Memilih Cinta*4

21.2K 2.9K 123
                                    

Lega rasanya ketika apa yang dirasakan selama ini dapat terungkapkan. Prilly tahu, papinya adalah seorang pria arogan, keras,cenderung kasar dan semua itu sepertinya menurun padanya.
Prilly juga heran kenapa maminya bisa jatuh cinta pada pria seperti itu. Prilly tidak melihat papinya seorang pria yang romantis. Bagaimana bikin anak kalau begitu? Tapi buktinya sekarang Prilly hadir dalam hidup mereka. Bagaimana seorang anak lahir tanpa proses bercinta? Bukankah benih papi harus tertanam dirahim mami? Seketika Prilly ingin memukul kepalanya sendiri. Apa hubungannya romantis dengan bercinta. Bercinta yang dipenuhi hawa napsu pasti bisa meskipun secara kasar. Aih. Kenapa pikirannya kesana-sana? Otaknya sepertinya harus disterilkan dengan berendam dalam air hangat atau berdiri dibawah shower untuk mendinginkan kepalanya.

Prilly beranjak dari tempat tidur berukuran besarnya yang bisa menampung tiga tubuh mungil seperti dirinya. Duduk didepan cermin meja rias pandangan Prilly jatuh pada bros pink dari benang wol yang masih bertengger didadanya.

"Apa ini?" Prilly teringat komentar papinya saat memeluk dan menunduk pandangannya jatuh pada bros itu.

"Gara-gara Joe nggak sengaja menarik baju aku dan kancingnya terlepas pi makanya harus ditusuk dengan bros ini sebagai ganti sementara kancingnya!" Prilly melepas pelukan papinya lalu menyentuh bros itu dengan telapak tangannya.

"Pantas saja, brosnya terlihat bukan brandid, papi kira seleramu turun kepasaran!"

Prilly menatap papinya tak suka. Entahlah, seketika wajah pria bernama Aliandra itu berkelebat dengan kalimat yang menusuk hati itu.

"Papi ini!! Papi lebih suka bra lima ratus ribu aku ditonton orang lain daripada melihat aku memakai bros harga lima ribu yang menutupinya?"

"Heii, jangan melotot begitu, papikan tadi tidak tau alasan kau memakainya."

"Makanya kalau sudah tau komentarnya jangan begitu! Negatif!!"

"Tumben kau jadi positif, bukannya negatif papi menular padamu?"

'Iya, papi benar, kenapa ya?' Prilly membatin. Selama ini cara berpikirnya jauh dari kata positif. Barang murah bukan levelnya. Rasanya tak mungkin ia membeli dan memakai barang-barang dibawah standar. Selama ini dia selalu memenuhi kebutuhan fashionnya dengan barang-barang mahal sesuai dengan isi rekeningnya. Inikan kejadian yang tak terduga sebelumnya. Ia tak pernah mengalami kejadian yang memukul rasa egonya dengan orang-orang tak berkelas baginya. Orang-orang yang berkelas rendah hanya dijadikannya pelampiasan rasa kesal dan kemarahannya pada keinginan untuk mendapatkan perhatian.

"Pantas saja, anda sepertinya killer sekali, belum tersentuh cinta? belum ada yang mau? Hmmm pantas, kurang kasih sayang rupanya!!"

Baru kali ini ada orang yang menyentil rasa ketinggiannya yang sudah over.

'Baru dia orang pertama yang menyadari arogan gue yang tak elegan karna kurang kasih sayang,' Prilly menggelengkan kepalanya mengingat ucapan-ucapan yang menyentil perasaannya padahal ucapan tersebut datang dari orang yang bukan kelasnya.

Prilly membuka peniti bros dan melepaskan dari bajunya. Spontan tangannya terangkat akan melempar bros itu ketempat sampah.

"barang busuk itu cuma lima ribu harganya tapi bisa menutupi bra seharga limaratus ribu dan menutupi barang tak ternilai harganya yang disangga bra mahal itu!"

Seketika tangan Prilly menggantung diudara tatkala bayangan wajah Ali mengucapkan kalimat menusuk itu tiba-tiba berkelebat didepan matanya lagi.

Prilly menarik laci meja rias dan meletakkan bros itu bersama dengan acsesoris dan perhiasan mahal koleksinya.

"Tak ternilai harganya, sepantasnya disejajarkan disini bersama barang barang yang bernilai!"

°°°°°°

MEMILIH CINTA (Tersedia Versi Cetak)Where stories live. Discover now