CHAPTER 23: SECRET

3K 537 24
                                    

Haejung masih memandang mobil Haejoon yang dengan cepat menghilang di belokan. Tas sekolah yang sejak tadi di peluknya jatuh begitu saja menyentuh tanah. Bibirnya mengatup rapat. Tubuhnya mulai bergetar. Kakinya melemas hingga akhirnya ia terduduk di tanah -di depan toko sekaligus rumahnya.

Tetes demi tetes air mengalir dari matanya. Haejung menutup matanya lalu menghela napas panjang. Meresapi rasa sakit dihati yang perlahan mengalir ke seluruh tubuh. Rasa kesal itu muncul secara tiba-tiba. Kenapa tuhan seolah memberikan cobaan secara terus menerus kepadanya?

Bau petrichor mulai menusuk penciumannya bersamaan dengan jatuhnya ribuan tetes air hujan dari langit hitam. Haejung menepuk-nepuk bagian dadanya yang terasa semakin sesak. Isakan membuat tubuhnya semakin bergetar hebat. Kepalanya menggeleng saat suatu pemikiran gila melintas di kepalanya.

Appa adalah penabrak eomma Renjun dan Jaemin.

Kepalanya menggeleng namun di sudut hatinya Haejung takut opininya tersebut benar. Tadi, bersama dengan polisi-polisi itu, Haejung dapat melihat Jaemin dan Park saem duduk di dalam salah-satu mobil polisi. Jaemin menatap Haejung dalam saat matanya tak sengaja bertabrakan dengan mata hitam Haejung. Hanya sekilas karena pemuda itu segera memalingkan wajahnya.

Andai saja tadi ia tidak melihat Jaemin, Haejung tidak akan merasa bersalah seperti ini. Bukan, ia tidak takut pada Jaemin. Ia takut Renjun semakin menjauhinya. Bagaimana jika Renjun sangat membencinya hingga tak mau lagi bertemu dengannya? Bagaimana jika anak nerd itu sangat membencinya?

Haejung menjatuhkan tangannya ke tanah. Membiarkan hujan membasahi tubuh dan menyatu dengan air matanya.

Haejung mendengar bunyi hujan semakin deras namun tubuhnya tak lagi diguyur hujan lebat seperti tadi. Hanya beberapa tetes hujan yang masih jatuh di atas bahunya membuat matanya terbuka dengan perlahan.

Renjun. Orang yang pertama kali dilihatnya adalah pemuda itu. Melindunginya dengan sebuah tas yang ada di atas kepala Haejung sedangkan pemuda itu sendiri sudah sangat basah. Ia berjongkok di hadapan Haejung sembari menatap Haejung. Saat menatap mata Renjun, Haejung kembali mengeluarkan air matanya yang sempat berhenti.

Semua menjadi masuk akal. Ia semakin yakin bahwa appa nya adalah si penabrak itu. Renjun menjauhinya karena itu. Selama ini Haejung sangat penasaran dengan pertanyaan itu. Pertanyaan mengapa Renjun menjauhinya. Tapi sekarang, lebih baik ia tidak mengetahui jawabannya. Lebih baik ia diam tak ingin mencari tahu. Lebih baik ia diam dan membiarkan apa yang terjadi tanpa mengikuti perintah otaknya.

"Mau sampai kapan kau berada di sini?!" tanya Renjun dengan suara keras agar Haejung bisa mendengar suaranya. Haejung menggeleng dan mendorong bahu Renjun membuat Renjun sedikit oleng.

"Ka!" ucap Haejung masih mendorong bahu Renjun dengan tangannya yang sudah sangat lemas.

Renjun tetap diam membuat Haejung semakin memukul bahu Renjun bertubi-tubi, "Ka rago! Ka.. Ka!"

Renjun menggenggam tangan Haejung membuat pukulan itu berhenti. Haejung berusaha menarik tangannya namun nihil, tanaganya tak sebanding dengan Renjun.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi, Tapi tolong.. jangan melukai dirimu sendiri! Kau akan menyusahkan orang lain jika seperti ini! Kau bukan anak-anak lagi Haejung-ssi!" bentak Renjun.

Haejung menunduk dengan terisak. Lalu kembali menatap Renjun, "ini karenamu! Kau tidak tahu apa yang aku rasakan! Kau tidak tahu berapa sakitnya hatiku saat ini! Tidak masalah jika kau pergi, pergi sana!  Tidak usah sok peduli dengan menolongku," Haejung menjauhkan tas Renjun yang masih ada di atas kepalanya.

Lalu seorang gadis yang memakai dress selutut turun dari sebuah mobil dengan memakai payung dan berjalan mendekati Renjun. "Renjun-ah, ayo kita pulang!" ajak gadis itu dengan suara keras --berusaha melawan suara hujan sembari memegang bahu Renjun.

Renjun berdiri dan mengambil alih payung dari tangan gadis itu. Ia lalu menyerahkannya kepada Haejung.

"Pakai ini jika kau masih ingin terus disini hingga pagi hari" ia lalu memberikan --memaksa Haejung untuk menerima payung itu. Rena --gadis yang tadi turun dari mobil terlihat ingin protes karena kini Rena mulai menggigil karena basah. Setelah payung tersebut sudah berada di genggaman Haejung, Renjun segera menarik Rena kembali ke mobil.

Payung yang tadi berdiri tegak menutupi Haejung kini juga ikut jatuh ke tanah.

"Bahkan ia memanggilku Haejung-ssi"

•°•°•°•°•

Haejung masuk ke rumahnya setelah hujan reda pukul 21.00 KST. Saat Haejung masuk, pekikan eommanya segera menggema seantero toko-- rumah.

"Kya! Kau darimana saja? Eomma sudah menghubungimu tapi tidak di jawab. Haejoon bilang ia sudah mengantarmu ke rumah sebelum hujan dan kau kembali setelah hujan reda dengan keadaan basah kuyup?!" Haejung diam sembari menunduk. Eommanya tidak marah. Haejung tahu eomma nya hanya menhomel karena khawatir. Wanita paruh baya itu juga terlihat segera pergi ke dapur mengambil sebaskom air hangat.

Setelah meletakkan baskom berisi air hangat di lantai, beliau menuntun Haejung duduk di salah satu kursi pembeli dan menempatkan kaki Haejung di dalam baskom tersebut. Ia berjongkok di hadapan Haejung sembari menatap putrinya itu iba. Perkiraannya, mungkin saja Haejung patah hati karena cinta. Ya.. Eommanya sudah bisa menebak hal seperti itu akan terjadi saat ia mempunyai seorang putri.

"Ada apa.. Apa hatimu sakit?" tanya eomma nya sembari mengelus kepala Haejung. Haejung mengangguk dengan tundukan yang semakin dalam.

"Apa... Siapa yang membuat hatimu sakit?" tanya eomma nya.

Perlahan Haejung mengangkat wajahnya, "Appa.."

•°•°TBC°•°•

AymisRenjunsomacs:'

Innocent;huang renjun[√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang