"Siapa?"

"Gadhra."

****

Pintu rumah Reon sudah terbuka saat Gadhra mengetuknya selama kurang lebih dua sampai tiga menit. Selama dia menunggu, Gadhra berusaha mempersiapkan dirinya dengan apapun yang akan terjadi setelah ini.

"Ngapain lo malem-malem ke sini?" tanya Reon yang sebenarnya masih kaget dengan kedatangan Gadhra yang tiba-tiba. "Tau darimana lagi lo rumah gue?"

"Itu ga penting," jawab Gadhra cepat. "Gue ke sini mau ngomong sama lo."

Kedua bola mata Reon menatap Gadhra dengan tatapan yang tidak bisa didefinisikan oleh Gadhra sendiri. Dengan cepat Reon keluar dari dalam rumahnya, dan mengajak Gadhra untuk duduk di teras rumahnya.

"Mau ngomong apa?" tanya Reon.

Gadhra diam. Tatapannya lurus ke depan, namun saat itu juga Reon dapat melihat tatapan Gadhra yang kosong.

"Gue nyatain perasaan gue ke Via."

Perkataan Gadhra benar-benar membuat Reon sontak tertawa. Tujuannya ke sini cuma untuk itu?

"Lo dateng ke sini untuk pamer?"

"Dia nolak gue."

Tiga kata yang baru saja diucapkan oleh Gadhra membuat Reon sontak berhenti tertawa. Sedikit berusaha mencerna apa yang baru saja di dengarnya.

"Yah," kata Reon pelan. "Gue turut sedih."

Gadhra tertawa kecil saat mengetahui kalimat yang diucapkan oleh Reon lebih bermaksud untuk meledek, dan sekedar basa-basi.

"Lo mau ngomong apa lagi?"

Pertanyaan Reon barusan membuat Gadhra diam, dan mempersiapkan dirinya untuk melanjutkan kalimatnya. Sayangnya lidah dengan otaknya tidak dapat diajak bekerjasama saat ini. Setiap kali dia mencoba untuk berbicara, lidahnya serasa kelu dan kaku.

Satu menit, dua menit, tiga menit Reon menunggu tidak ada suara apapun yang keluar dari mulut Gadhra. Laki-laki itu langsung berdiri, dan mengeluarkan suaranya.

"Kalo emang ga ada yang mau diomongin lagi," kata Reon. "Gue masuk."

"Gue pernah nuduh Via jadi penyebab kematian adek gue."

Kalimat yang baru saja diucapkan oleh Gadhra membuat Reon yang sudah mulai beranjak dengan cepat menghentikan langkahnya.

Reon berusaha mencerna kalimat yang baru saja masuk ke telinganya. Berharap dia tidak salah dengar.

"Maksud lo?" Masih dengan posisi berdiri, Reon membalikkan badannya menghadap ke arah Gadhra yang masih duduk.

"Dulu waktu masih SMA, adek gue jatoh dari tangga. Saat itu gue lagi nitipin adek gue ke Via sebentar." kata Gadhra

"Empat hari setelah itu, adek gue ga bisa bertahan. Di situ gue nuduh Via penyebab semuanya, nganggep dia segitu cerobohnya sampe adek gue bisa jatoh dari tangga."

Sekali lagi, Reon berusaha mencerna tiap kata yang masuk ke dalam telinganya. Perlahan pertanyaan-pertanyaan di dalam dirinya selama ini mulai terjawab.

"Saat itu gue nyakitin dia banget. Gue ngusir dia, gue suruh dia pergi dari gue, cuma karena gue masih belom bisa terima sama keadaan. Tanpa gue tau kalo setelah itu dia beneran pergi, dan menghilang dari gue."

Gadhra menghela nafasnya pelan. Sebenarnya dia merasa seperti orang bodoh harus menceritakan ini kepada Reon. Tapi tujuan dia melakukan ini, cuma untuk Via.

"Sampai akhirnya dia ketemu laki-laki lain yang buat gue sadar," katanya lagi. "Mau gimanapun usaha gue, hatinya dia ga akan pernah untuk gue lagi."

Beberapa detik setelah Gadhra mengucapkan kalimatnya, laki-laki itu berdiri, dan hendak beranjak pergi dari rumah Reon. Sebelum itu, kedua bola matanya melihat Reon yang masih berdiri sedari tadi, dan tidak mengeluarkan suaranya sama sekali.

"Gue harap lo ga bego kaya gue."

****

Sepanjang perjalanan pulang, Gadhra sedikit kesusahan untuk fokus dengan jalanan. Sesekali terdengar suara klakson mobil dari arah luar, menegur dirinya yang memang sedang kacau untuk menyetir.

Setelah dirinya mengungkapkan kembali perasaannya kepada Via tadi, perempuan itu tersenyum. Senyum yang selalu mampu membuat Gadhra semakin jatuh hati kepadanya.

Kalimat yang diucapkan oleh Via setelah itu, membuat Gadhra tersenyum kecil. Via masih menunggu Reon.

Sebenarnya perempuan itu sempat menyerah, dan mencoba untuk menaruh hatinya kembali kepada Gadhra. Tapi dia tidak bisa. Apalagi setelah dirinya bertemu dengan Reon kemarin. Reon yang mulai mengajaknya untuk ngobrol lagi, Reon yang mulai tersenyum kepadanya lagi, membuat Via merasa mungkin masih ada harapan untuknya, entah gimanapun caranya.

Mendengar pengakuan Via, Gadhra mengangguk paham. Saat itu juga dia sadar, kalau ternyata kebahagiaan Via jauh lebih penting dibandingkan dirinya sendiri. Jawaban dari Via membuat Gadhra lega, meskipun tidak dapat dipungkiri laki-laki itu merasakan sakit yang luar biasa. Namun sekali lagi, kebahagiaan Via jauh lebih penting dibandingkan dirinya sendiri.

Setelah itu, Gadhra meminta izin untuk memeluk Via, setidaknya untuk terakhir kalinya. Via yang mengerti dengan perasaan Gadhra saat ini, bergerak untuk memeluk Gadhra pelan, dan erat. Dengan cepat Gadhra membalas pelukan perempuan itu, mendekapnya penuh kasih sayang, dan cukup lama. Berusaha untuk menikmati saat-saat seperti ini, yang mungkin tidak akan pernah didapatnya lagi.

Setelah mengantar Via pulang, Gadhra langsung menelepon Viko, salah satu teman tongkrongannya yang juga teman Reon. Dengan cepat Gadhra menanyakan alamat Reon, dan segera datang menghampiri rumah laki-laki itu.

Entah apa yang ada di pikiran Gadhra saat itu, dia hanya ingin Reon tidak sebodoh dirinya. Gadhra memang sengaja tidak memberitahu alasan utama Via menolaknya karena perempuan itu menaruh hatinya pada Reon, agar Reon lebih berusaha untuk mendapatkan hati Via kembali.

Tangan kanan Gadhra bergerak memijat-mijat kepalanya yang terasa sangat berat, berusaha untuk mengurangi sakit di kepalanya.

Gadhra berdoa di dalam hatinya, dengan siapapun Via nanti, semoga perempuan itu bahagia.

"It's okay, Dhra. It's okay," gumamnya pelan. "Bukan rezeki lo."

----⛔----

T R A P P E DWhere stories live. Discover now