Tiga Belas

18.4K 1.6K 29
                                    

Ku tak percaya kau ada di sini, menemaniku di saat dia pergi. Sungguh bahagia kau ada di sini, menghapus semua sakit yang kurasa.

—Vierra (Rasa Ini)

Setelah selesai menelusuri pelabuhan Sunda Kelapa, Revan mengayuh sepedanya menuju Toko Merah, Jembatan Kota Intan, Menara Syahbandar, serta Museum Bahari. Mereka sempat turun sebentar untuk berfoto di tiap tempat, baru melanjutkan perjalanan. Tak terasa dua jam berlalu. Ini semua dikarenakan Della yang terus meminta foto, apalagi jika hasil fotonya tidak bagus, maka ia akan meminta foto ulang. Sudah seperti foto model dan Revan sebagai fotografernya. Ya mungkin hanya memakai kamera kualitas ponsel, tapi setidaknya hasilnya masih lumayan bagus.

Ketika mereka kembali ke Taman Fatahillah, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Pak Sutrisno sempat ngomel-ngomel karena mengira sepedanya dibawa kabur. Revan jadi harus membayarnya lagi tiga puluh ribu, karena mereka sudah memakainya sampai dua jam.

"Laper nggak, Del?" tanya Revan.

Della mengangguk. "Mau makan," rengeknya.

Revan tertawa, lalu mengusap puncak kepala Della. Mereka mampir ke salah satu kedai yang berada di dekat sana. Della membaca nama yang ditulis di atas pintu masuk.

Kedai Seni Djakarte.

Kusen-kusen pintu serta jendela berwarna hijau tua, sementara temboknya dicat putih. Bangunan dua lantai ini masih bergaya klasik dan mempertahankan keaslian bangunan sejak tahun 1913. Beberapa bagian cat di tembok sudah terkelupas, mungkin karena termakan usia. Di bagian depan kedai terdapat beberapa pohon kelapa yang membuat suasana sejuk. Della dan Revan kemudian mengambil tempat duduk di bawah payung bundar, di luar restoran. Mumpung cuaca lagi cerah dan tidak begitu panas, jadi mereka bisa langsung menikmati keindahan Taman Fatahillah beserta museumnya.

Beberapa saat kemudian pelayan datang, menanyakan pesanan.

"Lo suka Soto Betawi nggak, Del?" tanya Revan sambil membaca menu yang disodorkan pelayan tadi.

"Gue mah ikut-ikut aja," jawab Della.

"Yaudah. Mbak, Soto Betawi dua, sama bajigurnya dua ya." Revan menyebutkan pesanannya itu sambil membaca menu makanan, sementara si Pelayan mencatat.

"Oke, Saya ulang ya, Mas. Soto Betawi dua sama bajigurnya dua. Ada tambahan?" tanya si Pelayan dengan sopan.

"Yang satu sotonya jangan pake seledri ya, Mbak," sahut Della.

Si Pelayan mengangguk. "Baik, ditunggu sebentar ya." Mbak itu lalu membalikkan badannya, berjalan masuk ke dalam kedai.

"Gimana? Tadi seru?" tanya Revan sesudah pelayan tadi hilang dari pandangan.

Della mengangguk semangat. "Banget."

Revan tersenyum. "Mau lagi?"

"Mau," rengek Della.

Revan spontan tertawa. "Masih ada tempat yang gue rencanain, tenang aja."

Della bersorak girang, layaknya anak kecil yang baru mendapatkan permen. Revan tersenyum melihat Della yang gembira seperti itu. Della yang manis, yang riang, yang ceria. Della yang bahagia ketika bersamanya. Ia senang karena telah berhasil membuat gadis itu tersenyum. Ia senang karena melihat gadis itu tertawa. Rasanya, ada puluhan kupu-kupu yang berterbangan di perutnya. Terasa menggelitik dan membuatnya ingin tertawa, tersenyum, dan terbang setinggi-tingginya, tanpa takut terjatuh lagi.

Januari [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now