! Siapa sih Na?! Biar gue hajar mereka semua!" cerocos Gita
panjang lebar.

"Mulai deh lebaynya! Ini luka biasa aja kok! Udah ya gue mau tidur abis ini mending lo pergi dulu besok baru kita ngobrol lagi oke?"

Gita menghela napas dalam. Kemudian memegang kepalanya yang tiba-tiba saja terasa berat.

"Na berhenti nyakitin diri lo sendiri oke? Apa untungnya sih Na?!" ujar Gita dengan nada frustasi.

"Siapa bilang gue nyakitin diri sendiri sih Git? Ya gini lah keadaan gue sekarang! Apa yang mau diubah sih?"

Gita menatap tajam Reva membuat gadis itu menunduk pura-pura mengompres lukanya kembali.

"Lo ngga amnesia Na! Lo bisa inget semua kejadian di masa kecil lo! Lo bisa inget dulu lo ngga begini! Lo--"

"BERHENTI NGUNGKIT MASA LALU! SEMUA ITU SAMPAH GIT! NGGA BERGUNA! HARUS DIBUANG!" teriak Reva sekuat tenaga.

"Na gue pengen kita yang kayak dulu lagi! Di saat lo mutusin buat pisah sekolah sama gue, lo tau? Gue udah ngira lo bakal jadi gini Na! Kembali Na! Gue tau lo ga seneng 'kan hidup kayak gini? Gue tau ini hidup lo! Jangan lo rusakin hidup lo cuman karena lo marah sama dunia ini." Setitik air mata jatuh di pipi Gita.

Tapi itu semua tidak menyentuh hati Reva yang terlanjur beku. Gadis itu membalikan badan seolah tidak peduli sama sekali.

"Lo ngga pernah merasakan hidup seperti gue, lagian juga ini hidup gue Git. Lo ngga perlu tetep berada di sisi gue kalau lo ngga mau. Lo adalah satu-satunya masa lalu gue yang masih gue pertahanin. Kenapa? Karena gue anggap lo sejalan sepikiran sama gue. Tapi kalo lo kayak gini terus, lebih baik pergi Git. Biarin gue hancur perlahan-lahan."

"Ini yang lo mau Na? Ini semua?! Kehancuran hidup lo sendiri?!" jerit Gita dengan suara nyaringnya.

Tidak disangka tiba-tiba Reva membalikan badan. Setitik air mata berhasil lolos jatuh di pipinya. Gita tertegun, itu air mata pertama yang pernah Gita lihat setelah 3 tahun belakangan ini.

"Ya ini kehidupan yang gue mau jalanin Git. Puas? Kalau lo ngga bisa terima gue, ngga ada kata terlambat buat ninggalin gue. Toh gue udah siap sama setiap kejadian kayak gini. Satu per satu orang yang gue anggap penting mulai pergi dari hidup gue. Ini udah terlalu biasa buat gue!" Reva memaksakan tawanya. Kemudiaan ia merapikan alat kompresannya.

"Lo bohong. Lo egois. Lo pikir di dunia ini cuman ada perasaan lo. Tapi lo ngga liat 'kan gimana hancurnya perasaan gue ngeliat lo kayak gini. Bukan Na, bukan mereka semua yang jahat! Tapi lo! Lo yang ngga bisa nerima semua ini! Dipikiran lo hanya ada lo! Gue kecewa sama lo Revana!"

Setelah mengucapkan kalimat terakhir Gita keluar menuju mobilnya yang terparkir di halaman rumah Reva yang luas. Sedangkan sang pemilik rumah hanya bisa tersenyum kecil.

Kali ini ia benar-benar sendiri menghadapi kejamnya dunia ini.

"Lihat Ma, mereka semua ngga ada yang bisa ngertiiin Ana."

DesgraciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang