Memilih Cinta*6

20.5K 2.9K 88
                                    

Ali benar-benar tak punya pilihan lain. Bukan cuma hutang yang lunas membuat ia harus menerima tawaran kerjasama dari gadis didepannya. Tapi jaminan perawatan ibunyalah yang paling penting. Ali ingin ibunya mendapatkan perawatan yang terbaik.

Bagi Prilly sendiri sebenarnya bukan untuk membuat Ali merasa harus punya hutang karna ia telah menjamin perawatan ibunya dirumah sakit pilihannya. Tetapi lebih kepada merasa bertanggung jawab dan diam-diam merasa bersalah karna setidaknya dia punya andil membuat ibu Ali belum sadar dan mengalami pendarahan juga pembengkakan diotaknya sekarang. Bagaimana tidak, jika saja Prilly waktu itu konsentrasi dan tidak terburu-buru, tak ada mobil yang akan membentur kepala ibunya Ali. Dan tentu resikonya akan lebih aman dibandingkan tiba-tiba mobilnya meluncur dan orangtua tersebut membentur.

"Bagaimana, DEAL??" ulang Prilly sambil mengulurkan tangannya.

Ali menatap Prilly ragu. Tetapi kesehatan ibunya lebih penting. Ia harus mau berkorban apa saja untuk ibunya.

'Bismillah, ini untuk ibu...' bisik hati Ali sebelum mengucapkan kalimat setuju.

"DEAL!!" Ali menyambut uluran tangan Prilly dan menggenggamnya. Prilly mengangguk dan memiringkan kepalanya bersorak dalam hati.

'Yeahhh. Lookkk, Gue nemuin gandengannn Joeee,' Prilly bersorak dalam hati.'meskipun cuma pura-pura......' lanjut hatinya yang lain menyahut.

"Terima kasih Aliandra, my hero, pacar!"

Bukan guncangan tangan Prilly yang menggenggam tangannya yang membuat jantungnya seperti beduk dipukul saat buka puasa tiba, tapi kata pacar yang diucapkan Prilly yang lebih menambah getaran dijantung Ali.

"Sa...ma-sama nona Arogan!" Tergagap Ali menjawabnya diiringi hempasan tangan Prilly dan lenyapnya senyum manis yang tadi menghiasi bibir gadis itu.

"Kenapa?" Ali bertanya heran.

"Kita harus punya chemistry untuk mendapatkan akting yang maximal agar bisa mengelabui semua orang!"

"Jadi?"

"Jadi jangan panggil aku nona arogan! Masa pacar memanggil nona arogan? Aduhhh kamu iniiii!!" Prilly mendorong bahu Ali dengan keras seperti suaranya.

"Oke, oke, tapi ada syaratnya!" Kata Ali akhirnya.

"Apa?"

"Jangan sekali-sekali kamu berbicara keras dan kasar didepan umum bila bersamaku, kamu harus sabar!"

Prilly menggaruk tengkuknya. Harus lembut ya? Bisa nggak ya? Ya udah bisa aja deh, paling puasa marah kalau ada dia, pikir Prilly.

"Baiklah. Ajari aku sabar!"

"Tentu, ajari aku menemukan chemistry denganmu, pacar!"

Ali meraih tangan Prilly dan menepuk dalam genggamannya lembut dengan tatapan mata yang menusuk jantung Prilly.

'Oh my god. Kenapa jantung gue begini rasanya ya? Deg-degkan gue. Pacar. Ah.'

°°°°°°°°

Seorang pria turun dari mobil mewah yang dikemudikannya. Ia mengibas jas abu-abu yang dikenakannya lalu menutup pintu mobil dan menekan tanda kunci dalam genggamannya.

"Selamat siang, tuan!" Sapaan security didepan pintu masuk gedung berlantai 10 itu dijawabnya hanya dengan anggukan berwibawa.

Di lobby kantor pria itu disambut resepsionist yang langsung berdiri melihatnya dan menyapa.

"Selamat siang tuan, bisa saya bantu, anda mencari siapa?"

"Nona Prilly di lantai berapa?"

"Ruangan Bu Prilly dilantai 5, tuan."

MEMILIH CINTA (Tersedia Versi Cetak)Where stories live. Discover now