Ch. 7

1.5K 236 34
                                    

Snape kembali menatap secarik kertas di genggamannya itu, terlipat dengan sangat kuatnya, hampir terlihat tak berbentuk.

Semenjak kapan, seorang Snape mampu melakukan hal bodoh seperti itu?

Dia menghembuskan nafasnya. Pertanyaan itu terus mengiang-ngiang di telinganya. Snape sendiri entah kenapa tak tahu kalau dia mampu melakukan hal seperti itu, hal yang absurd bagi dirinya.

...

Semuanya berjalan seperti sempurna bagi Grace. Mulai dari detensinya bersama Snape yang selalu terlihat cemberut, membantu Hagrid untuk merawat binatang-binatang mistis di Hutan Terlarang, dan lagi-lagi, Snape, dengan tugas yang selalu dapat dikerjakannya dengan sempurna, hanya bisa membuat Snape terdiam, tak dapat menemukan alasan untuk mengutarakan sarkasmenya. Semuanya normal, kecuali satu hal.

Surat dari Wood tak pernah lagi didapatnya semenjak saat itu.

"Hey, Prof' Snape!" panggil Grace, di tengah-tengah pintu masuk ruangan Snape. "Maaf, Prof', hari ini otak Potter sibuk!"

Snape mengernyitkan dahinya, menunggunya untuk melanjutkan kalimatnya. "Hagrid mengajakku untuk pergi ke Diagon Alley, kau tahu, untuk membeli semua peralatan Hogwarts. Mau ikut?"

"Tidak." jawabnya dengan dingin, langsung setelah Grace berhenti membuka mulutnya.

"Ayolah, Severus," ucap Hagrid, tiba-tiba muncul di belakang Grace. "Es krim Florean Fortesque?"

Lagi-lagi, dia mengernyitkan dahinya. "Ah, ya, kau tak suka es krim." gumam Hagrid pelan sambil menggaruk lehernya dengan canggung. "Apothecary?" Hagrid membujuknya untuk kedua kalinya, "Kau bisa membeli bahan-bahan yang kau cari disana, 'kan?"

Grace mengangguk bersemangat dan Snape berdecak. "Suruh Potter disampingmu untuk membeli itu semua."

Tak lama kemudian, Snape membuka lemari di bawah mejanya, melempar bungkusan kain berisi koin, yang ditangkap Grace dengan sempurna.

"Tapi, Prof'!" rengek Grace yang semakin menjadi-jadi. "Tak seru kalau kau tak ikut, 'kan?"

"Sangat lucu, Potter," desisnya. "Hush." Snape mengusir mereka berdua keluar, meninggalkan Grace dan Hagrid berdiri di koridor Hogwarts.

Meskipun di awal Grace terlihat muram, semenjak Snape menolak ajakkannya, tapi saat dirinya dihadapi oleh suasana Diagon Alley—jajaran toko-toko kecil kuno khas Inggris yang bervariasi berhasil membuat senyumannya kembali muncul di wajahnya.

Grace membeli semua perlengkapan Hogwarts, mulai dari tongkat sihirnya, buku-buku pelajaran, jubahnya, untuk cadangan bila nanti jubah lamanya yang diberi Dumbledore itu rusak, dan seekor burung hantu yang selalu dia impikan. Ah, untuk burung hantunya, lebih tepatnya diberi oleh Hagrid.

Matanya bergelinang air mata saat Hagrid menyerahkan seekor burung hantu yang berukuran kira-kira satu jengkal setengah, dengan bulu halus bewarna coklat tua. Mata kuningnya yang tak kalah besar dan bulat dari tubuhnya—membentuk kombinasi sempurna dengan bentuk paruhnya yang kecil.

"BLIMEY, HAGRID!" seru Grace kegirangan dan langsung memeluknya erat-erat, mengucapkan terima kasih. Dia memang menginginkan seekor burung hantu semenjak dia melihat burung hantu Wood, Fred, dan George. Ayolah, siapa yang tak suka burung hantu dengan bulunya yang halus?

Hagrid mengeluarkan tawa kecil khasnya dan menepuk lembut kepala Grace. "Kau tahu, kau tak hanya harus berterima kasih padaku,"

Grace mengangkat kepalanya, matanya sedikit sembab. "Maksudmu?"

Always.Where stories live. Discover now