Chapter 7: What a surprised.

4.2K 233 3
                                    

"Pa-papah?" Adrian berdeham saat mendengar perkataan Sesil.

"Ma-masuk pah," ucap Sesil mempersilahkan masuk Adrian, namun lelaki itu menggeleng.

"Tidak perlu," Adrian melipatkan kedua tangannya dan menaruh di depan dada, "Bertemulah dengan Selin," lanjutnya.

"Se-Selin?"

"Ya. Tapi hanya satu jam, tidak lebih, aku hanya muak mendengarnya terus menanyakanmu," Sesil menunduk, namun dia tidak akan mendapatkan kesempatan ini lagi jika menolaknya.

"Baiklah. Kapan aku bisa menjenguknya?"

"Besok sore pukul lima, jika kamu terlambat lebih dari lima menit, kamu tahu akibatnya," Sesil mengangguk antusias membuat Adrian tertegun sejenak.

"Ngomong-ngomong, apa yang kamu lakukan hingga bisa tinggal disini? Menjual diri?" Tubuh Sesil menegang, dia pikir jika Adrian telah berubah.

"Maaf, itu bukan urusan anda. Kalau tidak ada yang perlu anda sampaikan, silahkan anda pergi," Adrian tertawa.

"Kamu mengusir saya?" Tawa Adrian makin kencang, "Siapa kamu berani mengusirku?"

"Seharusnya anda sadar, Tuan Adrian," Sontak mereka berdua menoleh dan mendapati Revin berjalan menghampiri mereka dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam saku jaketnya.

"Kamu lagi," Adrian berdesis, "Apa untungnya kamu membelanya? Oh, aku mengerti. Kamu membelinya, bukan?"

"Jaga perkataan anda, atau anda akan mendapatkan balasan," Adrian tersenyum mengejek.

"Anak muda sepertimu tahu apa?"

"Anda benar-benar-" Sesil langsung berlari kearah Revin yang mulai emosi.

"Sudah vin, biarkan saja," Adrian bertepuk tangan mendengarnya.

"Romantis sekali, saya yakin kalian itu lebih dari teman,"

"Dan itu sama sekali bukan urusan anda, Tuan. Silahkan pergi atau saya panggilkan keamanan untuk membawa anda," Adrian menggeram marah.

"Baik, baik. Tolong, jangan lupakan besok," ucap Adrian lalu pergi meninggalkan mereka berdua.

"Are you okay?" Sesil mengangguk membuat Revin mendesah lega.

"Mau apa kamu besok bertemu bapak itu?" Sesil menggeleng.

"Ya sudah kalau tidak mau cerita, bagaimana kalau kita ke café?"

"Emang mau traktir?" Revin mendengus.

"Okay fine, aku traktir," ucap Revin membuat Sesil tertawa.

"Thanks Revin," gumam Sesil lirih sehingga Revin tak mendengar.

***

Reza tersenyum melihat ponselnya saat Helen terus mengiriminya pesan lewat BlackBerry Messenger karena dia tak sempat membalas pesannya ketika tiba-tiba ada pasien yang harus ia periksa saat itu juga. Baru saja dia akan membuka pesan yang lainnya, seseorang yang mirip Sesil berjalan melewatinya.

Dia tahu kalau itu bukan Sesil karena style mereka jelas berbeda, Reza memutuskan ingin mengikuti orang itu dengan rasa penasaran tinggi. Panik mulai mendera saat melihat perempuan itu menekan angka pada lift di lantai paling tinggi.

"Mau apa dia?" batin Reza lalu dia berlari menuju tangga darurat, untung saja tidak terlalu jauh dari lantai dimana ia berada.

Reza segera menendang pintu begitu ia sampai, dan melihat perempuan itu telah berdiri di tepi gedung. Dengan cepat, Reza menarik perempuan tersebut yang membuat orang itu terkejut.

Same but Different (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang