Jilid 17 (TAMAT)

2.2K 40 2
                                    

"Yang Mulia, lo-cian-pwe ini benar kalau mengatakan bahwa paduka terlalu lemah sehingga mudah diperdaya orang. Paduka tidak tahu bahwa ada komplotan besar yang bergerak di belakang paduka yang merencanakan semua pembunuhan atas diri para pangeran itu. Paduka tidak tahu bahwa Pangeran Cheng Lin yang berdiri di belakang paduka itu adalah seorang manusia berhati iblis yang menyamar sebagai Pangeran Cheng Lin, dan bahwa Pangeran Cheng Lin yang aseli bukan lain adalah saudara Han Lin inilah"

Tentu saja ucapan yang lantang sekali ini seperti menyambarnya halilintar dalam cuaca terang. Semua orang terkejut dan pada saat itu, sesosok bayangan meluncur dari atas panggung Kaisar dan melayang ke atas panggung di mana Sian Eng berdiri.

"Bohong! Fitnah! Perempuan busuk engkau patut mati!" Ki Seng sudah menerjang bagaikan seekor burung elang menyambar, kedua tangannya sudah memukul dan mendorong dengan pengerahan tenaga sakti ke arah Sian Eng. Han Lin melihat serangan yang amat berbahaya itu. Diapun melompat ke depan Sian Eng menyambut serangan itu dengan kedua telapak tangannya pula.

"Blaarrr.....!" Dua tenaga sakti yang amat dahsyat dan kuat itu saling bertumbukan dan akibatnya, tubuh Ki Seng terpental keluar panggung dan tubuh Han Lin juga terdorong mundur. Dua orang pemuda itu sudah siap lagi untuk saling serang, akan tetapi pada saat itu terdengar suara Kaisar Cheng Tung.

"Semua berhenti! Yang berani bergerak menyerang berarti menentang perintah kami dan akan dihukum berat!"

Mendengar perintah ini, Ki Seng tidak berani bergerak, akan tetapi dia menoleh ke arah panggung tempat kaisar berada dan dia berseru dengan lantang. "Akan tetapi, ayahanda Kaisar yang mulia! Mereka ini berani melempar fitnah dan menghina hamba, berarti mereka berani menghina paduka pula!"

"Diamlah dulu, Pangeran Cheng Lin. kami akan menyelidiki semua ini dan kalau mereka bersalah, pasti kami jatuhi hukuman. Tidak perduli siapa, kalau dia bersalah pasti tidak akan terlepas dari hukuman. Sekarang kami perintahkan engkau Cheng Lin dan juga semua pangeran, dan kalian bertiga yang didakwa sebagai pembunuh, agar menghadap kami dalam persidangan. Paman Kakek Cheng Hian Hwesio juga kami persilakan hadir dalam persidangan, demikian pula semua menteri agar hadir dan ikut menyaksikan!" Setelah berkata demikian, Kaisar Cheng Tung membungkuk terhadap Cheng Hian Hwesio dan meninggalkan panggung kembali ke dalam istana.

Dapat dibayangkan betapa panik rasa hati Pangeran Cheng Boan melihat betapa keadaan menjadi berbalik dan mengancam dirinya. Akan tetapi, hadirnya Cheng Hian Hwesio bekas kaisar Hui Ti sungguh membuat dia tidak mampu berkutik. Diapun tidak berani mengerahkan para pembantunya untuk menyerang Han Lin dan dua orang gadis itu. Han Lin saja sudah demikian lihainya, apalagi Cheng Hian Hwesio yang menjadi gurunya. Juga para pejabat tinggi kini menggiringkan Cheng Hian Hwesio dan tiga orang muda itu. Dia tidak berdaya, tidak berani bergerak dan terpaksa mengikuti mereka masuk ke istana, menuju ke ruangan persidangan di mana Kaisar Cheng Tung sudah duduk dijaga ketat oleh para perwira pengawal yang berdiri di belakang tempat duduk kaisar.

Mereka semua menghadap Kaisar. Dalam ruangan persidangan ini, para penghadap tidak berlutut seperti biasa, melainkan disediakan kursi-kursi untuk mereka, di bagian yang lebih rendah daripada tempat duduk kaisar. Kaisar Cheng Tung menghendaki demikian karena terasa tidak enak dan tidak leluasa baginya kalau harus bersidang dengan orang-orang yang berlutut. Hui Sian Hwesio mendapatkan kursi kehormatan di sebelah kiri kaisar Cheng Tung yang menghormatinya sebagai sesepuh. Para menteri duduk di kiri kanan. Empat orang pangeran, yaitu Pangeran Cheng Hwa, Cheng Ki, Cheng Tek dan Cheng Lin palsu duduk menghadap di depan kaisar. Tak jauh dari situ, menghadap Kaisar pula, Han Lin, Sian Eng dan Kiok Hwa berlutut di atas lantai.

Sebagai pesakitan tentu saja mereka tidak duduk di atas kursi, melainkan berlutut. Suasana dalam ruang-persidangan itu hening dan angker, dengan penjagaan yang ketat sehingga Sian Eng yang biasanya rewel itupun tidak banyak ulah, melainkan menurut saja ketika disuruh berlutut di sebelah kiri Han Lin, sedangkan Kiok Hwa berlutut di sebelah kanan pemuda itu. Suasana hening itu membuat suara Kaisar Cheng Tung terdengar lantang dan jelas ketika dia berkata sambil memandang Cheng Hian Hwesio yang duduk di sebelah kirinya.

Suling Pusaka Kumala - ASKPHWhere stories live. Discover now