17. Penyesalan

997 70 23
                                    

Sebuah motor dengan kecepatan tinggi tanpa sengaja telah menyerempet Rizky mengenai pinggangnya, ia memekik kesakitan dengan posisi tersungkur dijalan, sedangkan si pelaku sama sekali tidak berniat berhenti untuk sekedar menolong atau mengucap kata maaf.

"Mas Rizkkyyyyyyy" teriak Anisa reflek bercampur kaget saat melihat kejadian itu tepat didepan matanya.

"Aaaauuuuuu, astagfiruaallah hal'adzim" pekik Rizky seraya memegangi pinggul dan kaki sebelah kanannya yang terasa sangat nyeri. Dengan sisa tenaga yang tersisa Rizky berusaha membenarkan posisinya duduk

"Mas,,, mas Rizky kenapa?" ia menghampiri dengan raut wajah cemas. Rizky masih belum bisa menjawab pertanyaanya, bibirnya terkatup menahan rasa sakit dipinggangnya

"Haaaiiiii,,,,, berhentiiiii" Anisa berteriak mencoba menghentikan si pelaku agar bertanggung jawab atas ulah yang dia perbuat, namun hasilnya nihil. Anak muda yang mengendarai motor itu sama sekali tidak mengindahkan teriakan Anisa, bahkan motornya semakin melaju diatas rata-rata

"Anisa, sudah tidak perlu mengejarnya, biarkan saja" cegah Rizky saat Anisa akan mengejarnya. Dikejarpun percuma, Anisa tidak akan bisa mengejarnya hanya dengan berlari

"Tapi mas,,,"

"Sudah Nis, tidak apa-apa biarkan saja. Mungkin dia tidak sengaja"

"Emang dasar ya anak muda jaman sekarang berani berbuat tidak bernai bertanggung jawab. Mas sebentar ya Nisa carikan bantuan dulu"

"Tidak perlu Nis, mas baik-baik saja. Mas masih mampu untuk berjalan kok" lagi-lagi Rizky menghentikan langkah Anisa

"Tapi keadaan mas Rizky seperti ini, bagaimana mungkin baik-baik saja. Sekarang ini kita hidup dijaman apa sih mas? Kesadaran untuk menolong orang sudah berkurang, apalagi bertanggung jawab atas perbuatanya" gerutu Anisa kesal

"Tidak apa-apa Nis, mungkin ini adalah cara Allah memperingatan mas supaya lain kali mas lebih berhati-hati dan waspada dijalan"

"Tapi mas,,,"

"Sudah, yang penting mas tidak apa-apa kan? Ayo kita segera ke tempat acara, sebentar lagi acaranya akan dimulai"

"Mas Rizky, mas ini dicelakai orang loh, kenapa mas Rizky santai sekali. Mas tidak salah, mereka yang salah karena ngebut dijalanan seperti ini" protesnya yang masih tidak terima

"Anisa, dari pada kita membuang-buang waktu dengan hal negatif, lebih baik kita tepis itu dengan hal positif. Kejadian ini terjadi atas kehendak Allah, maka kita berkhusnudzon saja pada Allah. Jika pemuda yang menabrak ku tadi memiliki rasa tanggung jawab dia pasti akan berhenti, sudahlah ayo kita berangkat ke tempat acara saja" tuturnya seraya bangun dengan susah payah, ia mengibaskan baju dan sarungnya yang kotor. Emosi Anisa mulai mereda mendengar ucapan pemuda itu, ia selalu berhasil menenangkan emosinya dengan kata-kata sederhananya tapi penuh makna.

"Mas Rizky dalam keadaan seperti ini masih bisa-bisanya ya bersikap tenang, bahkan ia juga tidak mendoakan hal jelek pada pelaku padahal dia dicelakai atas kecerobohan remaja tadi. Jika aku menjadi dirinya mungkin alu akan marah-marah tadi" batin Anisa

Mereka melanjutkan perjalan ke pesantren. Meski Rizky berjalan dengan kaki setengah pincang, namun hal itu sama sekali tidak menyurutkan niatnya untuk tetap menghadiri acara istighosa. Anisa dan Rizky berpisah didepan pesantren karena tempat wanita dan laki-laki tentu terpisah. Berutunglah saat sampai disana Anisa mendapatkan sambutan hangat dari para santri yang pernah diajarnya sekali saat menggantikan jam ustadzah Halimah, tidak hanya para santri, ustadzah Halimah pun menyambutnya dengan hangat dan memperkenalkannya pada guru-guru lainnya. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Anisa untuk bisa memyesuaikan diri dengan mereka hingga ia tidak merasa canggung meski ini baru pertama kalinya Anisa menghadiri acara seperti ini.

Secerca Cahaya DikegelapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang