"kekasihmu?"
Pemuda itu hanya menoleh ke asal suara yang masih dalam keadaan polos, terududuk di atas kasur tepat berada di sebelahnya. Tepatnya, wanita yang ia pesan untuk menemaninya malam ini, kemudian kembali memandangi foto seorang gadis tanpa menjawab. Pemuda itu tidak ingat nama wanita itu. Bagaimana bisa ia ingat jika sedari tadi yang di fikirkannya hanya satu gadis.
Prim,
Setelah bercinta dengan wanita itu ia sedikit merasa bersalah, fikirannya gelisah tentang kesetiaannya pada gadis itu.
Tidak,
Ia menepis perasaan itu mengingat Prim sudah pergi hampir setahun yang lalu. Dia masih berusaha untuk melupakan gadis itu, namun itu semua seakan mustahil. Belum lagi orang suruhan kakaknya yang gila itu terus mengejarnya, membuat pemuda itu harus pergi dan berpindah dalam waktu singkat.
Mengingat itu emosinya kembali menggelum, mengingat bajingan itu lah yang membuat Prim memilih mati dan meninggalkannya sendiri.
Dendam kian menyulut di dadanya, tapi sampai sekarang ia masih belum tau bagaimana membalaskannya.
"Aku kenal gadis itu"
Kali ini perhatiannya teralihkan, pemuda itu menatap penuh tanya wanita yang sekarang mengambil foto itu dari tangannya dan memandanginya sejenak.
"Ah, ternyata benar. Jadi gadis ini kekasihmu?"
" Apa maksudmu?"
Wanita itu kembali menyalakan rokoknya, menghisap kemudian menghembuskan asap nikotin itu dengan nikmat sebelum menjawab.
"Beberapa hari yang lalu kami sempat bertemu di club tempatku di lelang"
pemuda itu membulatkan kedua matanya tak percaya, namun masih tak mengatakan apapun.
"gadis yang malang, ia pingsan saat sedang di lelang dan..."
"Jangan bercanda, apa kau tau gadis di foto ini sudah meninggal"
wanita itu tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, jika gadis itu sudah meninggal terus yang ia temui kemarin itu siapa?
Hantu?
Tapi tidak, ia yakin gadis itu memang manusia.
Kemungkinan terbaiknya, mereka itu mirip.
"Mungkin mereka mirip" kata wanita itu, ia kembali menyesap nikmat rokoknya. "Tapi dia di jatuhi harga dua juta oleh salah satu pengusaha, namanya..."
Wanita itu sedikit berfikir, mengingat-ingat pria yang langsung naik ke panggung dan memerintahkan para penjaga club itu untuk membuka kurungan. Ia bahkan melihat jelas dari pintu lainnya, pria itu terlihat begitu khawatir. Ah iya,
"Snow, Dimon apalah Snow"
Pemuda itu menarik tubuh wanita itu mendekat, menatap dalam mencoba mencari kebenaran yang mungkin di sembunyikan.
Entah kenapa setitik harapan bahwa Prim masih hidup membuatnya bersemangat, meski itu mustahil.
"Apa namanya Prim?"
Wanita itu menggeleng "Namanya Aurora"
•••••
"Aurora.."
Aurora langsung tersentak bangun dari tidurnya, nafasnya terengah, dengan beberapa tetes keringat membasahi pelipisnya.
Dan apa yang ia lihat pertama kali tak kalah membuatnya terkejut. Ia sedikit menjauh, memberikan jarak dengan Dimon yang menatapnya khawatir.
YOU ARE READING
Aurora
Romance'Aku memang tinggal di rumah bak istana, dengan pelayan yang siap menyiapkan semua kebutuhanku bak seorang putri. Tapi tidak, aku hanyalah gadis yang tinggal di kurungan emas, di bawa paksa oleh iblis sialan dan menjadikanku benda jaminan karna pria...
