12. Kihyun-Album Foto

2K 233 4
                                    

Tergesa-gesa, aku berlari menuruni tangga. Ketika bangun tadi, aku mendapati Haeun sudah tidak berada di sampingku. Sebenarnya aku tahu ini berlebihan. Tapi, aku tidak ingin Haeun melanggar janji yang telah kita buat.

Benar saja, saat aku sampai di bawah, aku mendapati Haeun tengah menyapu ruangan sambil bersenandung ria. Aku menghampirinya dan mengambil sapu darinya.

"Oppa."

"Kau sudah melanggar janji kita, Haeun."

"Janji?" tanyanya bingung.

"Iya, janji. Bukankah sudah kubilang untuk jangan melakukan hal-hal berat lagi? Aku saja yang melakukannya."

"Tapi ini bukan pekerjaan berat, Oppa."

"Katakan padaku, apa saja yang sudah kau lakukan?"

Ia terlihat mengingat-ingat sebentar dan menjawab tanpa merasa bersalah. "Memasak, memberi makan Happy, dan menyapu."

Kuhela napasku dengan berat. "Lihat, pagi-pagi saja kau sudah melakukan begitu banyak pekerjaan. Kau harus banyak beristirahat, Haeun-ah."

Mendengar perkataanku, Haeun memutar kedua bola matanya dan menatapku setengah geli. Memangnya ada yang salah dengan perkataanku?

"Kau terlalu berlebihan."

"Mwo??"

"Aku bilang, kau terlalu berlebihan. Usia kandunganku bahkan baru mencapai sebulan dan Oppa sudah protektif seperti ini?"

Benar, Haeun telah dinyatakan hamil dan sekarang usia kandungannya sudah mencapai satu bulan. Semua itu terjadi secara cepat. Sepulangnya dari Jepang, sekitar seminggu kemudian Haeun mengeluh pusing dan kondisi tubuhnya yang sering lelah. Ia juga beberapa kali merasa mual dan muntah-muntah. Aku berinisiatif membawanya ke dokter dan setelah melakukan pemeriksaan, ia positif dinyatakan hamil. Tidak ada yang dapat mengalahkan rasa bahagiaku ketika mendengar kabar tersebut. Haeun bahkan sempat mengeluarkan air mata karena merasa terharu. Sekarang sudah memasuki bulan pertama kehamilan Haeun. Aku tahu aku sangat bersikap protektif sekali, tetapi ini semua demi kebaikan Haeun dan anak kami.

"Aku hanya tidak ingin terjadi apa-apa padamu, In Haeun."

"Aku akan baik-baik saja."

Kuletakkan sapu yang kupegang di ujung ruangan dan kembali melangkah menuju Haeun. Aku menariknya menuju sofa dan mendudukkannya. Dengan pelan aku mengangkat kedua kakinya agar dapat diselonjorkan penuh ke atas sofa. Dengan begini, aku dapat memijat kedua kakinya dengan lebih mudah.

"Kau pasti merasa pegal kan?" tanyaku padanya.

"Astaga, Oppa. Kau sungguh berlebihan sekali."

"In Haeun, aku tahu usia kandunganmu baru memasuki satu bulan. Aku melakukan ini semua demi kebaikanmu." kataku sedikit memelas.

"Kihyun Oppa. Aku janji akan berhati-hati. Perempuan yang hamil juga harus bergerak, bukan?"

"Tapi jangan sampai kau melakukan pekerjaan yang melelahkan ya. Awas saja sampai kau melakukannya."

Ia tersenyum padaku, menampilkan kedua lesung pipinya yang semakin hari semakin jelas terlihat. Ia mendekat ke arahku dan memelukku erat.

"Terima kasih karena sudah mengkhawatirkanku. Aku akan berhati-hati."

