01. Mentor

1.3K 80 24
                                    

Tahun ajaran baru dimulai. Kini tidak terasa anak-anak sudah memulai kembali pendidikan mereka di sekolah. Begitupula dengan seorang gadis beriris indah yang baru saja datang. Suraian indigonya berkibar seirama dengan langkah kakinya yang tenang. Seperti biasa, sejak kelas satu, gadis itu sudah terbiasa datang awal karna mengikuti waktu berangkat kerja sang ayah. Hidup hanya berdua dengan sang ayah setelah perceraian orang tuanya membuat si gadis harus terbiasa untuk melakukan apapun sendiri dan serba cepat.

Hyuuga Hinata nama gadis itu, Ia melirik sekelilingnya yang masih cukup sepi. Dilihatnya baru beberapa siswa yang datang berjalan menuju pintu masuk utama bangunan sekolah. Parkiran guru pun serupa, tidak banyak kendaraan yang sudah terparkir di sana.

Hinata sekarang sudah kelas tiga, tidak banyak waktu lagi untuk berleha-leha. Ia harus bisa masuk ke Universitas dengan bantuan beasiswa agar bisa meringankan tanggungan sang ayah terhadap kehidupan mereka berdua. Namun mendapatkan beasiswa bukanlah perkara mudah. Ia harus memiliki nilai sempurna.

Beberapa teman sekelasnya sebelum liburan kemarin meributkan tentang beasiswa yang sedang di incar oleh Hinata. Katanya, tahun ini hanya satu orang siswa yang akan mendapatkan beasiswa penuh untuk Universitas Konoha. Dan banyak yang memprediksikan beasiswa itu akan didapatkan oleh seorang jenius dari keluarga Uchiha. 

"Uchiha Sasuke," gumam Hinata mengingat-ingat sebuah nama yang memang terkenal dikalangan para gadis. Sejak kelas satu, Ia tidak pernah satu kelas dengan lelaki itu, tidak tahu sejenius apa dia dan kenapa banyak sekali gadis yang menyukainya.

Memang, sudah terkenal bahwa Uchiha adalah keluarga kaya dengan garis keturunan yang kuat. Mereka dianugerahi penampilan fisik ideal yang menawan, wajah yang rupawan juga kecerdasan yang lebih dari orang lain.

Apa Hinata mampu menyaingi seorang Uchiha?

Hinata memang pintar, Ia mampu menguasai banyak mata pelajaran terutama materi-materi hafalan. Sayangnya, Hinata sangat lemah pada materi-materi Sains dan Hitung-hitungan, terutama Matematika.

Langkahnya sampai di depan sebuah kelas bertulisan 3-1. Sekolah Hinata memang memiliki regulasi yang mengharuskan para siswa mendapatkan kelas yang berbeda-beda setiap tahunnya, dengan murid yang di pilih secara acak untuk setiap kelasnya, guna menghindari pandangan adanya kelas terfavorite dan kelas buangan.

Juga dalam rangka membuat seluruh siswa dalam angkatan mereka mengenal satu sama lain, katanya.

Hinata kurang suka regulasi seperti ini, untuk sifatnya yang cenderung pemalu dan kurang bisa bergaul. Sangat sulit dan butuh waktu yang cukup lama untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya. 

Sampai di kelas, gadis itu memilih bangku di barisan ke tiga namun tidak paling tengah, tidak pula dipaling ujung, Hinata menghindari resiko akan ditunjuk oleh guru mata pelajaran jika Ia duduk terlalu depan atau terlalu belakang.

Bukan tidak bisa menjawab, tapi Hinata terlalu malu menyuarakan apa yang ingin Ia ucapkan.

Suara pintu kelas terdengar digeser oleh seseorang. Suasana yang sepi membuat Hinata langsung menoleh ke arah asal suara. Didapatinya seorang pemuda bersurai hitam berjalan tenang memasuki ruang kelas. Dia menempati bangku yang sama dengan Hinata, di barisan ke tiga, hanya saja terhalang satu meja dengan meja milik Hinata.

"S-Selamat pagi?"

Karna merasa tidak nyaman dan kurang sopan jika berada dalam satu ruangan dengan seseorang namun hanya diam saja, Hinata memberanikan diri untuk menyapa pemuda itu dengan ramah.

Si pemuda yang di sapa menoleh dan hanya mengangguk sebelum membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah buku untuk Ia baca. Hinata bingung harus senang atau merasa tersinggung. Senang karna pemuda ini tidak banyak bicara sehingga Ia tidak perlu mencari berbagai macam topik untuk mengobrol, namun sedikit tersinggung juga karna keberaniannya untuk menyapa lebih dahulu ternyata tidak mendapatkan respon yang menyenangkan.

MemoriaWhere stories live. Discover now