Ch. 8

1.5K 229 70
                                    



Snape memerhatikan Grace yang duduk di hadapannya, masih setengah terisak dengan mata dan pipinya yang memerah itu.

Dia hanya bisa berdecak ketika Grace masih belum mengucapkan sepatah kata apapun dan beranjak dari tempat duduknya, membuat sesuatu, lalu kembali dengan dua cangkir teh hangat di mejanya.

Melati. Grace masih bisa mencium aromanya yang pekat itu.

Grace lalu memandang Snape dengan kaget, tak percaya. Apa teh ini, benar dibuat dari hadiah yang diberikannya kemarin? Lah, jadi apa semua pemikirannya tadi dirinya salah? Menganggap kalau dia tak suka dengan hadiahnya, melihat sama sekali tak ada bungkusan hadiahnya di ruangan itu?

"Kuharap kau tak menaruh racun apapun pada teh ini, Potter." Snape seakan-akan menjawab pertanyaan Grace, mata hitamnya menatap mata cokelatnya. "Kuanggap, kau, Potter, cukup puas dengan ini—semenjak kau terlihat..."

Snape menjeda perkataannya sebentar, mencari kata-kata yang tepat untuk melanjutkan kalimatnya. "Terlihat... menyukainya, Potter," dia mengangkat sedikit alis matanya, menutupi aura canggungnya.

"Ka-Kau... menyukainya?" tanya Grace di sela-sela isakkannya sendiri.

"Oh tentu aku jauh lebih memilih teh Darjeeling, kalau itu pertanyaanmu," Snape menyeruput tehnya lalu matanya melirik secangkir teh yang sama sekali tak tersentuh di mejanya, mengisyaratkan Grace untuk meminumnya.

Darjeeling. Grace langsung mencatatnya dalam pikirannya, seakan-akan lupa pada patah hati yang di alaminya tadi.

"Kau mengusirku," gumam Grace secara tiba-tiba, keluar dari topik pembicaraan mereka. Hal ini terus menerus mengganjal di hatinya. Walau takut untuk mendengar apa jawaban Snape selanjutnya, dia tetap memberanikan dirinya untuk menanyakan hal itu. Sekarang, atau tidak pernah.

Dia tak mau menyerah begitu saja. Tak peduli seberapa sakit hatinya sekarang.

"A-Apa aku mengganggumu, Prof'?" tanyanya lagi berharap. Air matanya tertahan lagi di pelupuk matanya itu.

Snape terdiam. Apa yang sebenarnya diinginkan bocah itu? "Kalau itu yang kau katakan, ya, Potter, kau menggangguku." jawab Snape dengan datar. Demi Merlin, dia bahkan tak tahu apa yang ada di dalam pikiran Grace.

Setetes air mata jatuh dari mata kiri Grace tanpa disadarinya dan itu membuat Snape entah kenapa, kesal.

"Usap air matamu itu, Potter," gumamnya kesal, sekarang menatap Grace yang menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. "Aku tak mau kau membanjiri ruangan ini dengan air matamu."

Grace terisak. Itu kenyataannya. Itu yang dia tanyakan, tapi kenapa dia sendiri tak mau menerimanya?

Keheningan memenuhi ruangan itu. Kadang-kadang ditemani oleh isakkan Grace, dan Snape hanya bisa menatapnya, ragu untuk melakukan apapun. Dia sama sekali tak bisa berkutik, sampai pada titik dimana dia memutuskan untuk menghampiri Grace, membungkukkan badannya sedikit agar kedua mata mereka bertemu.

Dia bisa saja memilih untuk menggunakan Leglimency padanya untuk mengetahui jalur pikiran absurdnya, tapi dia memilih untuk tidak. Walaupun dirinya sedikit ragu akan pilihannya sendiri, tentunya. Sesuatu seperti menahannya untuk melakukan itu.

"Potter," panggilnya lebih lembut walau masih terdengar dingin di nadanya itu. "Apakah jawabanku tadi... menyakitimu?"

Snape bersumpah kalau bukan karena Grace, kata yang keluar dari mulutnya itu pasti membuatnya bergidik ngeri. Tapi bukan sekarang saatnya untuk memikirkan hal itu. Yang di pikirannya hanyalah gadis kecil di depannya yang sedang terisak dan dia harus menenangkannya.

Always.Où les histoires vivent. Découvrez maintenant