Hijab Hitam Bercerita

2.3K 29 0
                                    

Ketika aku berada dikamar, aku mendengar suara seseorang sedang membuka pintu depan Rumahku, lalu aku coba perhatikan dan ternyata ayah telah tiba di rumah. Ku perhatikan sebagian pakaiannya terbasahi oleh kucuran keringatnya, saat itu aku segera keluar dari kamarku dengan membawakannya seloyang kue yang bertuliskan "aku siap berubah menjadi lebih baik". Kue tersebut aku pesan dari Amira yang biasa menjualkan kue buatan ibunya. Sebuah potret yang cocok, saat itu ayah dan ibu sedang bersantai diruang keluarga. Lalu aku perlahan menghampiri mereka, seketika itu pula ayah dan ibu mengetahui aku sudah ada dibelakang mereka.

"Ibu, Ayah... aku teramat menyayangi kalian, aku tak ingin membuat kalian menitikkan air mata atas perbuatanku ini". Ucapku terasa kaku, saat itu berbicara pun rasanya diriku tak sanggup, hingga pada akhirnya air mata ini mengalir seiring dengan kata-kata yang ku lontarkan tadi.

"Sini nak, duduklah disamping Ayah", seru ayahku.

Kemudian aku menghampiri ayah tanpa satu patah kata pun, ditemani air mata yang membasahi pipiku, serta dorongan hati yang ingin diriku berbicara dihadapan mereka.

"Ayah sayang padamu nak, kamu adalah tempat infestasi pahala bagi ayah nak, jaga kepercayaan ini ya nak". Ucap ayahku dengan bibir bergetar dan terbata-bata.

Baru kali ini diriku melihat wajah ayah di penuhi derai air mata.

Kemudian sang ibu melanjutkan, "Nak, kamu nampak cantik, hari ini akan menjadi sejarah perubahanmu. Ibu mendukung perubahanmu nak". senyumnya begitu menekan hatiku agar selalu mencintai sosok sang ibu.

Esok hari sepulang Sekolah, ayah sudah ada di Rumah bersama ibu menemani disampingnya.

"Assalamu'alaikum", aku ucapkan salam namun tak sanggup aku usik keromantisan ayah dan ibu kala itu.

"Wa'alaikumussalam, sini nak ibu mau bicara sama kamu". Ibu memerintahkanku sembari menepukkan tangannya dikursi dimana dia duduk.

Kemudian Kuhampiri mereka seraya bertanya "ada apa ibu?"

"Hari ini kita akan pergi ke pusat perbelanjaan, kita akan belanja keperluan kamu dan perubahanmu", dengan senyum indahnya ibu memberi kabar gembira kepadaku.

Ketika itu kami langsung berangkat menaiki mobil pribadi yang dimiliki ayah 3 tahun yang lalu. Setelah tiba di pusat perbelanjaan, kami bukannya langsung masuk kesana. Melainkan sang ayah menyuruh kami agar menunaikan shalat Ashar terlebih dahulu di Masjid yang bersebelahan dengan Toko pembelanjaan. Lalu kami pun setuju dan bergegas pergi kesana. Usai dilaksanakannya shalat Ashar, kami pun berbelanja dengan tenang tanpa ada rasa was-was sedikit pun. Saat itu ayah memilihkanku satu jilbab yang begitu indah nan sederhana, jilbab itu berwarna hitam dan mampu membuat mataku terpaku padanya. Saat itu aku suka dengan jilbab tersebut, ditambah lagi ada pasangan kerudungnya pula, Saat itu hatiku berbunga-bunga. Lalu ibu pun ikut memilihkan jilbab untukku, kemudian ibu mengambil jilbab yang berwarna coklat, saat mataku tertuju oleh pilihan sang ibu, rasanya begitu manis dan aku tak dapat berontak tuk mengatakan bahwa aku tidak mau. "Aku sungguh mau itu". Ujarku. Kemudian aku pun memilih satu pasang jilbab dan khimar berwarna teduh yaitu hijau, Warna hijaunya tidak mencolok dan menarik perhatian orang lain. Hatiku senang sekali mendapat dukungan dari kedua orang tua atas pilihan yang kuambil itu. Setelah kami puas memilih barang di pusat perbelanjaan, kami pun bergegas menuju Kasir. Kemudian sang ayah mengeluarkan isi dompetnya seraya membayar barang belanjaan kami.

Diperjalanan pulang, suasana sejuk menambah rasa bahagia kami. Dalam hati ini diriku berharap, semoga baju-bajuku ini bermanfaat dunia-akhirat. Ridha orangtuaku telah kudapatkan, semoga ridha-Nya aku dapatkan juga, Aamiin. Saat itu jalanan ramai disore hari, begitu ramai sekali. Satu hal yang membuat kami terkejut dalam perjalanan pulang itu, yakni saat pengendara motor dari balik tikungan tajam melaju cepat di depan mobil yang di kendarai ayah. Brakk..!! Suasana bahagia berganti haru kala itu, Air mataku pecah melihat keadaan ayah berlumuran darah dikemudinya, sedang ibu mendekap erat tubuhku. Lalu pengendara lain pun berhenti seraya menolong kami. Saat itu ayah tak sadarkan diri dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit. Kami sangat cemas dengan kondisi ayah, Dokter disana mengabarkan bahwa ayah koma, sontak aku menangisi kejadian ini. Sekali lagi kupandangi jilbab baru yang ada ditas jinjing bermerk itu, ini jilbab pemberian ayah, aku ingin ayah dapat melihatku saat aku mengenakannya.

Seraya diriku berdo'a,"Ya Allah izinkanlah dia melihatku mengenakan jilbab ini". derai air mata pun mengalir deras membanjiri suasana sunyi kala itu. Sedangkan ibu menangis dan bersandar dibahuku. Tak sanggup lagi kami berkata-kata, hanya air mata kami yang berbicara atas apa yang telah terjadi kala itu. Adzan maghrib pun berkumandang, lalu ibu mengajakku tuk shalat di Masjid dekat dengan Rumah Sakit dimana ayah dirawat. Aku pun mengiyakan ajakan sang ibu seraya berdiri dan berjalan menuju lokasi. Nantinya, Masjid itu menjadi saksi sejarah dimana aku menangisi keadaan ayah yang berada diruang ICU sana. Kami pun shalat, dalam do'a diriku berharap, "Ya Allah, hanya kepada-Mu lah tempat kami kembali, Dan tiada seorang pun yang sanggup melarikan diri dari kematian. Ya Allah, sekiranya Engkau meridhai atas kesembuhan ayahku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha menyembuhkan segala penyakit yang diderita hamba-Mu. Aku memohon pada-Mu, izinkan ayah melihatku mengenakan jilbab pemberiannya, izinkan aku melihat senyum manisnya, izinkan aku menjadi sosok anak kebahagiaan untuknya". Penuh haru, penuh harap, Sungguh aku tak mampu membendung air mata ini. Air mata ini memaksakan diri tuk meluncur mengalir dipipiku. Usai menunaikan shalat, kami pun kembali pada ruang menunggu pasien. Lalu, Dokter menghampiri kami yang sedang duduk didepan ruangan ayah terbaring, bak kilat menyambar dan gemuruh guntur yang mengaung, Dokter mengagetkanku seraya memberikan kabar. Dia sampaikan hal yang membuatku berkenyut kening, bahkan saat itu air mataku pun belum kunjung kering.

Sang Dokter berkata pada kami...(bersambung)

***

Catatan HijrahkuWhere stories live. Discover now