Chapter 10: Meet again

3.1K 198 3
                                    


Sesil melirik jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh malam, Helen sudah pulang setengah jam lalu untuk menjemput kekasihnya yang baru saja mendarat, namun Revin masih belum kembali setelah dia pergi siang tadi. Kunci mobil Revin pun masih ada di atas meja makan apartemen Sesil, entah kemana perginya. Sesil bangkit dari tidurnya lalu matanya mencari dimana ponselnya, dia khawatir dan ingin menghubungi Revin, Sesil tahu kalau dia mulai bertingkah berlebihan akan Revin tapi dia tidak bisa berdiam diri.

"Nomer yang anda tuju sed-" Sesil segera mematikan sambungan.

Kemana dia? Sesil membatin. Akhirnya Sesil memutuskan untuk keluar kamar untuk menonton televisi sekaligus menunggu Revin. Sesil menyalakan televisinya sampai ketiduran, Revin yang hendak mengambil kunci mobilnya tertegun melihat pemandangan tersebut. Revin berjalan mendekati televisi lalu mematikannya, mengangkat Sesil dan menidurkannya di ranjang.

"Kamu kenapa pake nungguin sih? Udah tahu lagi sakit juga," gerutu Revin dengan suara pelan.

Revin menyelimuti Sesil setelah mengusak rambut Sesil, dia pergi meninggalkan apartemen Sesil tanpa tahu jika ada seseorang di balik lorong lain yang mengawasi keluarnya Revin dari sana.

"Lapor! Ada seorang laki-laki baru saja keluar dari apartemen setelah lima belas menit berada di dalam." Ucap orang tersebut di telepon.

"Baik, pak. Siap!"

***

Selin hanya diam saja saat ayahnya datang berkunjung, tak ada sedikit pun niat untuk berbicara atau memandang lelaki paruh baya tersebut. Adrian hanya bisa menghela napas, haruskah ia mempercepat pertemuan Sesil dan Selin? Tapi itu tidak bisa ia lakukan, sama saja dia melemparkan Selin dalam bahaya.

"Papah ada disini, Selin. Jangan seolah disini hanya ada kamu," tegur Adrian yang membuat Selin mendengus.

"Kenapa sih Selin gak mati aja? Kalau papah masih jauhin Selin dari Sesil, Selin gak mau berobat, dan gak mau dirawat." Rahang Adrian mengeras.

"Say-"

"Gak mau tahu, pah. Papah bisa seenaknya sama Sesil, Selin juga bisa pah. Selin gak peduli kalau orang-orang mikir Selin anak durhaka, karena mereka gak tahu apa-apa. Kalau mereka tahu, mereka pasti mihak Selin. Past-"

"Selin cukup!" Bentak Adrian yang langsung membuat Selin sesak napas.

"Sel, Selin, kamu kenapa?"

"Pah- ssak- it," ucap Selin berulang-ulang.

"Iya sayang, papah panggil dokter ya."

Adrian langsung berjalan tergesa keluar mencari dokter, tak lama dokter bersama dua orang suster datang dan memeriksa Selin. Adrian mengusak rambutnya kasar, betapa bodohnya dia, harusnya dia bisa menahan diri untuk tidak membentak Selin, dan ini akibatnya.

Selama lima belas menit Adrian terus merapalkan doa, selama itu pula dia menunggu hingga sang dokter keluar dan mengajak Adrian ke ruangannya untuk membicarakan kondisi Selin.

"Keadaan Selin saat ini sangat tertekan dan banyak pikiran, tadi adalah puncak dari penolakan tubuhnya akan masalah yang ia hadapi. Saya pikir ini ada hubungannya dengan kejadian sebelumnya, saya minta untuk tidak terlalu membuat Selin terbebani pikirannya karena itu memacu sesak napas," jelas sang dokter panjang lebar.

"Terima kasih Dok, saya akan berusaha semampu saya untuk itu." Dokter itu pergi.

Adrian berjalan mendekati ranjang Selin lalu mengusap surainya, dia terus merapalkan doa dalam batinnya. Dia hanya memiliki Selin, anak yang paling mengerti dirinya. 

Same but Different (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang