Kebangkitan Ditta

3K 92 33
                                    

Dion meremas frustasi kertas di tangannya. Sudah sekian kertas dia buang di lantai kamarnya. Dion membanting tubuhnya di ranjang dan menutup telinganya dengan headset sambil memasang musik dengan volume kencang. Suara-suara di luar pintu kamarnya membuatnya semakin frustasi.

“Dion? Dion? Dion? Buka pintunya Yon... gue mohon... Yon?”

Suara yang mencabik hati Dion itu tak kunjung berhenti sejak dia kembali ke rumah. Dion sudah mengemasi seluruh barangnya dan berencana pergi esok pagi. Namun dia sendiri menjadi tak yakin bisa meninggalkan rumah itu tanpa bertatap muka dengan gadis yang tengah merengek di balik pintu itu.

“Damn!”

Dion menutup wajahnya dengan bantal dan bergelung di balik selimut. Dion sudah memutuskan. Dia sudah terlanjur kecewa. Dia sudah tak bisa percaya lagi. Harapannya pada Yuranka Leditya sudah pupus. Tak tersisa sedikitpun.

Dion terbangun begitu saja. Pukul 4 pagi. Dion melepas headset-nya dan mendapati ruangannya sunyi. Dengan segera dia membasuh wajahnya di wastafel di kamarnya dan merapatkan jaketnya. Ditariknya kopernya keluar kamar dengan hati-hati tanpa menimbulkan suara. Baru saja Dion melangkahkan kakinya keluar dari kamar, matanya mendapati sosok yang dulu selalu dikasihinya. Gadis itu terkulai lemah di sofa dengan mata membengkak dan bibir pucat. Rambutnya berantakan dan kacamatanya sedikit melorot. Ruam-ruam keunguan di tubuhnya tampak jelas karena tubuhnya hanya ditutupi tank top dan celana pendek.

Dion menepuk pipinya pelan. Berusaha menegarkan keputusannya. Kemudian dengan langkah cepat dan pelan dia mengambil selimut dari kamar dan menyelimuti tubuh kurus itu.

“Dion...”

Dion mundur beberapa langkah ketika gadis itu menggumamkan namanya. Setelah yakin gadis itu tak terbangun, Dion segera menyeret kopernya keluar dari rumah itu. Dion sengaja memarkir mobilnya agak jauh dari rumah agar ketika dia pergi, tak menimbulkan suara berisik.

Dion terdiam sebentar di depan kemudi. Dipandanginya rumah yang tampak mengerikan di langit pagi yang gelap itu. Giginya gemeletuk menahan perasaannya yang campur aduk. Kemudian dia menyalakan mesin mobilnya dengan tangan bergetar.

“Maafin gue Anka, selamat tinggal.”

****

Yuranka terbangun ketika sinar mentari masuk melalui jendela ruang tengahnya yang sedikit terbuka gordennya. Matanya tampak pegal dan pedih. Yuranka memandangi kain yang menyelimuti tubuhnya. Seketika dia berlari ke arah kamar yang pintunya terbuka. Berharap menemui kekasihnya yang akan tersenyum kepadanya dan memberinya pelukan selamat pagi. Tapi nihil.

Yuranka terduduk di tepi ranjang kekasihnya, dipeluknya selimut di tangannya. Air matanya kembali menetes, tubuhnya bergetar hebat. Baru kali ini Yuranka merasa begitu hancur ketika berhubungan dengan lelaki.

“Dion, kembalilah...” isaknya. “Pulang Dion, pulang...”

****

“Kamu serius sayang?”

Dion mengangguk pada mami dan papinya. Kedua orang tuanya saling berpandangan. Kemudian mami Dion mendekati putra satu-satunya itu. “Kenapa sayang?”

“Ini keputusan Dion Mi, jangan salahin Anka. Dion cuma belum siap aja,Mi, buat menikah. Dan Dion nggak mau maksa Anka nikah sama Dion.”

Maminya memeluk Dion erat. “Anka gimana?”

Dion melepas pelukan maminya. “Anka udah setuju kok Mi, lagipula Dion akan ambil S2 Dion di Manchester kan? Jadi masalah Anka yang bakal ikut Dion atau enggak tempo hari itu, udah beres kan?”

Papi Dion kini yang mendekati putranya dan menepuk pundak Dion pelan. “Kalau itu maumu kami nggak bisa memaksamu, Yon. Kapan kamu berangkat?”

Dion tersenyum simpul pada orang tuanya. “Terima kasih Mi, Pi, Dion akan segera berangkat setelah mengurus ijazah Dion dan wisuda Dion. Mungkiin seminggu lagi Dion udah akan berangkat.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 03, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Beauties and GeekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang