Lost you

74.7K 5.9K 6
                                    

Aku nulis sambil denger lagu it will rain milik Bruno Mars.. gak nyambung sih, tapi itu lagu yang buat aku mau nulis part ini. Masalahnya, minggu depan itu udah ujian, jadi ya males banget.. makasih udah mau mampir..

Cause there'll be no sunlight
If I lose you, baby
There'll be no clear skies
If I lose you, baby
Just like the clouds
My eyes will do the same if you walk away
Everyday, it'll rain, rain, rain

Manda pulang dengan keadaan yang tak bisa dibilang baik-baik saja. Terdengar suara batuk disertai bersin memenuhi seantero ruangan. Tangis yang sedari tadi menemaniku seketika hilang. Kusampirkan kesedihanku sejenak, lalu melangakah menuju ruang tamu. Mengendap-ngendap sambil memeluk toples berisi cemilan.

Manda melempar jaket kulit milik Avan di sofa ruang tamu dengan cekatan. High heels mahalnya di lepas berserakan di lantai. Tubuh semampai milik Manda tampak setengah basah terkena tetesan hujan malam ini.

Dia berjalan melewatiku tanpa menoleh seolah aku adalah makhluk yang tak tampak. Aku mengernyit melihat gayanya yang pura-pura tegar di depanku. Suara batuk disertai bersin-bersin baru terdengar setelah beberapa meter jauhnya dariku.

Rasa ibaku sedikit tersentil melihat keadaannya. Dengan segala kegengsianku, mengatasnamakan bunda, aku menguatkan hatiku menuju dapur. Aku membuatkan dua hot chocolate untuk diriku dan Manda. Bibi sudah tidur sejak tadi, aku yang menyuruhnya. Jadi sangat tidak etis jika aku memaksa membangunkannya lagi.

Aku memasuki kamar Manda tanpa mengetuk terlebih dahulu. Dia tidak sedang tidur. Melainkan bersandar pada bantal di kepala ranjang dengan sekotak tissu dipangkuannya.

"Nih gue buatin minuman kesukaan lo." Ucapku kemudian menyodorkan segelas hot chocolate penuh.

Dia tak mau menatapku sama sekali. Tapi mencoba meminum hot chocolate tersebut. Aku pun melakukan hal yang sama. Kami kehilangan topik pembicaraan.

"Gue pengen makan soto yang di deket alfamart. Tolong beritahu bunda." Ucap Manda memecah keheningan.

Aku tahu Manda menyimpan maksud dalam kata-katanya. Bola matanya tampak bergerak ke segala arah. Seolah meminta padaku untuk segera membelikan, dengan nama bunda sebagai tamengnya.

Tanpa banyak bicara, aku segera mengambil motorku di garasi. Sudah lama sekali aku tidak mengendarai motor kesayanganku ini. Hanya sekali gas, motorku keluar dari halaman rumah. Aku pergi untuk membelikan Manda soto yang jaraknya hanya beberapa blok dari kompleks kami.

***

"Sayang, kamu hari ini minta dijemput Ali?" Bunda memanggil namaku saat kaki bersepatu hitam ini menginjak tangga. Ali? Dia menjemputku hari ini?

"Iya, bun."

"Kamu ini gimana sih, Ali udah nunggu dari tadi. Udah sana cepet samperin, dia udah ada di meja makan."

"Iya bunda." Aku memperjelas jawabanku. Bunda tersenyum sejenak padaku.

"Yaudah bunda sama ayah pergi dulu ya. Ada masalah di perusahaan cabang, jadi harus pagi-pagi perginya." Aku menghampiri bunda lalu mencium tangannya. Dia mengusap kepalaku lembut.

"Gena, ini udah telat. Bilang temen kamu jangan sering-sering jemput kamu. Kasitahu ke dia program jalan bareng yang papa bangun buat kamu sama saudara tiri kamu. Papa sama mama pergi dulu." Aku meraih tangan pria yang sudah menggantikan figur seorang ayah untukku beberapa tahun ini. Tangan itu sudah keriput hampir termakan usia.

Aku melanjutkan langkahku ke meja makan. Disana ada perang dingin antara Ali dan Manda. Aura ketegangan menyeruak diantara lingkaran meja makan, membuat aku enggan bergabung.

"Ali kok gak bilang mau kesini?" Tanyaku padanya. Ali berhenti sejenak dari acara makannya.

"Iya gue khawatir sama lo." Ia memasukan satu suap nasi goreng lagi ke mulutnya. Aku melirik Manda yang kelihatan tidak peduli sama sekali. Niat usilku muncul.

"Manda lo udah sehat?" Tanyaku iseng.

"Menurut lo?" Jawabannya seperti mengajak perang. Untung saja aku punya maksud lain dari pertanyaan ini. Jika tidak, pagi ini Ali akan menyaksikan perang mulut secara langsung antara aku dan Manda.

"Ali, lo gak usah khawatir, Manda udah sehat kok." Godaku.

Kalian tahu, sebenarnya Ali pernah dekat dengan Manda sewaktu SMP dulu. Sebelum aku dan Manda menjadi saudara tiri. Namun kala itu Ali tidak sempat mengungkapkan perasaannya, dan Manda sudah diambil oleh orang lain.

Kemudian pada awal kelas sepuluh, setelah Manda putus dengan pacarnya, Ali berusaha mendekat lagi. Tapi semuanya gagal. Manda juga ikut-ikutan membenci Ali sama seperti dia membenciku hanya karena Ali adalah satu-satunyaa orang yang menjadi sahabatku saat aku kesepian.

Kini aku tidak tahu bagaimana perasaan Ali pada Manda, pun sebaliknya. Ali jarang membicarakan perempuan lain jika sedang denganku. Paling hanya menanyakan pendapatku tentang niatnya untuk putus dari seseorang atau mencari kekasih lain.

"Siapa yang khawatir." Ucapnya datar.

"Siapa juga yang mau dikhawatirin." Sambar Manda. Kedua makhluk berbeda jenis kelamin itu kini saling menatap tajam.

"Udah ah, males. Gerah lama-lama disini." Manda berdiri dari duduknya.

"Harusnya dia yang lo kasihani. Dia baru aja dibuang sama Fabian." Manda menunjuk wajahku. Rupanya cepat sekali kabar itu menyebar. Manda melipat tangannya di dada, lalu melenggang pergi.

Aku mengepalkan tanganku, sedangkan Ali tertawa melihat tingkahku.

"Makanya, jangan suka usilin orang. Emang enak!" Ucap Ali di sela tawanya.

"Aliii!!!"

***

Aku turun dari motor matic Ali. Aku mengatur letak tasku agar nyaman digunakan, sedangkan Ali merapikan rambutnya. Kebiasaannya setelah turun dari motor.

"Ayo Ali." Ajakku padanya.

Brumm Brumm

Motor Fabian memasuki lahan parkir sekolah. Motor ninjanya di parkir dekat tempat parkir mobil. Seorang cewek cantik yang sering disamakan oleh siswa-siswi Mediterania-- nama sekolahku, dengan Amanda Syarif versi Indonesia turun dari motor Fabian.

Pandangan cewek itu tertuju padaku. Sebelah alisnya terangkat menantang. Berbeda dengan Fabian yang tak menoleh sedikitpun. Bahkan aku ragu ia mengetahui aku berada disini. Kurasakan jari-jari Ali menyelip diantara sela jariku.

Ali menarikku dengan lembut meninggalkan tempat itu. Kemudian sahabatku yang sering kujadikan moodboster itu mulai mengajakku mengobrol. Mungkin ingin mengalihkan perhatianku. Sekali lagi aku menyadari satu hal. Aku kehilangannya, sebelum dia mencintaiku.











AlgenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang