Part 8

3.8K 146 0
                                    

"Mati gue, Shil."

"Kenapa sih lo?"

"Ada Gabriel di depan, gue yakin dia pasti mau marah-marah karena masalah tadi malam." Ucap Lia ketakutan, ia menggigit jari telunjuknya yang merupakan suatu kebiasaan jika ia sedang gugup, takut atau canggung.

Shilla mendelik, "Heh! Dia itu nggak punya hak buat marah-marah sama elo, kalian itu udah putus."

"Ya tapi kan Shil..."

"Nggak ada tapi-tapian deh. Ayo!" Shilla menarik tangan Lia dengan cepat, tak sabar karena melihat jalan Lia yang lambat. Hari ini mereka harus berangkat berdua dan Sivia-sahabat keras kepala mereka itu harus menjemput Ify. Heran, kenapa Sivia sebegitu care-nya pada Ify? Padahal jika Shilla atau Lia yang minta jemput Sivia pasti akan berkata 'Lo berdua punya supir kan? Suruh aja supir lo yang ngantar, enak aja tuh supir makan gaji buta sementara gue kalian suruh-suruh.'

Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan Sivia, gue harus cari tau kenapa dia sebaik itu sama Ify. Gue kenal Sivia, Sivia nggak akan mudah bergaul sama orang baru apalagi musuhnya sendiri. Ada yang nggak beres ini... Batin Shilla curiga.

"Shil, kan! Elo sih..." Rengekan Lia yang di sampingnya serta cengkraman tangan Lia pada pergelangan tangannya membuat Shilla tersadar, ia menatap ke depan dan menyetel wajah songongnya saat Cakka dan Gabriel tepat berdiri menghalangi jalan mereka.

"Lo tenang aja, Ok!" Bisik Shilla.

"Minggir kita mau lewat." Ucap Shilla

"Gue mau bicara sama Lia." Ucap Gabriel melirik gadis di samping Shilla.

"Shil." Ucap Lia takut.

"Sorry, nggak bisa." Ucap Shilla, dagunya ia naikkan ke atas pertanda menentang keras keinginan Gabriel.

"Gue nggak butuh izin lo." Tukas Gabriel dan langsung menarik lengan Lia.

"Gue bilang nggak bisa ya nggak bisa." Bentak Shilla dan menarik lengan kiri Lia.

"Shil, tolongin gue." Rengek Lia, ia meronta-ronta agar Gabriel melepaskan cengkraman dilengannya.

"Kka." Gabriel menggedikkan dagunya, Cakka yang mengerti langsung menarik paksa Shilla agar menjauh dari Lia dan Gabriel.

"SHILLA!!!!" Teriak Lia saat gadis itu dibawa kabur oleh Cakka, merasa usahanya sia-sia ia membalik menatap Gabriel dengan kecewa. Ia marah pria itu berlaku sekasar ini padanya, ia tak suka Gabriel memaksanya seperti ini. Jujur saja, lebih baik Lia dijauhi oleh Gabriel daripada harus mendengar perkataan menyakitkan dari mantannya itu.

"Ayo ikut gue!" Gabriel menarik lengan Lia.

"Gue nggak mau Yel." Lia berusaha melepaskan cengkraman itu namun dasarnya tenaga lelaki kuat semua terasa sia-sia.

"Gue nggak butuh penolakan." Tegas Gabriel. Lia yang memang hatinya sensitive, merasakan sesuatu mengalir di pipinya. Indra penglihatannya kini mengeluarkan air yang ditahannya sejak tadi, ia sudah memprediksi ini bahwa Gabriel akan memarahinya. Gabriel membawa Lia ke taman belakang, mereka berdiri berhadap-hadapan dengan kondisi Lia yang masih menangis Gabriel hanya diam membiarkan Lia menumpahkan semuanya.

"Gue udah pernah bilang kalau gue nggak suka lihat lo nangis." Ucap Gabriel lirih, tak tahan karena melihat Lia yang tidak mau berhenti menangis.

"Lo yang buat nangis." Ucap Lia histeris, ia sesenggukan berusaha untuk meredam tangisnya tapi dasarnya Lia cengeng airmatanya malah semakin banyak keluar.

Gabriel menghela nafas, "Sorry! Gue nggak bermaksud kasar tapi lo-nya yang minta dikasarin."

"Terus aja salahin gue. Hiks..."

My Little PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang