Eleven

704 41 6
                                    

Sinar matahari menembus jendela. Dengan kecepatan yang sangat tinggi, mampu menyinari ruangan itu. Martin mengerjap-ngerjapkan matanya, terbangun dari tidur karena matahari mengucapkan selamat pagi. Ia menghela nafas panjang, lalu duduk dan melihat sekitar. Memperhatikan dinding putih yang dihias dengan beberapa lukisan yang artistik. Kemudian, seseorang membuka pintu dan masuk ke dalam. Martin melihat ibu yang datang membawa makanan untuk Martin.

"Selamat pagi!" Ucap ibu dengan senyum lebarnya.

"Selamat pagi, Bu!" Ucap Martin membalas senyuman ibu.

Ibu menghampiri Martin, lalu menaruh nampan di atas meja. Kemudian, ia duduk di kursi di samping tempat tidur Martin.

"Hari ini kau sudah boleh pulang!" Ucap ibu dengan gembira.

Martin tersenyum lebar hingga menampakkan deretan giginya. "Jam berapa, Bu?" Ucapnya.

"Jam 9 pagi. Sekarang kau sarapan dulu, nanti kita akan bersiap-siap." Ucap ibu.

Ibu mengambil mangkuk yang berisi bubur dari nampan, lalu menyuapi anaknya dengan perlahan.

Martin merasa sangat senang dan sangat bersyukur punya ibu yang selalu perhatian padanya. Meskipun begitu, ibu tak hanya perhatian padanya, tapi juga pada Laura, yaitu kakaknya Martin. Laura tak bisa datang menjenguk adiknya karena kini ia tinggal di Inggris. Laura hanya bisa menghubungi ibu lewat whatsapp untuk menanyakan kondisi Martin. Ia terlalu gengsi untuk menghubungi adiknya.

Martin mengamati ibu yang tersenyum sambil menyuapinya. Ia merasa de javu, tetapi beda orang dan tempat. Kemudian ia ingat saat Kathryn menyuapinya bubur saat di hotel yang sebelumnya ia mabuk di festival Tomorrowland. Karena itu, Martin ingat dengan Kathryn yang juga dirawat.

"Bu, apakah Kathryn dan Julian juga boleh pulang hari ini?" Ucap Martin.

"Iya, mereka sudah boleh pulang." Ucap ibu.

Martin tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepala, lalu kembali menerima suapan dari ibu.

-Red Lips-

Perempuan itu berbaring di atas kasur tanpa pakaian, tetapi selimut tebal menutupi tubuhnya. Ia berbaring menghadap jendela kaca besar dengan gorden yang menutupi sebagian.

Angela menatap jendela kaca itu dengan tatapan kosong. Ia memikirkan bagaimana jika ia tertangkap basah menjadi dalang dari kecelakaan yang menimpa Martin Garrix. Ia memikirkan jalan keluar jika saja hal itu terjadi.

Ethan yang tidur di sampingnya merubah posisi dengan memeluk Angela. Sama seperti Angela, ia tak mengenakan sehelai benang, kecuali selimut yang membalut tubuh atletisnya. Ethan sedikit menggeliat, lalu mengerjap-ngerjapkan mata dan ia menyadari Angela sudah bangun daritadi, tapi tak beranjak dari tempat tidur.

"Kau sudah bangun?" Ucap Ethan.

Angela merubah posisinya menjadi telentang. "Iya." Ucapnya.

"Biasanya kau langsung bersiap-siap untuk pergi, tapi kali ini tidak. Apa yang kau pikirkan?" Ucap Ethan.

Angela menghela nafas. "Aku takut, Ethan. Aku takut jika aku ketahuan bahwa aku pelaku dari kecelakaan Martin." Ucapnya.

"Jangan takut, Angela. Jika itu terjadi, aku akan melindungimu. Aku akan bertindak apapun untuk melindungimu karena aku sangat mencintaimu." Ucap Ethan.

Angela tersenyum. "Aku juga sangat mencintaimu, Ethan." Ucapnya.

"Kau tahu? Aku merasa sangat bahagia saat tahu Martin kecelakaan. Itu adalah kemajuan, Angela. Kau buktikan padaku bahwa kau bisa menghancurkan dia. Aku tahu ini baru permulaan, tapi aku tak tahu rencana licik apa lagi yang akan kau lakukan." Ucap Ethan dengan seringaiannya.

Red Lips [m.g]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang