BAB 14

184K 12.5K 344
                                    

Nadra mendadak merasa bersalah begitu masuk kedalam flat dan mendapati meja makan berukuran 90 x 90 yang biasa berada di dapur itu sudah pindah ke tengah ruang tv. Yang lebih membuatnya mencolos itu adalah makanan yang tertata rapih di atas meja tersebut. Lengkap dengan botol wine dan juga gelasnya. Bahkan ada lilin segala.

"Udah makan? Itu ada Sirloin kesukaan kamu. Yang banyak lemaknya." Senna berdiri di belakang Nadra dan ikut menatap ke arah meja makan. Ia bahkan harus mengorbankan tangannya yang terkena ledakan ledakan kecil dari butter saat meletakkan daging itu ke atas teflon sebelum dimasukkan dalam oven. "Kalo udah makan sama Aby, yaudah masukin kulkas atau buang aja." Nada suara Senna terdengar sinis.

"Mulai deh bahas Aby lagi...." Cibir Nadra malas. Lagian ada apa sih dengan pria dan ego mereka ini?

"Sini temenin makan." Nadra menarik kursi kebelakang untuk memberinya celah agar bisa duduk.

Senna diminta begitu sih ya nurut saja. Dia ikut duduk di sebrang Nadra, tepat di depan Sirloin Steak yang kadar gramnya lebih besar dari pada daging milik Nadra. Senna sudah tidak perlu menjaga berat badannya lagi untuk pemotretan ataupun untuk persiapan  fashion week jadi ya saatnya balas dendam dengan makan daging sebanyak-banyaknya. Selama ini ia harus diet dengan makan fillet dada ayam dan puluhan telur mentah demi membentuk otot-otot abdomennya.

"Tadi katanya aku yang bakalan masak, kamu belanja doang." Walaupun tadi pagi Nadra tampak bodo amat dengan ucapan Senna di mobil, tapi ia masih mendengarkannya kok. Dan lagi selama ini memang selalu Nadra yang memasak Steak jika pria itu sedang ngidam.

"Abis lama gak pulang pulang ditungguin sampe jam 6, yaudah aku yang masak." Senna mengunyah dagingnya lahap. Sudah sejak tadi sore Senna sengaja menahan rasa laparnya.

"Tau resepnya dari mana? Ini bisa dimakan kan?" Tanya Nadra dengan posisi garpu berisi daging yang sudah di depan mulut. Matanya dipincingkan penuh curiga.

"Bisa lah!" Jawab Senna jadi sewot sendiri, "Teknologi udah canggih kali apa-apa bisa cari di Internet. Di youtube aja bertebaran resepnya."

Nadra ikut tertawa kecil dan mulai mengunyah dagingnya. Kemampuan masak Senna bisa di masukkan ke beberapa level di atas amatir. Membedakan gula dan garam saja bisa. Bahkan bumbu dapur seperti salam dan sereh Senna tau akan hal itu.

"Tadi aku masaknya medium rare tapi kayanya gagal deh. Mau di panasin lagi? Atau mau buat baru? Masih ada sih di kulkas."

Nadra memang biasanya memesan medium rare kalau mereka makan di HollyCow, tapi gaya bener sih Senna pake acara bikin medium rare segala, emangnya dia Gordon Ramsay apa?

"Kalo di panasin lagi nanti alot. Gini juga udah enak kok. Tadi pake rosemary ya? Aku suka deh wanginya." Steak buatan Senna memang enak, empuk dan aroma rosemarynya sangat Nadra sukai. Ya 7,5 dari 10 lah nilai yang Nadra berikan.

"Yup! Sama garlic juga aku kasih di butter. Kerasa gak?" Senna begitu excited saat mendengar makanannya di puji.

"Kerasa. Tau banget aku suka garlic." Cengir Nadra sambil terus melanjutkan mengunyah daging.

Ketegangan diantara mereka sudah mulai mencair. Tapi bukan berarti permasalahannya selesai. Keduanya terlalu sering menumpuk masalah mereka dan tidak pernah sekalipun mencoba untuk menyelesaikannya. Masalah yang tadi pagi saja terabaikan begitu saja, yang sekarang juga pasti tidak akan di bahas lagi oleh keduanya. Selalu begitu.

Friends With BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang