Gamis Pemberian Ibu

5.1K 75 4
                                    


Catatan Hijrahku

06/02/2017

Oleh: Pelangi Senja dan Embun Pagi

Masihku ingat kisahku dulu, ketika Amira mengajakku tuk ikut kajian Islam. Saat itu, aku begitu malas menanggapinya, sehingga diriku penuh alasan dan berharap dia lelah mengajakku. Karena sampai saat itu juga aku masih terus mencari alasan untuk menghindari kajian. Akan tetapi, pada suatu hari Amira berhasil mengajakku ke kajian. Ketika itu aku tidak beralasan apapun tuk menolak. Tidak ada alasan lagi mengerjakan tugas Sekolah, karena saat itu sekolah sedang libur. Beralasan membantu orang tua di rumah pun sepertinya itu alasan yang basi dan hal yang tabu. Hingga pada akhirnya, aku sampai didepan Masjid tempat dimana Amira dan kawan-kawannya biasa mengaji sepulang Sekolah dihari rabu. Awalnya aku malu tuk mengikuti kajian itu, karena saat itu aku masih baru disana, dalam diriku berkata, "apakah aku akan ada teman?". Saat itu aku ragu, tapi beberapa menit kemudian setelah duduk dikarpet hijau yang disediakan untuk para peserta, seorang Akhwat datang menanyai siapa namaku dan dimana aku tinggal.

"Assalamu'alaikum, Ukhti siapa namanya?", gadis cantik itu menjulurkan tangannya dengan senyuman indah dihiasi lesung pipinya yang menandakan betapa ramahnya dirinya.

"Wa'alaikumussalam, panggil saja saya Zahrah", jawabku. "Ukhti sendiri namanya siapa ya?", ujarku.

"Saya Bunga", tuturnya sambil tersenyum teduh kala itu.

"Dugaanku salah, ternyata teman-teman disini begitu ramah setelah aku berkenalan dengan bunga", ujarku dalam hati. Saat itu aku berkenalan dengan yang lain dan mendapatkan banyak teman disana.

Minggu selanjutnya aku ketagihan untuk mengikuti kajian tersebut. Tapi saat itu Amira tidak masuk sekolah lantaran sedang sakit. Aku pun malu jika datang seorang diri, saat itu aku butuh teman tuk menemani. Namun tiada satu pun yang mau ikut denganku. Pada akhirnya aku terpaksa tuk datang seorang diri menuju Masjid tempat diriku, Bunga, dan juga yang lain dipertemukan. Mungkin inilah yang dirasakan oleh Amira temanku, ketika diriku terus menolak dan terus menolaknya ketika diajak kajian olehnya. "Sedih rasanya, Amira saja bisa istiqomah mengajak dalam kebaikan, maka aku juga harus bisa dong", ucapku dalam hati. Ketika itu Amira merupakan sumber inspirasiku tuk tetap semangat walau terpaksa harus datang seorang diri ke kajian. Saat kajian dimulai, seorang Ustadz didepan menjelaskan "bahwa kita yang notabenenya seorang muslim, haruslah menjaga pergaulan dan memperhatikan auratnya, seperti yang dijelaskan Allah dalam Qs. An-Nur ayat 31 dan Qs. Al-ahzab ayat 59 sebagai sumbu referensinya, selain itu merupakan Sebuah perintah yang harus dilaksanakan khususnya kepada para Muslimah". Kurang lebih seperti itulah ucapan sang Ustadz yang masih melekat kuat dalam pikiranku.

Setelah memahami penjelasan itu, sontak aku malu pada diri ini yang masih membuka tutup kerudungku. Bahkan mengenakan jilbab pun belum. Seketika itu air mataku pecah dan terjatuh, memang saat itu aku tak kuasa tuk menahannya.

"Ya Allah... ampunilah aku atas dosa-dosaku, yang mana aku sering meninggalkan kerudungku ini", aku selipkan do'a ketika sang Ustadz menyampaikan materi kepada para peserta.

Sepulang dari kajian dan tiba di rumah, aku mencari-cari gamis pemberian ibu saat lebaran tahun lalu. Kala itu aku ingin sekali mengenakannya, aku ingin ibu tersenyum melihat anaknya menutup auratnya secara syar'i. Lalu kudapati gamis tersebut berada dalam lemari tumpukkan bajuku yang modis. Sedih rasanya, ketika melihat gamis nan indah pemberian ibu ada dibagian paling bawah dan hanya satu kali saja diriku mengenakannya, yaitu saat hari raya Idul Fitri kemarin. "Maafkan aku ibu, kurang menghargai pemberianmu. Maafkan aku ayah, dulu kubelanjakan uangmu hanya untuk berfoya-foya dan membeli pakaian yang dapat menjerumuskanmu pada Api Neraka. Sekali lagi Maafkan aku ayah, ibu, aku telah membebanimu dengan dosa-dosa yang telah aku lakukan". Ucapku dalam kamar yang sunyi, namun tak terasa air mata pun turut menemani curahan mulutku ini. Kemudian aku berazam, "pokoknya besok sepulang Sekolah nanti, akanku kenakan dan diriku pastikan senyum ibu menghiasi wajah teduhnya ketika melihat diriku berpakaian syar'i", ucapku dihadapan cermin. Namun, ketika itu aku masih diselimuti rasa kecewa karena kerudungku tiada yang syar'i. Semua yang ada hanyalah kerudung transparan nan pendek, Tak memenuhi kriteria syar'i dan aku menyesal menjadi gadis yang tumbuh sebagai gadis Fashionista, yang serba ingin jadi bahan perhatian lawan jenis dan sukanya menghamburkan uang akan sebuah fashion yang sedang trendi.

Sore itu tepat setelah Ashar, penampilanku sudah rapi dengan gamis yang menjuntai sampai menyentuh lantai. "Rupanya gamis ini masih sama seperti 1 tahun yang lalu, yakni terasa longgar", pikirku. Ditambah lagi dengan kerudung putih yang barusan tadi aku beli di Toko yang tidak jauh dari Sekolahku. Saat itu aku pandang, bagiku terlihat serasi dengan gamis bernuansa pink ini, Sengaja diriku memilih kerudung putih itu agar dapatku kenakan juga setiap pergi ke Sekolah.

Ketika aku berada dikamar, aku mendengar suara seseorang sedang membuka pintu depan Rumahku, lalu aku coba perhatikan dan ternyata... (bersambung)

***

Catatan HijrahkuWhere stories live. Discover now