Chapter Twenty Two : The Journey part 1

13.1K 2.3K 50
                                    

Alex tidak ingin melepas pandangannya dari Jimmy ataupun Jhonny yang menghasilkan mimik wajah yang berbeda-beda begitu dia selesai mengatakan pertanyaanya. Jhonny terlihat sedikit bingung pada awalnya walaupun tidak begitu menunjukkannya, sementara Jimmy terlihat seperti sudah menduga kalau suatu hari pertanyaan itu akan dilontarkan oleh laki-laki yang kini menuggu jawaban dengan gelagat tidak sabar.

Laki-laki Asia bertubuh kurus tinggi itu mendadak berdiri tegak dari posisinya yang bersandar di dinding. Dia mendengus meremehkan, senyumnya merekah dengan kepala yang menggeleng-geleng pelan seperti tidak habis pikir. "Kenapa Alex? Khawatir kalau perjanjiannya dibatalkan? Takut kesempatanmu bertemu Helena kembali ke titik nol?"

Keningnya langsung mengkerut begitu mendengar pertanyaan balasan dari Jimmy. Lalu tanpa bisa ditahan Alex menoleh ke arah Mia yang masih berdiri di belakangnya. Mendapati mata coklatnya yang bulat menatap Alex tidak mengerti, sebelum dia kembali menoleh ke arah Jimmy dengan perasaan lebih berang lagi.

"Aku tidak pernah mengatakan hal itu."

"Jadi kau sudah tidak peduli lagi akan bertemu dengan Helena atau tidak? Sudah memutuskan untuk loyal kepada kelompokmu sekarang?" Jimmy maju beberapa langkah lebih dekat dengan suara yang meledak-ledak, seolah dia sudah memendam hal ini dari sejak lama.

Alex mulai mengepalkan tinjunya, napasnya tidak beraturan dan dadanya terasa sesak dengan amarah. Dia bahkan sudah memikirkan cara terbaik untuk menyerang ke arah Jimmy, sama seperti apa yang dia lakukan di pagi hari sebelum penyerangan ke kelompok mereka terjadi. Namun bedanya, kali ini dia akan memastikan kalau Jimmy benar-benar tidak akan bisa membuka mulut besarnya lagi.

"Sudah cukup." Jhonny melerai keduanya dengan nada otoritas yang tidak terelakkan.

"Kau tidak muak dengan tingkah orang kepercayaanmu ini, Jhonny? Dia bertindak seolah dia peduli dengan kita tapi sebenarnya tujuannya hanya ingin memperalat kekuasaanmu untuk menemukan gadis itu."

"Si brengsek ini." Alex berjalan ke arah Jimmy. Namun ditahan oleh Mi yang buru-buru menggenggam tangannya, sementara Carlos juga ikut mengambil posisi di depan Alex. Meletakkan satu tangannya di dada Alex yang kini naik-turun tidak berarturan akibat menahan emosi.

"Aku bilang cukup, kalian berdua!"Jhonny menaikkan nada suaranya sedikit lebih tinggi, tapi sudah cukup untuk membuat semua orang patuh. Bahkan Jimmy langsung menutup mulut walaupun dia tampak masih belum selesai mengeluarkan semua isi hatinya. Jimmy tersenyum getir, sambil melihat ke arah lain dengan campuran kesal.

"Kau harus berhenti menyerang dan berprasangka buruk tentang anggota kelompokmu, Jimmy. Kalau kau tidak percaya pada anggotamu maka tidak ada lagi yang bisa kau percayai di dunia ini. Aku tidak mau mendengar tuduhan-tuduhan semacam itu lagi yang memancing keributan karena kita sedang berada di situasi yang memaksa kalian untuk bekerja sama. Suka atau tidak, tahan dan gigit ekor kalian sendiri dasar anjing keparat." Jhonny menengo ke arah Jimmy dan Alex bergantian ketika mengatakan kalimat terakhirnya. Kalimat yang berhasil membungkam semua orang, kecuali Alex.

Dengan nada sinis yang disengaja, Alex bergumam tidak cukup pelan, "Ya Tuhan aku benci kelompok ini." Yang terdengar jelas oleh seisi ruangan. Mia meremas tangan Alex yang dia genggam namun laki-laki itu tidak peduli. Dia lebih memilih hancur oleh tinju Jhonny sendiri ketimbang terlihat patuh di depan musuhnya, dan Jhonny tahu hal itu. Bertahun-tahun menjadi pemimpin orang-orang ini membuatnya hafal dengan sifat masing-masing. Terutama Alex dan sifatnya itu.

"Aku bukan musuhmu, Alexandru. Begitu juga dengan Jimmy, Carlos, Annona dan anggota kita yang lain." Ujarnya seperti tengah bicara dengan anak kecil yang membuat Alex mendengus jengkel. "Kau tidak perlu menunjukkan kebolehanmu membuat orang lain marah karena aku lebih mengenalmu daripada orang lain."

Behind The Wall (Behind The Wall Trilogy #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang