Part 6

30 4 2
                                    

Author POV

Setelah pertemuan tadi Aira dan Acha kembali ke ruangannya Rey untuk mengambil barang bawaan mereka yang tertinggal.

Acha tak sadar bahwa Aira sedari tadi memperhatikannya yang tersenyum-senyum sendiri setelah pertemuannya dengan Dokter muda yang bernama Haris Mukhriza. Aira memecah keheningan dengan menyindirnya

" Ehm... Roman-romannya nih bakal ada yang meninggalkan masa ke-JOMBLO-annya ?" sindir Aira sambil memilih majalah yang terletak di atas meja di hadapannya.

" Njir!! Jadi ceritanya Lo nyindir gue gitu Raa.. " Ketus Acha dengan mengangkat kedua alisnya
" Sukur deh kalau lu merasa " ucap Aira acuh dengan mata yang terus melihat tulisan demi tulisan yang ada di majalah yang sedang ia pegang.

*•••*

Ditempat dan waktu yang berbeda pula, Jasmine sedang telaten menyuapi makan siang yang berupa bubur ke Ilham walaupun dengan sedikit pemaksaan.

Di ruang itu, tidak hanya ada mereka tetapi juga Kedua orangtua Ilham yang melihat pemandangan seperti ini membuat salah satu dari mereka tersenyum bahagia karena Jasmine alias Calon Tunangan sangat telaten merawat putra semata wayangnya yang sedang sakit seperti sekarang ini.

Mantu idaman... batin Elsa-Mamanya Ilham.

Tetapi beda halnya dengan Adrian - Papanya Ilham. Melihat kejadian didepannya, membuat pikirannya berkelana mengingat seorang gadis kecil yang telah dianggap seperti putrinya sendiri. Gadis itu selalu ceria, senyuman tak pernah lepas dari wajahnya dan selalu ramah ke siapa saja, tapi kini.
Ahh, Dia sangat takut berandai mengenai semua itu

Maafkan Om Rian, Raa... lirih Adrian di hatinya seraya menutup matanya.

°•••°

"Ehm.. Ma, Papa keluar dulu ya, Papa masih ada pertemuan beberapa jam lagi dengan beberapa klien" pamitnya kepada Sang istri.
" Papa mau berangkat sekarang? Ya sudah kalau begitu.. Hati-hati ya Pa.." jawab Elsa sambil mengamit tangan kanan Sang suami untuk menyalimnya

Adrian pun berjalan ke arah bangkar tidur Ilham.

" Nak. Jangan banyak gerak dulu ya. Ingat yang di katakan oleh Dokter. Papa pergi sebentar, secepatnya akan kembali ke sini lagi" ucap Adrian dengan tatapan sendu sambil mengusap lembut kepala anaknya. Ilham hanya merespon dengan sebuah senyuman dan anggukan kecil.

***

Adrian sampai di basement rumah sakit dan berjalan menuju mobil yang ia parkiran di kawasan itu. Adrian terus berpikir apakah jalan yang ia ambil itu tepat atau malah sebaliknya yaitu dapat menghancurkan semua pihak.

Disatu sisi, dia merasa sangat bersalah pada sahabat dekat nya yaitu Fachry, Papanya Aira. Tetapi dia juga tidak bisa melakukan apa-apa untuk hal tersebut terlebih lagi sekarang semua orang menganggap bahwa anak nya itu hilang ataupun meninggalkan  dalam kecelakaan beberapa tahun lalu.

Maafkan saya, Ry. Bukannya saya sengaja melakukan ini tetapi Elsa telah merencanakan perjodohan itu sebelum anak-anak ku lahir ke dunia ini. Aku tak bisa mencegahnya tetapi aku juga merasa sangat bersalah pada mu. Keinginan kita tak bisa terwujud. Andai saja Putri ku masih disini bersama kita semua pasti keadaan takkan serumit ini dan saya pasti bisa mengatasi masalah ini tanpa rasa bersalah Lirih Adrian dengan menangkupkan kepalanya ke stir kemudi. Menyesali apa yang telah terjadi dan ia tidak dapat mencegah atau menghentikan itu semua.

Selama di perjalanan menuju tempat yang akan menjadi tempat pertemuannya dengan klien, hati dan pikiran nya hanyalah memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Pada pertemuan berlangsung pun Adrian tidak fokus dengan apa yang diutarakan oleh klien maupun sekretaris nya sendiri. Dia masih saja memikirkan ataupun menduga-duga apa yang akan terjadi setelah semuanya tau kebenaran yang iya sembunyi selama ini. Apakah takkan ada lagi orang yang percaya dengan nya atau malah membenci dirinya serta keluarga besarnya.

Banyak yang ia pikirkan sehingga pada saat pertemuan dengan klien-klien nya, ia tidak fokus apalagi mendengarkan setiap perkataan yang terlontar dari klien ataupun karyawannya sendiri.

"..... Bagaimana pak? Apakah bapak setuju dengan rancangan yang dikerjakan oleh bagian marketing ? " Tanya salah satu karyawan Adrian yang ada di ruang rapat

" Maaf saya sedang lagi banyak masalah, apakah pertemuan ini bisa diundur untuk beberapa hari kedepan ? " balas Adrian dengan sebuah pertanyaan yang membuat para peserta rapat bingung
" Tapi pak... " karyawan lain membantah
" Hm.. Begini saja, saya akan menyerahkan proyek ini kepada Bapak Josh. Jadi persetujuan dia, itu juga persetujuan saya. Maaf saya permisi " jawab Adrian seraya berdiri hendak keluar dari ruangan tersebut.

*•••*

Setelah keluar dari ruangan pertemuan itu Adrian langsung menuju ruang kerjanya.
Di ruangan inilah Adrian pelampiaskan semua emosi ataupun ketidakberdayaannya menghadapi situasi diluar sana. Adrian melampiaskan bukan dengan menghancurkan barang-barang yang ada di ruangannya itu tapi dengan cara meratapi atau lebih tepatnya menangisi keadaannya.

Adrian berjalan menelusuri sisi kanan ruangan yang terdapat beberapa lukisan dan juga sebuah nakas besar yang dihiasi dengan foto-foto yang sangat berharga baginya, sambil menatap foto-foto yang ada di ruangannya itu, airmatanya pun tak henti-hentinya mengalir dari pelupuk mata.
Foto-foto yang terdiri dari foto pernikahan, kedua anak kembarnya yang masih berumur 3 tahun, foto keluarga besarnya, foto dirinya bersama sahabat-sahabatnya semasa kuliah dan juga foto ketika ilham-anaknya bersama kedua anak Fachry-Rey dan Aira.  Dengan tangan yang terus bergetar, ia meraih sebuah foto yang menurut sangat berarti yaitu foto dimana terdapat dua orang anak kecil yang tersenyum bahagia sehingga memamerkan giginya yang ompong dan foto itu diambil saat hari pertama Ilham masuk SD dan Aira masuk TK.

Adrian tak menyangka bahwa dia bakal bertemu lagi dengan sahabat nya yaitu Fachry setelah mereka lost contact selalu kurang lebih 5 tahun dan itu berkat anak-anak mereka yang bertemu di taman sekitaran kompleks. Dengan mata yang masih menitikkan airmata ia mendekap bingkai foto itu di dada nya dan hal tersebut membuat ia semakin sesak karena mengingat keadaan yang sekarang ini.

Adrian tak henti-hentinya meminta maaf dan menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi bukannya hanya kepada keluarga besarnya tetapi juga kepada keluarga sahabatnya itu yang merasa ia khianati.

Mungkin jika akhirnya Fachry atau orang lain mengetahui keberadaan Ilham atau terungkap nya kebenaran yang ia tutup selama kurang lebih 3 tahun ini, takkan ada lagi satu orang pun yang percaya akan kemampuan, perkataan serta perbuatan baiknya yang ia lakukan. Semua kerja keras itu seakan sia-sia dan lenyap bagi orang yang berpikir demikian.
Di satu sisi, ia sangat ingin mengumumkan kepada dunia bahwa anaknya yang selama ini mereka anggap telah tiada tetapi kenyataannya Dialah yang menyembunyikan anaknya tersebut, entah apa dipikirannya saat itu.

Dengan pemikiran yang dangkal ia merekaya kematian anaknya sendiri dan bodoh nya lagi dengan hal tersebut membuat hubungan persahabatan ia dan Fachry sangat renggang serta menimbulkan kebohongan sangat besar karena ulahnya itu.

*•••*


IsnaZuhaira

LATEWhere stories live. Discover now