Chapter 3

767 93 6
                                    

Chapter 3

Kau membuka matamu perlahan, memperlihatkan sinar terang dari lampu ruanganmu yang menyala. Tampaknya kau ketiduran, dan kau terbangun tepat jam delapan di pagi hari. Kau pun membangunkan dirimu dari kasur, menatap kosong jam dinding yang terus bergerak maju. Kau terbengong selama beberapa menit. Dan akhirnya kau tersadar. "...jalan-jalan sebentar, deh." 

Kau berpakaian dengan cepat dan berjalan keluar rumah. Sinar matahari yang hangat membuat kepalamu terasa ringan, bebas dari beban. Angin segar yang tak bercampur dengan polusi juga sangat nyaman. Kau pergi menuju taman yang kau dan Kiku lewati speulang sekolah kemarin. Kau ingin melihat bunga krisan yang bermacam warna sekali lagi. meski tak ada Kiku yang menemani, itu bukan masalah. Lagipula, tidak ada Alfred. 

Ya, tak mungkin orang sepertinya mau datang ke taman. 

Kau mendudukkan dirimu di salah satu bangku taman yang sedang lowong. Hari ini taman begitu sepi. Dirimu hanya ditemani oleh burung-burung merpati yang singgah. 

"Oi, sepertinya aku mengenalmu?" 

"Tunggu dulu, Bruder! Kalau salah orang bagaimana?" 

Eh? Suara yang sepertinya kau kenal? Kau menoleh ke arah orang yang berbicara padamu. Oh, Lily dan kakaknya, Basch. "Lily? Bukannya Basch-" 

"Aku sedang libur untuk beberapa hari. Jadi aku memutuskan untuk berkunjung kemari. Kenapa? Ada masalah?" Kata-katamu dipotong oleh kakak sahabatmu yang bermata hijau cerah itu. 

Kau sweatdrop. "Hey, aku bahkan belum selesai bicara." 

Lily tertawa kecil sebelum duduk di sebelahmu. "Maaf ya, (name). Kakak sedang stres dengan pekerjaannya." Kau bingung. "Peker... jaan? Hah?" 

Perempuan yang memakai pita ungu itu menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Aku belum beritahu? Bruder sudah bekerja." Ucapan Lily membuatmu mangap. Mustahil. Pikirmu. Basch hanya berbeda satu tahun darimu dan Lily, kan? Harusnya ia masih menuntut ilmu. 

Orang yang dibicarakan langsun berdehem keras, menghancurkan pikiranmu yang sudah menjauh dari yang seharusnya. "Belum dengar, ja? Aku SUDAH bekerja. Terima saja. tak usah dipikirkan." Basch memutar bola matanya seraya menekankan kata-kata 'sudah' di kalimatnya. Kau mengangguk pasrah, tak ingin memikirkannya lagi. kau menunduk. 

Dan kau melihat apa yang pria asal Swiss itu pegang sedari tadi. 

"BASCH ZWINGLI, KENAPA KAU MEMBAWA SENJATA KEMARI?!" Pekikmu panik, Basch segera membekap mulutmu dengan tangannya. "Sssh, kalau ada yang mendengarmu bagaimana, bodoh?!" Setelah kau diam, ia melepaskan bungkamannya darimu dan menghela napas. 

"Kau ini tetap berisik seperti biasa, (name)." Kata Basch dengan sedikit rona merah di pipinya. 

Kau yang melihatnya menyeringai kecil. "Dan kau tetap 'tsundere'. Setidaknya itulah yang orang Jepang katakan." 

Urat kekesalan mulai menampakkan dirinya di dahi lelaki pemarah tersebut. "...kau mengajakku berkelahi, hm?" 

"Oho, dengan senang hati." 

"S-Sudahlah, hentikan kalian berdua... (name), s-sepertinya itu Alfred..." Bisik Lily padamu. Matamu terbelalak begitu melihat sosoknya yang benar-benar ada. Untuk apa ia kemari? Kau tak mau menanyakannya untuk saat ini. Ia sepertinya belum melihatmu. Kau menyuruh kakak-beradik itu pergi sebentar. Lily yang mengerti langsung menyeret kakaknya pergi. 

Sebelum kau dapat meninggalkan tempat dimana kau berdiri, sebuah tangan menggapai bahumu. Kau kaget, napasmu terhenti, tapi, kau tidak bisa bergerak. Entah kenapa kakimu seperti mati rasa. Tak mau menuruti perintahmu. Saat kepalamu melihat ke arah belakang, 

The Pain of Loving You (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang