Chapter 8

893 110 30
                                    



Suara yang sudah akrab di telingamu memanggil dengan keras. Dari nadanya saja sudah membuatmu merinding, membuatmu dapat merasakan kalau ia sedang dalam keadaan yang dapat membahayakanmu-marah.

Kau berlari sekencang yang kau bisa, sejauh yang kau bisa. Kau tak peduli sudah seberapa sakit kakimu, kau harus tetap pergi. Masalah kaki bisa diurus nanti. Sekarang, tujuanmu hanya pulang. Mendekam di kamarmu sendirian dan memeluk bantal, lalu membiarkan dirimu menangis sampai akhirnya jatuh terlelap sampai esok hari.

Tapi sayang, nasib berkata lain. Kakimu terlalu sakit untuk bergerak, bahkan terlihat membiru. Jika diingat-ingat, pasti kakinya terkilir saat ia jatuh pingsan. Sampai-sampai kakimu sudah seperti mati rasa dan terus melemah seiring melambannya langkahmu. Yang tanpa diduga berujung dengan dirimu terjatuh.

Kau mengaduh pelan dan menunduk demi menyembunyikan air matamu. kau terus berpikir, kenapa kau harus terus berlari dari orang ini? Alfred F.Jones? kenapa ia selalu mengganggumu? Mungkin ini akan terdengar egois, tapi kenapa ia tak mengganggu orang lain saja?

'Kenapa harus aku?' batinmu. Membuatmu tak kuasa lagi menahan air mata yang sudah menggenang. Tak bisa apa-apa, kau hanya membiarkan air matamu terus jatuh sementara kau berusaha untuk berdiri.

Tapi tak bisa.

Kau menolehkan kepalamu ke segala arah dan menyadari bahwa kau telah berlari sangat jauh hingga ke taman kota. Untungnya kau berlari ke tempat yang bersemak, sehingga kau bisa duduk untuk sementara waktu dan beristirahat hingga kakimu bisa berjalan lagi.

Bersandar pada sebuah pohon di dekatmu, tatapanmu mengarah pada langit yang sudah berwarna oranye. Sesekali menyeka tetesan air yang tak kunjung berhenti keluar dari sudut matamu.

Kau mulai meringkuk, memeluk kedua lututmu dan membenamkan wajahmu yang sudah basah.

'Kapan semua ini akan berakhir?' kau terus bertanya pada dirimu sendiri. Kau sudah terlalu lelah dengan realita yang kejam ini. Dan kau ingin sekali mengakhiri semuanya.

Bagaimana?

Ingin sekali kau mencoba untuk menjadi pemberani seperti tokoh di film-film, yang akan melawan saat ditindas dan membuat para penindas sialan itu tak akan berani lagi mengganggu tokoh itu lagi.

Sayang, kenyataan tak semudah apa yang ada di film.

Karena melawan hanya akan berujung pada babak belur. Tak mungkin juga melapor pada guru atau siapapun. Karena ia pasti akan lebih marah lagi. Paling-paling juga ia hanya di keluarkan dari sekolah. Hal semacam itu takkan mmapu menghentikannya. Ia bisa menunggu di depan sekolah atau dimana saja untuk membalas dendam. Terlalu banyak resiko.

Ah lihat, sekarang kau jadi paranoid.

Jadi, bagaimana? Sekali lagi pertanyaan itu muncul di benakmu.

"(name)?"

Kau menegang, tapi sesaat setelah kau mengenali suara itu, tubuhmu kembali rileks.

Kau tak mengangkat kepalamu. Sebaliknya, kau memilih untuk mendengarkan apa yang akan ia katakan. Lagipula kau tak mau memperlihatkan wajahmu yang terlihat menyedihkan saat ini.

"Tadi... aku melihatmu lari keluar sekolah." Kiku duduk di depanmu. Menatap lurus ke arahmu tanpa sedetik pun mengalihkan pandangan. Dari matanya terpancar jelas betapa khawatirnya ia padamu.

Tak mendapat respon apapun, Kiku meneruskan. "Sepertinya aku benar-benar harus memberitahu ibumu." Katanya sembari mengeluarkan hpnya dari saku celananya.

