14. Perfect Imam-Si Perasa

1K 77 4
                                    

Selama sarapan senyuman Fadil tidak luntur dari bibirnya. Tersenyum sambil memperhatikan Nayla yang diserbu rasa malu.


Malu akibat pergulatan panas mereka semalam. Bunga-bunga cinta dan kasih sayang yang menggebu diantara hati mereka semakin membuat Fadil ingin terus menatap istrinya yang tersenyum malu.

"Aku sayang sama kamu." Ucap Fadil mengusap lengan Nayla.

"Aku juga."

"Semangat ya kuliahnya, biar cepet selesai dan lulus. I'm proud of you, my wife." Fadil mengecup lengan Nayla.

"Kamu juga semangat kerjanya."

"Biar apa?"

"Biar kita cepet-cepet pulang ke Indonesia."

Fadil menghentikan makannya. "Emang kamu gak betah ya tinggal disini?"

Nayla ikut menghentikan makan juga. "Bukan gitu. Wajar gak sih kalau aku rindu sama negara aku sendiri?"

Fadil terdiam lalu mengangguk. "Libur hari raya nanti kita pulang kok Nay."

Nayla mengangguk lalu melanjutkan makannya.

"Oh ya Nay, kayanya mustahil kalau nyelesain kuliah 3.5 tahun disini. Semester 1 kan dipake buat belajar bahasa Jerman, malah ada yang setahun. Kamu udah dikasih tau?"

Nayla terdiam, lalu mengangguk. "Itu yang mau aku omongin. Aku susah komunikasi sama yang bahasa Jerman nya kentel banget, english nya kurang. Terus ya, aku gak bisa nyelesain cepet. Ditambah belajar bahasa Jerman, bisa jadi 1 tahun. Aku kira sebelumnya kamu udah ngerti gimana belajar disini."

Fadil menyuapkan makan terakhirnya. "Maaf. Aku kira sama aja, ternyata lebih sulit. Jadi maunya gimana?"

"Maunya kuliah di Indonesia."

"Yang sabar dong Nay. Kamu jalanin aja dulu, tanggung kan? Kamu udah dipertengahan semester 1."

Nayla terdiam lagi. "Kata kamu lebih sulit disini. Tapi kamu nempatin aku diposisi sulit ini. Seneng ya?"

Fadil tertohok dengan ucapan Nayla. Ah sepertinya Fadil salah bicara lagi. "Bukan gitu Nay. Oke! Bisa aja kamu ya aku pindahin ke Indonesia, tapi gimana dengan kerjaan aku?"

Nayla beranjak dari kursinya. "Bilangin aja ke Satria kalau aku mengundurkan diri. Cape tiap hari berantem terus sama kamu."

Nayla pergi meninggalkan Fadil yang masih memikirkan pendidikan Nayla.

Apakah ini resiko dari nikah muda yang dijalaninya? Sifat Nayla yang masih childish terkadang membuat Fadil marah. Tapi ia tahan, ibaratkan Nayla sedang marah yang berasal dari api masa iya harus Fadil siram dengan minyak tanah agar kemarahan Nayla makin besar?

Fadil memijat pelipisnya. Kalau Nayla berhenti kuliah sampai mereka kembali ke Indonesia, apakah Nayla mau? Apakah Nayla sanggup?

Fadil meneguk susu putih miliknya yang tinggal setengah lalu pergi berpamit kepada Nayla yang masih marah. Fadil juga menanyakan perihal keseriusan Nayla dalam berhenti kuliah di Jerman. Dan keputusan Nayla memang sudah bulat akan berhenti.

Perfect ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang