Aku memandang Jimin dengan tatapan aku benar kan?

Ia menatapku dan Chaerin tidak mengerti.

"Bagaimana bisa ..."

Aku mengangkat kedua bahuku lalu duduk kembali menghadap Chaerin dan mengusap lembut lagi kepalanya. Membiarkan pria bernama Park Jimin itu berjalan keluar dari kelas Chaerin.

*****

"Kau mau kemana?" ujarku sambil menahan tangan Chaerin ketika gadis itu hendak berjalan menjauh dariku.

"Tentu saja ganti baju, bodoh. Lepas." balasnya sambil melepaskan tanganku begitu saja.

Aku terdiam lalu berpikir.

Apa dia baru saja mengataiku bodoh? Mentang-mentang ia tahu kami seumuran dan dia bisa mengabaikanku begitu saja?

DIMANA IMAGEKU YANG 'DINGIN' PERGI?

Aku mengacak-ngacak rambutku frustasi lalu duduk di kursi penonton barisan kelima dari depan.

Aku memutuskan untuk menemaninya hari ini. Melupakan sedikit tentang olimpiade dan memberikan dia waktu untuk istirahat.

Dan karena keputusanku itu, aku diajaknya ke gedung teater sekolah. Menemaninya untuk berlatih. Tapi sejak tadi, aku tidak bisa melihat teman-temannya yang lain.

Ia tidak mungkin berlatih sendirian kan?

Ya, kecuali ada yang salah dengan otaknya.

Setelah beberapa menit berlangsung, ia keluar dari belakang panggung dengan hoodie berwarna biru dan celana olahraga sekolah kami. Rambutnya sudah ia ikat keatas. Walaupun sebenarnya tidak rapih, tapi tetap saja ia cantik.

Aku melipat tanganku di depan dada. Mencoba untuk fokus dengan apa yang ia akan lakukan.

Ia meletakan script yang ia pegang sebelumnya ke pinggir lalu mulai melakukan gerakan. Ia terlihat mau memulai menari.

Aku memang tidak bisa sepenuhnya mengerti gerakan apa yang ia lakukan. Tapi sepertinya kali ini ballet.

Badannya berputar berkali-kali dan selanjutnya ia melakukan gerakan split di udara.

Aku tak menyangka bahwa gadis bodoh seperti dia bisa melakukan tarian seindah ini. Namun tetap saja, mau sesulit apapun gerakan yang ia lakukan, ekspresinya tidak berubah. Ia tetap terlihat murung. Mencoba menahan semua penderitaannya sendirian.

Setelah hampir 1 jam ia terus menerus menari dan sering sekali lututnya jatuh ke lantai. Aku beranjak dari tempat duduk dan mendekati panggung.

"Sudah cukup, Chaerin." ujarku padanya.

Aku sengaja membiarkan dia sebelumnya karena aku pikir dia harus melampiaskan semua perasaanya pada apa yang ia lakukan. Tapi sudah cukup kali ini.

Sudah cukup berapa kali kakinya terjatuh di lantai panggung. Sudah cukup badannya itu terjatuh. Sudah cukup keringat yang ia keluarkan hanya untuk memikirkan hal bodoh. Sudah cukup haus yang ia tahan karena sejak tadi yang ia lakukan hanya menari.

Ia tidak mendengarkanku. Ia justru bangkit berdiri lagi dan mulai melakukan awalan untuk memulai lagi tariannya.

Aku mendecak sebal,"Benar-benar keras kepala."

Aku akhirnya nekat naik keatas panggung lalu menarik kasar tangannya,"Cukup, Chaerin."

"Lepas!" teriaknya frustasi.

"Tidak akan."

Ia semakin meronta-ronta. Dan justru aku semakin memperkeras genggamanku pada pergelangan tangannya. Aku tahu, ini pasti sakit sekali. Tapi justru ia akan lebih kesakitan kalau melanjutkan terus hal ini.

[C] 다시 놓기;RESET.Where stories live. Discover now