Part 7 : Pertemuan

66 7 0
                                    


Tak ada kata sendiri bagiku, maupun bagi kami  ̶  aku, Abel, Fajar, dan Rizky. Malam Minggu adalah waktu yang tepat untuk melepaskan segala penat yang bercokol dalam tubuh selama seminggu. Ditemani dengan mobil civics hitam milik Fajar, kami beranjak menuju bioskop terdekat. Fajar sedang mengemudi, di sampingnya terdapat Abel sedang asyik memainkan handphone-nya. Sedangkan aku dan Rizky duduk di bangku belakang. Jalanan terlihat begitu sesak, orang-orang berlalu-lalang menuju tempat yang menjadi destinasinya. Temaram lampu kota membantu bintang menerangi seisi kota.

Mobil telah terparkir rapi di area basement GoFun Plaza, setelah lima belas menit mengantre untuk mendapatkan parkir. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan belas, sepuluh menit lagi film akan dimulai. Kami pun bergegas menuju lantai paling atas.

Seorang pria tambun, penjaga kedai minuman yang sudah menjadi langganan kami untuk mengantre tiket bioskop, tampak membawa empat tiket dan menyambut kedatangan kami. Mas Fahri namanya.

"Iki kanggo Abel karo Fajar," (Ini untuk Abel dan Fajar) ia menyodorkan dua tiket, "lha iki kanggo Vira karo Mas Rizky ..." (nah ini untuk Vira dan Mas Rizky). Ucapnya dalam Bahasa Jawa dengan fasih.

"Oke Mas, maturnuwun yo.." (Oke Mas, terima kasih ya..) ucap Fajar berterimakasih.

"Vira karo Mas Rizky kapan jadian?" (Vira dan Mas Rizky kapan jadian?) tanya Mas Fahri tiba-tiba, dan seketika mengundang gelak tawa dari kami berempat.

"Secepatnya, Mas," jawab Rizky spontan. Lantas kami pun saling bertatap mata, dan aku buru-buru membuang muka.

Gelak tawa kembali menggema. Sedangkan Mas Fahri pun berlalu pergi setelah menerima komisinya, tanpa tahu apa yang kami tertawakan.

"Wah cepet jadian dong, Vir. Rizky udah ngasih kode tuh!" celetuk Abel sekenanya sambil melirik Rizky.

"Iya setuju, biar kayak double date beneran," sahut Fajar.

Karena merasa risih, aku pun mengalihkan perhatian pada mesin popcorn dan sofdrink yang berada di sudut ruangan.

"Eh, yuk beli popcorn!" ajakku.

"Wah ide bagus, yuk!" Fajar berujar pelan, lalu menggandeng tangan Abel. Seketika Rizky meraih dan menggandeng tanganku pula. Aku tak menyangka adanya perubahan yang terjadi malam ini. Seakan otot tanganku menegang, dan tak dapat ku deskripsikan.

***

Hari Minggu yang sangat membosankan. Setelah nonton bersama tadi malam, tak satu pun dari mereka yang dapat ku hubungi. Mungkin mereka sengaja tidur sampai siang karena ini Hari Minggu. Tapi itu bukanlah hal yang menyenangkan. Rasa bosan menghampiri diriku pagi ini. Gerimis di luar menimbulkan bau khas yang disukai setiap orang. Menambah rasa malas untuk beranjak melakukan suatu kegiatan.

Aku pun mengambil salah satu novel favoritku yang tertata rapi di rak buku. Happily Ever After karya Winna Efendi. Aku tak pernah bosan meski telah membacanya lebih dari tiga kali. Kata-kata motivasi dalam novel itu selalu menambah semangatku. Aku pun duduk di tepi ranjang dan membuka halaman pertamanya.

PING!!! PING!!! PING!!!

Belum juga aku membaca kalimat pertamanya, handphone-ku bergetar menunjukkan ada notifikasi yang masuk. Ternyata mama menghubungiku melalui BBM.

RARA, CEPAT KE CAFÉ!

Hurufnya diketik dengan huruf kapital semua. Pertanda buruk! Novel yang hendak ku baca pun ku letakkan di atas ranjang dan berlari menuju café.

Terlihat mama sedang sibuk dengan kertas-kertas menu yang menempel pada dinding. Mbak Ina juga begitu, tampak sangat kesusahan dengan pesanan pizza yang menumpuk itu. Aku pun berdehem memecah suasana.

7 YearsWhere stories live. Discover now