Jilid 9

2.3K 27 0
                                    

"Kita berlindung di sini. Mereka tidak akan mampu menyerang kita," kata Han Lin.

"Akan tetapi, Lin-ko. Berapa lama kita akan mampu bertahan di sini? Jika tidak mampu keluar dan kita tentu akan mati kelaparan di tempat ini." kata Kiok Hwa dengan suara lembut dan sikap tenang.

"Kita tunggu sampai terang tanah baru mencari jalan untuk dapat keluar dari sini," kata Han Lin.

Mereka bertiga tidak dapat berbuat lain kecuali menanti lewatnya malam yang gelap dalam guha itu. Mereka bertiga duduk bersila dan menghimpun tenaga untuk menghadapi segala kemungkinan. Diam-diam Han Lin merasa lega juga melihat sikap kedua orang itu. Kiok Hwa tampak tenang sekali, sedangkan Eng-ji yang kelihatan marah kepada musuh juga sama sekali tidak kelihatan takut. Bahkan Eng-ji bersikap seolah hendak menghibur dan membesarkan hati kedua orang kawannya.

"Kalian tunggu saja. Kalau mereka berani memasuki guha ini, mereka akan kubunuh semua! Jangan takut selama masih ada aku di sini." katanya kepada Han Lin dan Kiok Hwa. Kiok Hwa tersenyum melihat lagak Eng-ji.

"Masih baik kalau mereka memasuki guha dan mencoba menyerang kita, karena kita mendapat kesempatan untuk lolos. Akan tetapi kalau mereka hanya berjaga di luar dengan senjata rahasia mereka dan mencegah kita keluar dari sini, bagaimana?" tanya Kiok Hwa.

"Kita coba lagi untuk menerjang keluar!" kata Eng-ji penuh semangat.

"Kita tunggu sampai besok baru kita mencari jalan kejuar. Sekarang lebih baik kita beristirahat sambil menghimpun tenaga untuk menghadapi besok." kata Han Lin.

"Wah, mana mungkin aku dapat tidur? Dalam keadaan terperangkap, terkepung dan tidak berdaya begini? Lebih baik kita mengobrol dan menceritakan riwayat kita masing-masing. Kita sekarang sudah senasib sepenanggungan, sudah sewajarnya kalau kita lebih mengenal satu sama lain. Kalau kita sudah pernah bercerita tentang riwayat hidup kita, sekarang toleh diulang lagi dengan jelas. Giliran-ku lebih dulu, enci Kiok Hwa. Ceritakanlah siapa orang tuamu, siapa gurumu dan dari mana engkau berasal?" Kiok Hwa menghela napas panjang.

Teringat akan keadaan dirinya yang sebatang kara dan tidak mempunyai keluarga lagi, ia menjadi sedih juga. Ditelannya kesedihannya dan sambil mengembangkan senyum di wajahnya ia menjawab.

"Tidak ada yang menarik dalam riwayatku. Aku dilahirkan di sebuah dusun kecil yang tidak berarti. Ayahku seorang ahli sastra yang gagal menjadi sarjana dan hidup miskin bersama ibu dan aku di dusun, hidup sebagai petani penggarap karena tidak mempunyai tanah sendiri. Ilmu kesusasteraan yang dikuasainya sama sekali tidak ada harga dan gunanya di dusun yang kecil terpencil itu. Pada suatu waktu, dusun kami dilanda wabah penyakit yang amat ganas. Kami sekeluarga diserang penyakit. Pada waktu itu muncullah seorang ahli pengobatan yang merantau. Dia adalah Thian-beng Yok sian. Dia turun tangan mengobati penduduk dusun yang terserang penyakit. Dia juga mengobati kami, akan tetapi hanya aku yang dapat diselamatkan. Ayah dan ibuku sudah terlampau berat penyakitnya dan meninggal dunia, meninggalkan aku seorang diri di dunia ini. Aku lalu diambil murid oleh Thian-beng Yok-sian dan ikut suhu merantau sambil mempelajari ilmu silat dan ilmu pengobatan. Akan tetapi aku lebih tekun mendalami ilmu pengobatan karena setelah ayah dan ibu meninggal karena penyakit, aku mengambil keputusan untuk memerangi penyakit dan menyembuhkan orang-orang yang terserang penyakit tanpa membedakan kaya miskin, pintar bodoh atau baik maupun jahat."

Eng-ji mengerutkan alisnya. "Hemm, sekarang mengertilah aku mengapa aku melihat Sam Ok masih segar bugar, pada hal ia telah terkena pukulan Toat-beng lok-ciang dariku. Tentu engkau yang telah mengobati dan menyembuhkannya, enci Kiok Hwa."

"Benar, Eng-ji. Aku melihat ia terluka keracunan lalu aku mengobatinya."

Eng-ji menghela napas. "Boleh saja engkau tidak membedakan antara kaya miskin atau pandai dan bodoh. Akan tetapi kalau engkau menolong dan mengobati yang jahat, itu berarti mencari penyakit sendiri! Lihat buktinya, walau pun engkau telah menolong Sam Ok, tetap saja ia memusuhimu."

Suling Pusaka Kumala - ASKPHWhere stories live. Discover now