Sebelum Kiku dapat mencari nomor ibumu, kau menengadahkan kepalamu dan memegang erat pergelangan tangan lelaki berambut hitam itu secara spontan.

"Jangan panggil...!" akhirnya suaramu yang parau dan lemah keluar. Tangan kirimu menyambar pergelangan tangan guru senimu ini, menahannya erat agar ia tak memencet tombol 'panggil' di nomor ibumu.

Ia menatapmu dengan penuh pertanyaan dan kekhawatiran, tanpa suara ia meminta izin sekali lagi padamu untuk membiarkannya menelpon ibumu. Dan kau yang mengerti arti dari tatapannya malah semakin erat menahan pergelangannya selagi menunduk malu.

"Maaf, aku... tidak mau menyusahkan ibuku lebih jauh lagi." Gumamnya pelan, yang tetap bisa tertangkap jelas di telinga Kiku Honda.

"Ibuku belum pulang semenjak beberapa hari yang lalu," kau melanjutkan perkataanmu. "Kupikir ia sedang bekerja keras sekarang, j-jadi..."

Kau tak bisa berkata-kata lagi, air matamu mulai turun kembali dan kau merasa sangat malu karena menangis di hadapan gurumu sendiri. Kau merasa sangat lemah, kau merasa dirimu adalah pengecut, penakut yang tak bisa membela diri sendiri. Yang bahkan tak bisa mencoba untuk memberontak karena takut kalah dan akhirnya dihabisi.

Bodoh, pengecut, lemah, tak berguna. Hanya kata-kata negatif yang terus berputar di rongga kepalamu. Membuat mentalmu yang semula sudah turun menjadi turun lebih jauh lagi, jauh, jauh di bawah batas sehingga mencapai titik dimana kau dapat merasakan dirimu dihantui perasaan ingin mati, ingin menghilang saja, ingin membunuh diri sendiri.

Depresi.

Isakanmu mulai kembali, bahkan lebih keras. Namun tak cukup keras untuk di dengar orang lain kecuali Kiku seorang. Air matamu mengalir semakin deras saat kau berusaha berdiri dari tempatmu. Akhirnya kali ini matamu yang berkaca-kaca dapat menatap lurus ke arah Kiku dengan tatapan penuh emosi dan rasa malu.

'Tolong jangan berbuat baik lebih dari ini,'

'Jangan membuatku merasa seperti orang tak berguna.'

'Tinggalkan aku sendiri.'

'Jangan membuatku bergantung padamu.'

'Aku tak ingin membuatmu susah.'

Sebuah suara berbisik di kepalamu, tetapi mulutmu tak mau bergerak mengikuti kata-kata yang terngiang itu. Bibirmu kaku dan hanya terbuka tanpa suara selain isak tangismu.

Pria bermata coklat itu berdiri, dan tanpa aba-aba langsung mendekapmu erat, namun juga lembut.

Tak ada pertukaran kata dalam pelukan hangat itu, namun Kiku dapat mendengar jelas apa yang hatimu teriakkan sedari tadi.

'Tolong aku.'

.

.

.

HAE HAE, AKHIRNYA SAYA BISA APDET FF INI JUGA AHAHAHAHAHAHAHA *ditempeleng*

Pertama-tama, saia minta maaf atas apdetnya yang keterlaluan telatnya. Padahal kemaren niat (dan bilangnya) mau apdet sekitaran bulan berapaaa gitu. Tapi gajadi karena terlalu banyak urusan yang menghadang saya untuk melanjutkan/mengapdet ff ini . Terutama karena tugas-tugas yang tak bisa diabaikan lagi. :"( /bacod

Selanjutnya, saia cuma mau bilang kalau saia akan masuk mode semi-hiatus (yang artinya saia mungkin akan apdet berapa bulan sekali wkwkwkwk)

Jadi saia mengucapkan banyak terima kasih kepada yang masih baca dan vomment dan maaf sebesar-besarnya kepada yang nungguin ff pinggiran ini apdet. saia akan berusaha untuk SEBISA mungkin apdet. dan mungkin menamatkan ff ini di tahun ini.

sekali lagi terima kasih! Jangan lupa vomment ya~ yang baca nambah 1 aja udah seneng, apalagi vomment ;) /kode

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 21, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Pain of Loving You (ON HOLD)Where stories live. Discover now