satu ( Isabelle )

44.2K 982 50
                                    

Aku anak satu-satunya dari keluarga Valenova. Yang awalnya menjalani kehidupan kelam namun menjadi seorang anak orang kaya.

Aku bersekolah di Harvard University. Tidak mudah untuk masuk ke universitas ini. Ayahku memperoleh saham yang begitu banyak sehingga aku menjadi seorang anak yang terkenal kalangan atas di sekolah.

Aku berusaha untuk tidak terlelap setiap pagi, tapi ranjangku memiliki gravitasi yang kuat sehingga aku tertarik untuk tidur. Aku ingin menikah dengan tempat tidurku. Tetapi pelayanku terus saja membangunkanku. Dasar perusak hubungan orang!

"Apa salahnya jika tidak bersekolah untuk sehari saja?" Protesku dengan mata tertutup.

"Maaf nona, ayah anda tidak ingin jika nama baiknya rusak karena anda." sahut pelayanku sambil menyiapkan seragam sekolahku.

"Hggnh, coret saja namaku dari kartu keluarga! Aku bosan bersekolah. Lagipula ayah juga tidak pernah memikirkanku, hanya pekerjaannya saja." Ucapku beranjak dari tempat tidurku.

"Nona tidak perlu seperti itu. Sekolah itu penting buat pendidikan nona Isabelle. Seharusnya nona lebih bersemangat untuk sekolah." sahut pelayanku lagi.

"Yayaya," kataku, "sudahlah itu tidak penting." kataku lagi sambil membanting pintu kamar mandi.

Rumahku sangat besar. Hampir mirip dengan white house. Namun tidak terlalu mewah. Setiap kamar tidur memiliki satu kamar mandi. Kami memiliki 5 pelayan di rumah. 4 mobil dan 2 sepeda. Aku tidak terlalu memamerkan kekayaan ayahku. Tetapi ayahku yang melakukannya. Setiap pergi ke sekolah, aku diantar menggunakan mobil Range Rover keluaran terbaru. Setiap mata selalu menuju ke arahku, namun terasa seperti hawa kebencian bagiku.

Aku tidak terlalu disukai di sekolah. Aku tidak tahu apa yang membuat mereka membenciku. Tapi mereka adalah temanku. Aku tahu mereka membenciku tapi aku menyayangi mereka. Bukankah itu definisi pertemanan?

Aku mempunyai sahabat di sekolah. Aku akrab dengannya dan hanya dia satu-satunya orang yang dapat kupercaya. Dia orang yang baik dan pengertian. Dia terlahir di keluarga sederhana. Tapi aku tidak terlalu mementingkan hal itu. Aku sangat memberikan kepercayaanku kepadanya. Hanya dia. Namanya Selena, sekelas denganku.

"Hey, apa kabar?" Ucap Selena
"Im okay, istirahat makan carbonara mau gak? Aku yang traktir, deh!" Kataku sambil menaruh tasku di kursi.

"Wah! Benarkah? Aku senang kamu ngomong gitu." sahut Selena dengan wajah ceria yang tercampur dengan kagetnya

"Iya, mau?" Tanyaku

"Tentu saja aku mau!" Sahutnya senang.

Aku sering mentraktir Selena. Dia juga sering membantuku mengerjakan tugas dari dosen. Aku menyayanginya! Setiap pelajaran berlangsung, dia selalu mengajariku cara belajar yang benar. Dia mengajarkanku rumus dan segala hal yang tak ku mengerti. Tapi yang kusenangi tetap bel istirahat dan bel pulang sekolah. Mereka sudah menjadi favoritku beberapa tahun ini.

...

"Ini enak banget!" Seru Selena sambil melahap makanannya.
"Iyalah enak! Kan gratis." sahutku.
"Haha iya makasih ya, babes!" Katanya lagi.

"Nanti Pulang bareng aku aja! Mau gak?" Ajakku dengan nada santai.

"No, aku gamau ngerepotin kamu terus. Kapan-kapan aja ya." katanya lalu berterimakasih dan pamit pulang.

Aku tidak terlalu suka di rumah. Suasananya sunyi. Lebih baik aku di sekolah daripada di rumah. Aku tidak memiliki teman bermain di rumah, hanya berbaring seharian, bermain alat musik dan berkeliling koridor. Ayahku adalah orang yang sibuk, begitupula dengan ibuku. Ayahku hanya memegang saham. Dan ibuku yang mengurus sahamnya.

Sampai suatu saat ketika saham ayahku bangkrut total.

"Sayang," panggil ibuku sambil mengetuk pintu kamarku.

"Ya, bu? Buka saja. Tidak dikunci." Sahutku dari dalam kamar.

"Ada yang harus Mama bicarakan denganmu. Hanya berdua. Ini sangat penting." kata Mama sambil menutup pintu dan memastikan hanya kami berdua yang berada di dalam kamarku.

"Bilang saja. Jarang sekali, kan Mama mendatangiku seperti ini," ucapku sambil berusaha tidak memperdulikan Mama.

"Pertama, Mama ingin minta maaf jika Mama jarang memberikan waktu luang kepadamu."

"Aku sudah terbiasa tanpa kalian," ucapku acuh tak acuh.

"Mama minta maaf. Begitu juga Ayahmu. Sebenarnya bisnis kami bangkrut." Ucapnya sambil memelas iba.

"Ohya? Baguslah. Sekarang kalian mulai memerdulikanku." Sahutku masih tak peduli.

"Mama pikir begitu. Tapi kedatangan Mama kesini karena," sebelum ibuku menyelesaikan perkataannya, aku memotong pembicaraan tersebut.

"Karena apa?"

"Aku dan Ayahmu akan menjodohkanmu dengan anak pemilik saham di Inggris." Kata Mama sambil menatapku dengan serius.

"Apa?!" Secara spontan aku ternganga dan menatap Mama serius.

"Kau harus dan tidak boleh menolak hal ini, sayang. Pihak keluarga pria juga telah menyetujuinya." Ujar Mama meyakinkan.

"Aku tidak mau! Aku belum siap, Ma!" Aku menolak permintaan Mama.

"Dia juga bersekolah di Harvard. Dia sederajat denganmu," ucap ibuku lagi.

"Tapi aku kan tidak mengenalnya. Dan aku tidak ingin." Kataku memelas.

"Maafkan Mama, tapi kau harus melakukan ini," ujar ibuku.

"Aku tidak ingin! Jangan paksa aku, Ma!"

"Kau harus melakukan ini."

"Tapi mengapa?"

"Ini urusan keluarga, kau harus menjalankannya. Jika tidak, ayahmu akan bangkrut dan kita akan kembali menjalani kehidupan miskin yang fana itu."

Aku memikirkannya berulang-ulang dan matang. Aku tidak ingin keluargaku jatuh lagi ke dalam jurang yang sama. Tidak akan lagi.

"Baiklah. Biarkan aku bertemu dengan pria itu."

"Gadis yang baik."

...

Aku sungguh tidak percaya ini! Mama menjodohkanku secepat ini dengan pria yang tak kuketahui asal usulnya. Mama menjadwalkan ku untuk bertemu dengannya besok. Apa yang harus kulakukan? Aku bingung apa yang harus aku lakukan untuk menghindari hal ini. Aku sangat gugup.

©All Rights Reserved 2017 Grabellia Aprilia

Fake Couple✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang