2 × Kedua Kali

17.3K 1.3K 2
                                    

Tidak terasa, akhirnya seninpun bertemu dengan sabtu. Itu artinya Nara bisa bersantai-santai di kosannya, tidur-makan-nonton kegiatan itu akan diulang-ulangnya sampai besok minggu malam.

Tok tok

Narapun bangun dari kasurnya, membukakan pintu yang sedari tadi diketuk oleh siapa Narapun tidak tahu. Paling juga Kila yang datang pikirnya dan benar saja itu memang Kila.

"Nar, ikut gue yuk." ajak Kila yamg kini sudah memasuki kamar kos Nara. Nara memandang Kila dengan tatapan meminta jawaban.

"Kita gesek-gesek manja diMall,"

Nara berdiam.

"Gesek kartu kredit woi, mikirnya jangan macem-macem deh." lanjut Kila yang seolah tahu mengapa Nara berdiam.

"Ogah. Mending gue tidur." kata Nara langsung melompat ke tempat tidurnya lalu ia menarik selimut menutupi badannya.

Kila tidak terima, ia menarik selimut ini dari badan Nara, "Nar, ayo ah. Gue traktir shihlin deh. Janji."

Nara tersenyum puas, Kila memang tau apa yang menjadi kesukannya. "Nara setuju! Nara mau mandi dulu."

"Gini aja baru lo sok-sok manis depan gue."

Nara sudah bosan menemani Kila yang sedari tadi hanya mutar-mutar tanpa membeli apapun.

"Ki, pegel gue dari tadi jalan-jalan mulu. Shihlin gue mana?" akhirnya Nara memutuskan untuk menagih janji Kila tadi, Kila yang berada didepannya pun menoleh memandang Nara dengan pandangan seperti melihat uang banyak.

"Gila gila Nar, lo mesti liat itu diskon 50%+15% gue berasa nemu surga Nar. Ayok kita kesana dulu baru gue kasih lo Shihlin." kata Kila yang kini sudah berjalan ke arah toko sepatu yang sedang mengadakan diskon gede-gedean.

"Nar, ini kayaknya bagus deh." kata Kila menunjuk salah satu sepatu.

"Yang ini juga."

"Ini juga nih."

Nara mendengus, "Apa yang lo liat juga semuanya bagus, Ki."

Setelah menghabisi waktu kurang lebih 3 jam untuk berbelanja kini akhirnya Nara mendapati shihlinnya. Sebenarnya Nara tidak suka berbelanja namun kalau ia suka mau tidak mau pasti akan dibelinya seperti tadi saat ia melihat sepatu sport keluaran terbaru meski harganya jutaan Nara ngga segan-segan untuk membelinya.

Sebelum pulang, Kila yang mengendarai mobil berhenti disebuah kafe di pinggiran Jakarta. Kafe ini dulu memang sering didatangi mereka namun tidak lagi semenjak 3 bulan yang lalu Nara memiliki kisah pahit disana dan Kila tahu itu namun yang Nara tidak tahu adalah mengapa Kila mengajaknya kesini, ketempat dimana yang memang sudah Nara tinggalkan, Nara buang jauh-jauh.

Kila mendahului Nara memasuki kafe itu, di pegangnya pintu kafe ini dan ternyata sepintas kisah itu terulang diputaran kepalanya bahkan Nara masih merasakan sakit yang sama seperti 3 bulan yang lalu. Satu langkah kaki ia kuatkan untuk menapaki tempat ini biar bagaimanapun Nara lebih besar dari rasa sakitnya. Ia mencari dimana tempat Kila berada setelah mendapati sahabatnya itu Nara menghampiri meja bernomor 22 lalu tersenyum.

"Lo ngga apa-apa?" tanya Kila. "Udah lama banget kita ngga kesini makannya gue ngajak lo. Ngga kangen sama steak disini? Lanjut Kila.

"Gue mencium bau-bau mau ditraktir nih, bener kan?" kata Nara yang disambut gelak tawa Kila.

"Haha boleh boleh, yaudah lo tunggu sini ya gue mau mesen dulu." ucap Kila seraya meninggalkan Nara disana.

Mata Nara sejak tadi memperhatikan seisi kafe ini yang kali ini tidak begitu ramai tidak seperti dulu saat awal-awal buka, lalu matanya mengarah ke arah belakang memperhatikan meja bernomor 14 sepintas memang tidak ada yang salah dengan meja itu, meja yang kini ditempati oleh sepasang muda-mudi. Tapi ingatan Nara sangat melekat, dulu 3 bulan yang lalu di meja bernomor 14 itu membawanya kesebuah kenyataan pahit yang harus ia telan mentah-mentah. Kenyataan yang membuat hidup dan perasaannya 3 bulan yang lalu hancur, berantakan, entah kemana.

Pintu kafe ini berdecit membuat Nara meninggalkan dulu film dikepalanya dan melihat siapa orang yang membuka pintu tersebut. Dadanya berdebar, tangannya gemetar, air mata miliknya seperti mencari celah untuk keluar. Dilihatnya pria berkemeja flanel memasuki kafe ini dan berjalan mendekati arahnya, Nara tidak salah, pria itu memang kearahnya. Entah untuk apa alasan pria itu datang namun rasa sakit dihati Nara semakin kentara jelas. Nara hanya ingin pergi dari sini dan menjadi pengecut selama-lamanya.

Kedua KaliWhere stories live. Discover now