Kencan

12.2K 416 4
                                    

Fariz mendudukan Afi di kursi penumpang dengan perlahan, memasangkan sabuk pengaman, kemudian menutup pintunya, sebelum ia masuk dan duduk di kursi pengemudi.

"Kamu mau ke dokter ortopedi kenalanku atau kamu punya kenalan sendiri?" Tanya Fariz sebelum menghidupkan mesin mobilnya.

"Temanku sedang ada pertemuan ilmiah di luar kota. Jadi kurasa ke dokter ortopedi kenalanmu juga boleh."

"Baiklah. Aku akan menghubunginya terlebih dahulu." Fariz kemudian menekan sebuah pilihan dengan gambar telepon di sebuah layar sentuh yang terdapat di tengah dashboard mobilnya. Ia berbicara dan kemudian mulai membuat janji pertemuan dengan dokter ortopedi kenalannya. Tak lebih dari 5 menit janji pertemuan telah berhasil dibuat.

Keadaan di dalam mobil kembali hening. Fariz yang terlalu khawatir dan Afi yang terlalu tegang menyebabkan tak ada satu katapun yang mereka ucapkan selama perjalanan. Hanya deru mesin mobil yang berada di antara keduanya.

Hening.

Afi terlarut dalam pikirannya sendiri. Ia terus memikirkan pilihan-pilihan yang ada dihadapannya. Pilihan yang  harus ia buat dalam satu bulan. Ia memikirkan kedua orang tuanya. Ia juga memikirkan seorang pria yang secara tiba-tiba memasuki hidupnya, pria yang saat ini sedang fokus mengemudi sambil sesekali melirik ke arah Afi yang sedang memandang keluar dari balik jendela yang memantulkan bayangan yang berada berlawan dari posisinya. Afi kembali dalam lamunannya, dalam kabut yang menutupi kejernihan logikanya.

Tanpa sengaja, kelelahan, rasa nyeri dan kekacauan pikirannya, membawa Afi terlelap dalam kenyamanan dan kehangatan mobil sport Fariz. Fariz kembali melirik dan menyadari hal ini. Ia kemudian tersenyum melihat wajah tenang Afi.

"Ia benar-benar ceroboh. Apa ia tidak tahu seberapa berbahayanya seorang pria bisa beraksi di depan seorang wanita." Fariz menggelengkan kepalanya, berbicara sendiri dengan suara yang sangat pelan, mencoba tidak membangunkan Afi yang tertidur. Ia juga mengemudi semulus mungkin menjaga agar tidak ada gerakan mendadak yang dapat membangunkan dambaan hatinya.

Mereka tiba di rumah sakit tempat dokter ortopedi tersebut berada. Fariz menghentikan mobilnya, melihat jam tangannya dan menyadari mereka tiba 30 menit lebih cepat dari waktu yang telah disepakati. Afi masih tertidur. Fariz tak sanggup membangunkn Afi yang terlihat sangat lelap dalam tidurnya. Ia hanya bisa memandang dan mengagumi wanita cantik yang ada dihadapannya. Wanita cantik itu sesekali terlihat menggerakan tubuhnya dan menggeliat seperti seekor kucing. Fariz hanya bisa tersenyum melihat tingkah menggemaskan Afi.

Fariz selalu bertanya-tanya mengapa ia bisa sebegitu terpesonanya pada wanita dihadapannya. Wanita yang hanya dalam kurun waktu kurang dari 3 jam saja tak ia temui, sudah membuat hatinya gelisah dan tak tentram. Wanita yang punya prinsip dan memiliki harga diri yang tinggi. Wanita yang air matanya tak sanggup ia lihat. Wanita yang tak pernah ia ingin tinggalkan.

Fariz ingin sekali menyentuh kedua tangan Afi, mengelus pipinya, membelai rambutnya, mengecup bibirnya, memeluknya, dan memberikan kenyamanan lebih pada Afi yang sedang terlelap. Tangan Fariz ingin bergerak dan menggapai Afi, namun ia segera teringat akan janjinya dan ekspresi Afi saat itu. Fariz segera menarik tangannya kembali, menyenderkan kepalanya ke kursi mobil dan kembali memandangi Afi dengan penuh kasih sayang. Ia memilih untuk menghargai keinginan Afi, karena bagi Fariz, dalan sebuah hubungan, respect merupakan hal yang sangat penting.

Tiba-tiba, Afi menggerakan kedua tangannya dan membuka matanya. Di saat bersamaan, mengabaikan rasa terkejutnya, Fariz segera menutup matanya dan berpura-pura tertidur. Ia tidak ingin Afi menyadari bahwa ia telah memandangi Afi selama itu. Ia tak ingin melihat ekspresi tak nyaman dan takut dari Afi. Fariz juga ingin melihat reaksi Afi dan bagaimana Afi akan membangunkannya.

Inikah CintaWhere stories live. Discover now