[Pâtissier] Hidden

Start from the beginning
                                    

Mereka janjian di sebuah café. Yoo Ae tiba lebih dulu dan memesan tempat. Sepuluh menit dia menunggu, ia melihat sahabatnya itu datang dari pintu masuk café sambil melambaikan tangan pada Yoo Ae.

Sangat terlihat bahwa sahabatnya itu bahagia dengan kehidupan pernikahannya. Dapat dilihat dari perutnya yang tengah membuncit, wajahnya yang semakin bersinar karena senyumannya.

"Maafkan aku, apa kau menunggu terlalu lama?" tanya Hyeyoung setelah dia mengambil tempat duduk di depan Yoo Ae.

Yoo Ae menggeleng. "Jangan terburu-buru, aku kan sudah bilang kau bisa datang jam berapapun."

Hyeyoung tertawa. "Maafkan aku, aku harus berdebat kecil dengan suamiku dulu. Dia ngotot ingin menemaniku bertemu denganku, kau tahu kalau dia orang yang keras kepala."

"Dan kau lebih keras kepala dari dia."

"Tentu saja! Akhirnya dia hanya mengantarku sampai depan café. Jadi, kenapa kau ingin bertemu denganku?"

Yoo Ae tersenyum tipis. Memang apalagi yang harus dia katakan selain kehidupannya yang menyedihkan? Hidupnya sangat hitam putih.

Keinginan mendapatkan keluarga yang bahagia seolah menjadi hal yang sulit untuk Yoo Ae. Jika Tuhan mengizinkannya, Yoo Ae akan bersyukur setiap harinya. Melihat senyuman pertama Yoongi untuknya, hanya itu hal terkecil yang dia harapkan.

"Kukira ungkapan bahwa cinta itu buta memang sepenuhnya benar. Kau sudah tersihir oleh suami 'es'mu itu," ujar Jihye.

"Kupikir bahwa aku yang bodoh karena sudah mencintai orang seperti dia. Tapi dia suamiku, apa yang salah? Meskipun dia tak pernah melihat padaku, aku yakin suatu saat akan ada waktu dia melihat betapa aku sangat mencintainya, menjadi istri yang telah disiapkan untuknya."

"Tapi bukannya kau juga harus mengatakannya? Kau tidak bisa menjadi satu-satunya orang yang tersakiti, dia setidaknya harus tahu bagaimana perasaanmu padanya. Kalian bukanlah remaja belasan tahun lagi, apa kau mau selamanya seperti ini?"

Yoo Ae tersenyum tipis sembari mengaduk jusnya. "Biarkan seperti ini saja dulu."

"Sampai kapan? Sebagai seorang wanita tentu kau memimpikan pernikahan yang bahagia bukan? Cobalah untuk pelan-pelan mendekatinya. Kau selalu diam di tempatmu, sedangkan Yoongi seperti es. Lantas bagaimana hubungan kalian bisa berkembang? Cobalah untuk berpikir rasional."

Yoo Ae hendak menjawab, namun ponselnya lebih dulu berdering. Dan betapa terkejutnya Yoo Ae ketika mendapati nama Yoongi yang menelponnya. Panjang umur sekali.

"Yeoboseyo?"

"Yeoboseyo. Apa ini dengan wali dari Min Yoongi?"

Astaga! Suara wanita! Kenapa ...

"I ... ya, saya isterinya," jawab Yoo Ae ragu.

"Nyonya, maaf tapi bisakah Anda datang ke rumah sakit S sekarang juga? Pasien Min Yoongi butuh persetujuan dari wali lebih dahulu untuk bisa dioperasi."

"A-apa? O-operasi? Kenapa ... ?"

"Pasien baru saja mengalami kecelakaan beruntun dan telah sampai di UGD. Tangannya patah dan keadaannya cukup parah, jadi kami—"

Yoo Ae langsung memutus sambungan telponnya. Tanpa pamit pada Hyeyoung, Ia langsung keluar dari café dan mencari taksi. Pikirannya kacau. Semuanya menjadi terfokus pada Yoongi. Bagaimana jika kemungkinan paling buruk terjadi pada Yoongi? Yoo Ae tidak bisa hidup tanpa manusia es it. Meskipun dia sering diabaikan oleh suaminya sendiri, perasaannya tetaplah sama. Tidak ada yang salah dari perasaan seorang istri pada suaminya sendiri. Dan sayangnya dia tidak bisa berpaling.

#1: A Simple Food and A Warm FamilyWhere stories live. Discover now