Lama sekali kami berpelukan, saling menghantarkan rasa sayang dari masing-masing tubuh kami. Seiring berjalannya waktu, semua semakin berubah. Aku mengingat saat-saat dimana dulu pertama kali bertemu dengan Haeun. Ketika itu aku tidak yakin kalau apa yang akan terjadi antara diriku dan dirinya akan berjalan dengan baik. Aku juga tidak berharap banyak pada pernikahan ini, pernikahan yang berlandaskan kemauan kedua orang tua kami. Awalnya aku juga tidak menyangka akan bisa mencintai seseorang yang datang ke dalam kehidupanku begitu saja yang berujung akan menjadi istriku. Tetapi di saat ia masuk ke dalam rumah dan menatapku dengan kedua matanya yang indah, aku tahu sejak saat itu kalau aku akan dengan sangat bahagia menjadi suaminya. Aku mulai terjatuh dalam perangkapnya. Dan sejak saat itu juga, aku sudah berjanji pada diriku sendiri, kalau aku akan selalu membahagiakannya, menjadikannya istri yang paling bahagia di dunia ini.

Itu semua sudah berlalu. Sekarang, semuanya telah menjadi kenyataan dan aku menjalani hari-hariku bersamanya dengan penuh kebahagiaan. Sesuatu yang membuatku lebih bahagia lagi adalah saat aku berhasil membuatnya juga mencintaiku. Bagiku hal tersebut sama saja bagaikan kau berhasil memeluk bumi beserta isinya dari seluruh pelosok dunia. Seperti itulah perumpamaan yang dapat menggambarkan rasa cinta, bahagia, sayangku pada seorang Haeun. Hanya In Haeun seorang.

"Ngomong-ngomong, Oppa. Apakah kau masih ingat waktu itu kau berkata akan menunjukkan fotomu saat SD dulu?"

"Ah, benar juga. Aku lupa. Sebentar, akan kuambilkan."

Aku beranjak dari sofa tempat kami duduk dan melangkah menuju ruang kerjaku, tempat aku meletakkan album fotoku. Sudah sedikit berdebu, tapi masih layak untuk dilihat.

Aku kembali menuruni tangga dan menghampirinya. Ia tampak sangat tidak sabar untuk melihatnya.

"Jangan tertawa. Janji?" ucapku padanya.

"Tapi bagaimana kalau fotomu lucu-lucu?"

"Tetap tidak boleh tertawa. Itu akan melukai perasaanku."

"Oppa, hentikanlah sikap berlebihanmu." Ia menepuk ringan lenganku. Aku terkekeh melihat wajahnya.

"Baiklah, baiklah."

Satu-satu aku membuka tiap halaman album foto tersebut, dan memperlihatkan setiap foto dari aku masih bayi hingga beranjak remaja.

"Ini foto saat Oppa sedang gemuk?"

"Benar. Bagaimana menurutmu? Tidak mirip?"

Aku tidak mengharapkan banyak, karena memang ia tidak bisa menghentikan tawanya. Ia tertawa begitu puas melihat foto-fotoku saat gemuk dulu.

"Oppa, kau lucu sekali."

"Sudah kubilang jangan tertawa." Aku mulai merasa malu. Tapi Haeun masih saja tidak berhenti tertawa.

"In Haeun."

Belum juga berhenti.

"Oke, kalau begitu kau tidak boleh melihat sisanya." Aku menutup album foto tersebut dan baru saja setengah berdiri ketika Haeun menahan lenganku.

"Hahaha. Arraseo, arraseo. Aku akan berhenti tertawa."

Berusaha sekuat tenaga yang ia bisa, ia menghentikan tawanya dan kembali melihat sisa-sisa foto dalam album fotoku. Namun, ia berhenti terpaku saat melihat fotoku zaman SMA.

"Ini...."

"Kenapa, Haeun-ah?"

Ia menatapku, bolak-balik, dari foto ke diriku, lalu kembali ke foto. Seakan mencoba untuk memastikan kalau itu benar-benar aku.

"Aku mengenalnya. Benarkah kalau Oppa itu....dia? Si anak teladan itu?" ucap Haeun sambil menatapku dalam.

Dan aku tersenyum, tersenyum lega, karena akhirnya ia mengingatku.

Haeun masih mengenalku-Yoo Kihyun

TBC~

Falling Slowly | Yoo Kihyun (Monsta X)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang