Jilid 2

3.1K 38 0
                                    

Chai Li mengangguk-angguk dengan air mata bercucuran. Hidup ia dan puteranya kini seluruhnya bergantung kepada pertolongan tiga orang pertapa itu. Gobi Sam-sian (Tiga Dewa Gobi) lalu menyuruh Chai Li menggendong puteranya dan menunggang kuda. Kemudian mereka mengawal nyonya yang malang itu menuju ke selatan.

Akhirnya mereka tiba di Pao-tow, sebuah kota yang cukup ramai di tepi Sungai Huang-ho yang mengalir ke utara. Di kota ini Gobi Sam-sian mendapatkan seorang wanita janda tua berusia lima puluh tahun lebih yang hidup seorang diri. Janda Itu menerima Chai Li dan puteranya dengan gembira, apalagi karena Chai Li berjanji akan bekerja sendiri untuk keperluan ia dan puteranya. Setelah mendapatkan tempat bernaung untuk Chai Li, Gobi Sam-sian meninggalkan wanita itu dan berjanji akan datang dan mulai mengangkat Cheng Lin seba murid kalau Cheng Lin sudah berusia enam tahun. Chai Li merasa terharu berlutut sebagai tanda terima kasih kepada tiga orang sakti dari Gobi itu.

Janda tua yang hidup seorang diri Pao-tow, menempati rumah sederhana yang tidak berapa besar, tidak kecewa menerima Chai Li. Ternyata walau Chai Li tidak dapat bicara dengan jelas wanita cantik ini pandai sekali menyulam dan sebentar saja hasil sulamannya terkenal di daerah Pao-tow. Banyak orang membelinya dengan harga mahal sehingga mereka mendapatkan hasil uang yang cukup untuk menghidupi mereka bertiga.

Setelah Cheng Lin yang tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan cerdas berusia lima tahun, Chai Li yang memiliki penghasilan cukup lalu mengundang orang guru sastera untuk mengajar putera nya. Puteranya adalah putera kaisar, maka sejak kecil harus diajar kesusasteraan dan kebudayaan, juga kitab-kitab agama yang mengajarkan tentang filsafat dan kehidupan, agar kelak menjadi seorang pandai di samping pelajaran ilmu silat yang akan diterimanya dari Gobi Sam-sian kalau Cheng Lin sudah berusia enam tahun. Anak itu kelak harus menjadi seorang bun-bu-coan-jai (ahli sastera dan silat).

Beberapa orang anak tetangga yang mampu membayar guru ikut belajar sehingga terkumpul belasan orang anak seusia Cheng Lin yang ikut belajar dari guru sastera yang diundang itu. Tempat belajar mengambil tempat di sebuah gudang yang tidak terpakai lagi dan setiap hari dari tempat itu terdengar anak-anak itu menirukan gurunya membaca ujar-ujar atau filsafat dari kitab-kitab suci. Can Sianseng (Tuan Can) begitu panggilan guru yang mengajarkah sastera kepada belasan orang anak itu, adalah seorang laki-laki berusia lima puluh tahun. Tubuhnya kurus sekali seperti cecak kering dengan leher panjang dan mukanya memanjang dan menajam seperti muka kuda.

Dia adalah seorang siucai (sarjana) yang gagal dalam ujian negara karena miskin. Pada masa itu, betapapu pandai dan cerdiknya seorang mahasiswa kalau kantongnya kempis, jangan harap akan dapat lulus ujian negara. Sebaliknya seorang mahasiswa malas yang otaknya kosong sekalipun, kalau kantungnya tebal dapat dengan mudah lulus ujian negara mendapat gelar siucai dan memperoleh kedudukan. Tidaklah mengherankan apabila mereka yang memperoleh kedudukan itu mempergunakan kedudukannya untuk mengeruk uang sebanyak mungkin, untuk menebus semua biaya besar yang telah mereka keluarkan ketika mengikuti ujian.

Can Sianseng yang miskin hanya menjadi seorang sarjana gagal dan mencari nafkah dengan mengajarkan kesusasteraan kepada anak-anak dengan menerima upah sekadarnya. Dia hidup menyendiri dan tidak berkeluarga, dan kepada para muridnya dia terkenal bersikap keras dalam mengajar. Tangan kanannya selalu memegang sebatang bambu yang siap untuk dipukulkan kepada murid yang dianggapnya malas dan bodoh, dan kalau memukul diapun tidak tanggung-tanggung, yang dipukulnya tentu kepala anak-anak yang kepalanya gundul dikuncung pada ubun-ubunnya itu. Pada suatu pagi yang cerah, terdengar bunyi suara kanak-kanak itu menirukan gurunya, suaranya serempak dan terdengar lantang.

"Su-hai-lwe-kai-heng-te-yaaa.....! (Di empat penjuru semua orang adalah saudara)" Ucapan ini adalah sebuah ajaran Nabi Khong-cu yang mengajarkan bahwa di seluruh dunia ini manusia adalah saudara.

Suling Pusaka Kumala - ASKPHWhere stories live. Discover now