"Benar kata Ibumu, jelaskan lagi apa yang tadi kau jelaskan Rei," timpal sang Ayah.

"Aku tadi sedang mencari Haryisho yang tiba-tiba hilang saat aku sedang mampir ke toko sepatu. Lalu saat aku melewati sebuah gang, aku menemukan seseorang yang tengah terluka parah di sana Dad. Ayo, kita harus cepat menolongnya!" jelas remaja tersebut kini dengan nafas dan nada bicara yang lebih teratur.

"Apa? Bagaimana bisa?" Ibunya terkaget mendengar perkataan sang anak. "Baiklah, ayo cepat kita ke sana," lanjutnya.

Mereka pun bersama-sama berjalan dengan cepat menuju gang yang telah dijelaskan oleh anaknya.

Berharaplah agar orang yang terluka itu dapat diselamatkan oleh keluarga yang berbaik hati ingin membantu.

Kejadian tersebut terjadi saat Endru dan Reinan sama-sama menginjak usia 14 tahun. Kejadian itu pula lah yang membuat Endru dan Reinan menjalin ikatan persahabatan diantara mereka maupun diantara kedua keluarga Frederick dan Pearce. Dan orang yang babak belur tak sadarkan di gang itu adalah Endru Pearce. Endru dikeroyok oleh remaja berandalan yang tak bertanggungjawab sedikitpun, orang yang mengeroyoknya merupakan preman-preman ulung di daerah sana. Mereka haus akan harta untuk dimanfaatkan sebagai objek  berfoya-foya. Endru yang kebetulan lewat sana menjadi sasaran  empuk para preman.

Sungguh strategis memang tempat yang dijadikan pengeroyokan itu. Entah karena keberuntungannya atau sebuah kebetulan semata, Endru ditolong oleh Reinan yang juga tengah lewat gang tersebut untuk mencari Haryisho, anjingnya.

Benarkah kejadian tersebut hanya sebuah kebetulan semata? Lalu bagaimana dengan kejadian-kejadian selanjutnya diantara hidup keduanya, apakah mungkin sebuah kebetulan juga? Ataukah sebuah kesalahan?

Endru akan selalu mengingat kejadian dimana sosok Reinan Frederick menolongnya kala itu.

Pertemuan yang terjadi diantara mereka akan berimbas pada pertemuan-pertemuan berikutnya dimasa yang akan datang.

***

"Oh lihatlah! Mereka semua benar-benar tampan."

"Aku ingin menjadi pacar mereka."

"Senyumannya membuatku meleleh."

"Beruntung sekali sosok perempuan yang bisa menjadi pacar mereka."

"Aku ingin menciumnya."

"Ohhh, matanya benar-benar indah."

Semua itu adalah decak kekaguman yang dilontarkan oleh  gadis-gadis di Melisve Education Centre yang tengah melihat pertandingan futsal di lapangan sekolah. Mereka semua mengagumi ciptaan Tuhan yang dapat memikat hati perempuan manapun. Sebenarnya, ini tidak bisa disebut dengan pertandingan futsal, karena memang yang bermain di lapangan hanya empat orang. Keempatnya sedang menebar pesona pada para perempuan di sini.

Mereka yang dibicarakan di sini adalah Endru Pearce, Reinan Frederick, Jason Maxfiel, dan Eldie  Greenson, empat cowok yang menjadi cassanova di sekolah ini. Ketampanan mereka selalu dapat memukau kaum hawa yang melihatnya. Merekalah empat cowok yang selalu menjadi pusat perhatian di Melisve Education Centre.

Endru Pearce, cowok bermata hitam legam yang mampu membuat orang yang ditatapnya meleleh. Ketampanannya mengundang para wanita di Melisve terkagum-kagum. Sifatnya yang memiliki pembawaan tenang serta cenderung pendiam dibandingkan ke-3 rekan lainnya membuat ia terlihat keren ditambah dengan otak cemerlang yang dimilikinya membuat ia tampil sempurna. Ketenangan dalam jiwanya bagaikan air yang mengalir di sungai.

Reinan Frederick, dia merupakan siswa dengan sifat yang ramah  pada siapapun. Sering menebar senyuman manis pada setiap wanita yang ditemuinya. Reinan merupakan sosok yang dituakan dalam kelompoknya, karena sifatnya yang bijak dalam mengambil sebuah keputusan. Walau kejahilannya tak tertandingi.

Jason Maxfiel, cowok playboy yang selalu memanfaatkan ketampanannya untuk memikat hati para wanita. Mudah sekali baginya untuk  dapat berganti pasangan seminggu sekali layaknya memakai sebuah barang. Meski begitu, sifat ceria yang ia miliki dapat memperbaiki suasana hati dikala sedih melanda teman-temannya.

Eldie Greenson, cowok berwajah Asia yang meiliki mata sipit dan bentuk wajah oval ini memiliki tingkah paling konyol diantara ketiga rekannya. Wajahnya terlihat mulus tanpa noda apapun, banyak yang mengatakan ketampanannya  nyaris menuju kesan cantik. Kesan cantik yang ia miliki menambah penampilannya terlihat imut untuk dipandang.

Pada kerumunan siswi-siswi di lapangan, terdapat seorang Lyra Lautson yang tengah melihat ke arah lapangan futsal dari salah satu kursi penonton dengan ditemani temannya, Genia. Karena sekali lagi memang hanya Genialah satu-satu teman baginya.

Waktu istirahat memang tengah berlangsung di Melisve, para murid banyak yang memanfaatkan waktu tersebut untuk mengisi perut mereka yang lapar atau sekedar bermain-main saja. Begitulah yang dilakukan keempat cassanova sekolah ini, niat hanya iseng berkunjung ke lapangan futsal dan bermain-main. Namun, yang terjadi malah menjadi tontonan banyak  murid perempuan.

Keempat dari mereka tidak ada yang menanggapi teriakan-teriakan yang mengelu-elukan namanya. Mereka acuh dengan semua perhatian yang diberikan para siswi di sini. Karena mereka telah terbiasa dengan itu semua.

"Genia, ayo antar aku ke perpustakaan," ajak Lyra pada gadis yang duduk di sampingnya.

"Tapi, Kak Eldie masih di sini Ly. Aku ingin melihat Kak Eldie lebih lama lagi," balas Genia dengan mata yang masih terfokus pada Eldie di lapangan.

"Oh, ayolah. Untuk apa kita di sini Genie. Percuma saja Kak Eldiemu itu tak akan pernah melihatmu," ucap Lyra malas pada temannya yang terlalu mengagumi  Eldie Greenson seperti yang lain.

Genia hanya terus fokus menatap ke lapangan dengan buku tebal yang ia pegang dan menghiraukan Lyra yang sedang berbicara padanya.

Lyra sebenarnya tidak ingin datang ke tempat ini untuk melihat tingkah konyol para remaja Sekolah ini, Genialah yang menariknya ke sini dan membuatnya terjebak pada kerumunan gadis-gadis yang saling memekik satu sama lain.

Merasa Genia mengabaikan  keberadaannya, ia pun berkata kembali dengan nada kesal.

"Baiklah kalau begitu. Aku akan pergi sendiri ke perpustakaan." Dengan cepat Lyra melangkah menuju arah yang diinginkannya tanpa mendengar jawaban dari Genia terlebih dahulu.

Bisingnya suara para murid wanita sekolah ini membuat kepalanya pusing. Di sini terlalu ramai baginya, maka dari itu ia lebih baik menghindar dan pergi ke tempat yang lebih sepi yaitu, perpustakaan. Suasana perpus memang lebih cocok bagi dirinya, damai dan menentramkan jiwa.

Sebelum Lyra sampai pada ujung pintu lapangan futsal, berhubung lokasi lapangan futsal di sekolah ini indoor. Matanya sempat melihat ke arah salah satu murid di lapangan.

Endru Pearce menatap ke arah Lyra Lautson begitupun dengan Lyra yang menatap Endru tepat pada bola matanya. Dan mata keduanya saling bersiborok, birunya lautan menatap hitamnya malam. Kombinasi yang bagus jika dilihat, biru dan hitam. Mereka saling pandang namun hanya berlangsung beberapa detik, tapi mampu merubah pandangan-pandangan di hidup mereka berikutnya.

"Endru, liat apaan sih? Udah yuk ke kantin laper nih," ujar salah satu dari 4 cassanova sekolah ini yang bernama Eldie.

Endru yang mendengar ucapan Eldie pun segera mengalihkan pandangannya dari binar kebiruan yang menatapnya jauh di sana.

"Ayo End!" ajak Eldie sekali lagi. "Reinan sama Jason udah duluan tuh," tunjuk Eldie pada Reinan dan Jason yang telah berjalan menuju kantin.

Ucapan Eldie dibalas oleh sebuah anggukan dari Endru.

Endru pun mengikuti ketiga temannya menuju kantin sekolah ini. Ia sempat melihat kembali ke arah di mana tadi Lyra berdiri, dan yang dicari olehnya sudah tidak berada ditempatnya lagi karena Lyra Lautson telah melanjutkan langkahnya menuju perpustakaan.

Di lain sisi, terdapat dua pasang mata yang memerhatikan pandangan antara mata Lyra dan Endru yang beradu. Satu pasang mata tampak senang akan kejadian tersebut, dan satu lainnya menatap dengan pandangan ganjil.

'Dari sebuah pandangan, mampu mengungkapkan perasaan hati seseorang. Karena mata menjadi simbol rasa yang dalam.'

(Pain)ting Voice (COMPLETE)Where stories live. Discover now