22. Gaun Hitam

8.8K 752 132
                                    

Tangan dan mataku sibuk mencari-cari gaun yang kuinginkan. Aku merasa semua gaun yang ada di butik ini terlalu kecil, tidak ada yang muat dengan ukuranku. Aku terus menggerutu ketika tidak ada gaun yang cocok untukku. Aku bisa saja memakai gaun yang sudah ada tapi kali ini aku ingin tampil semenarik mungkin karena nanti malam adalah pesta pertunangan Kanya dan Austin yang terlalu mendadak mengabarinya. Sangat beruntung Kevin mengizinkanku dan dia juga akan ikut datang ke pesta pernikahan mereka denganku.

"Ini sudah dua jam," gerutu Zak. Zak hari ini menemaniku berbelanja. Tentu saja Kevin yang menyuruhnya menemaniku. Dia tidak akan menemaniku jika Kevin tidak memerintahkannya.

Aku melototi Zak penuh kekesalan. Dari tadi dia tidak berhenti menyuruhku sesuka hatinya untuk cepat. Dia terlihat seperti Pak Tua yang benci melihat wanita berbelanja.

"Paman, jangan menyuruh mommy cepat-cepat. Biarkan mommyku senang!" omel Harry sambil menodongkan sapu kecil yang entah dapat darimana. Ia mendongak pada Zak.

"Kali ini anaknya yang menyeramkan dibandingkan daddynya," gerutu Zak.

Aku menyeringai senang saat Harry membelaku. Oh dia selalu membelaku di mana saja. Harry mendorong Zak, menyuruhnya tenang dan duduk tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Aku pun melanjutkan mencari gaun yang cocok, sedikit menjauh dari pandangan Zak yang sedang sibuk diajak main oleh Harry.

"Ini cocok untukmu," tiba-tiba saja ada seseorang yang menyodorkan gaun hitam berlengan tali spageti yang panjangnya sampai ke mata kaki. Aku dengan refleks menoleh kepada seseorang itu.

"A-adam?" kataku terkejut.

Adam tersenyum lembut, tangannya masih menyodorkan gaun itu. "Aku bukan hantu. Jangan menatapku seperti itu," ujarnya, menggelengkan kepala.

Secepat kilat ekspresiku berubah menjadi biasa. Kenapa aku merasa ini seperti bukan kebetulan? Lagi pula, untuk apa Adam ke butik khusus perempuan? Benakku terus saja bertanya-tanya. Perlahan aku mengambil gaun yang Adam sodorkan padaku. Gaunnya memang terlihat indah dan khusus untuk wanita hamil. Dia selalu tahu apa yang aku suka bahkan sampai detik ini meskipun hubungan kami sudah tidak seperti dulu lagi.

"Kau kemari bersama anak dan suamimu?" tanya Adam, memecahkan kediamanku yang sedang terheran-heran.

Aku menggeleng lalu berkata, "Kevin di kantor. Dia menyuruh Zak untuk menemaniku."

Suasana kembali hening. Aku merasa sangat canggung bertemu dengan Adam kali ini, entah kenapa. Auranya yang kurasakan begitu asing, tidak sama seperti dulu, sangat berbeda.

"Omong-omong kenapa kau bisa kemari? Apa kau sedang menemani kekasihmu berbelanja pakaian?" lanjutku dengan seringaian canggung. Aku merutuki diriku sendiri karena merasa bodoh telah berucap seperti itu.

Adam menggeleng, terdengar suara kekehannya. "Aku sedang menguntitmu, berencana untuk menculikmu dan mendapatkanmu kembali," jawabnya dengan mimik serius. Mulutku setengah terbuka dengan ekspresi tidak percaya. Lalu beberapa detik kemudian aku mendengar suara tawa Adam yang lembut. Adam melambai-lambaikan tangannya di udara. "Kaupercaya?"

"Hampir," kataku, menghela lega.

Adam menggeleng-gelengkan kepalanya seraya memasukkan tangannya ke saku celana. "Aku kemari membeli hadiah untuk kado pertunangan temanku nanti malam, bukan untuk menculikmu. Lagi pula, aku tidak akan bisa melakukan hal buruk sekecil apa pun padamu."

Apa dia masih memiliki perasaan itu? Tanyaku dalam hati. Aku pun tersenyum sedikit memaksa, lubuk hatiku merasa tidak nyaman jika suasananya seperti ini.

"Adam, aku sudah selesai," tiba-tiba suara itu datang dari arah kanan.

Aku dan Adam bersamaan menoleh pada sumber suara itu. Mataku menangkap sosok wanita mungil yang cantik berpakaian mini dress dengan high heels 7 cm. Wanita itu melangkah menuju Adam. Ketika wanita itu menatapku, wajahnya menampakkan sedikit keterkejutan. Siapa wanita itu?

STORM #TDOM2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang