Ch. 4

2K 272 12
                                    

"Ini kamarmu, Gryffindor. Hanya untuk sementara tentunya dan mungkin kau akan merasa kesepian semenjak tahun ajaran baru belum dimulai." Hagrid meletakkan buku-buku tebal Snape yang tadi dia ambil dari pelukkan Grace ke sebuah meja disebelah kasurnya.

Grace melihat ke sekelilingnya. Kamarnya terlihat hangat. Dua kasur dan sebuah perapian, serta beberapa perabotan.

"Sendiri? Disini?" tanyanya sambil mulai menekan-nekan kasurnya, empuk.

"Sayangnya begitu," Hagrid tersungut-sungut. "Kamar lain penuh, Grace. Tunggu ajaran baru dan kau akan dapat temanmu."

Grace menghembuskan nafasnya, lalu mengucapkan terima kasih ketika Hagrid membantunya.

"Aku pergi dulu, 'eh Grace?" pamitnya ketika semuanya sudah terlihat rapi, sambil menepuk-nepuk lututnya. "Masih banyak hal yang belum kuurus."

Gadis itu menganggukkan kepalanya sedikit dan tersenyum kecil sebagai tanda terima kasihdan langsung menuju ke arah buku-buku yang tadi diberi Snape.

Grace menghitung buku-bukunya. Lima. Yaampun, lima?

Dia mulai membuka salah satu buku yang setebal jari telunjuknya. Magical Drafts and Potions. Tangannya membuka buku itu, membolak-balikkan halamannya yang sudah menguning.

Dia menarik nafasnya dalam-dalam. Aroma kertas bukunya itu entah kenapa membuatnya tenang. Ketika dia mulai membuka matanya untuk membaca buku tersebut, dia langsung mengerutkan keningnya, membolak-balikkan halaman selanjutnya dengan cepat.

Kenapa semua ini terasa familiar baginya? Dia tahu dia pernah membacanya di suatu tempat. Kenapa rasanya dia seakan-akan sudah tahu akan hal ini? Tapi dimana?

Grace lalu terdiam sebentar sebelum menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mendengus. Tidak mungkin.

Akhirnya dia menyempatkan dirinya untuk merebahkan tubuhnya sendiri ke kasurnya yang empuk itu. Ia tiba-tiba teringat dengan Cole—satu-satunya teman yang selalu menemani dirinya. Satu-satunya yang pernah dia punya di dunia ini. Matanya sedikit basah.

Dia tiba-tiba langsung beranjak dari kasurnya, mengusap matanya sebentar, lalu melirik buku-buku di mejanya. Mulutnya sedikit terbuka. Kenapa ini tak pernah terlintas di kepalanya?

Kenapa dia bisa membaca? Seingatnya, dia tak pernah bersekolah ataupun diajarkan membaca, semenjak dirinya hanya tinggal berdua bersama Cole di rerumputan pertama kali—persis di tempat dimana dia bertemu Snape.

Tunggu, kalau begitu, bagaimana dia bisa bertahan hidup selama ini? Dengan bantuan seekor kucing? Tidak mungkin!

Grace memejamkan matanya sambil mengingat-ingat masa kecilnya, mencari alasan logis tentang semua ini.

Kosong. Kepalanya tak bisa menemukan apapun. Yang dia ingat hanya Cole, pertemuan dirinya dengan Snape, Hagrid dan Hogwarts, tak lebih. Seakan-akan sembilan tahun dirinya sebelum bertemu Snape dan dua tahun setelahnya sama sekali tak pernah ada. Dia tak ingat apa-apa kecuali Cole, kematiannya, dan perkataannya tentang orangtuanya.

Grace lalu terpikir, apakah dirinya pernah terbentur di daerah kepala—satu-satunya alasan logis untuk semua ini. Amnesia atau kehilangan memori? Ya. Semua itu. Bahkan dirinya juga tak tahu lagi darimana dia mendapatkan pemikiran seperti itu.

Tapi yang lebih anehnya, dia menyadari kemampuan berbicara, menulis, membaca, dan sebagainya, diperolehnya tanpa seorangpun yang mengajari. Tentu kalau seekor kucing tak bisa mengajarinya hal itu, 'kan?

Always.Where stories live. Discover now