08 ~ I Can't believe you

7K 291 7
                                    

Author pov

Tiffany masih bingung, siapa yang harus ia percaya?
Ia tahu jika kepercayaan itu sangat penting dalam sebuah hubungan.
Tapi Andrew sudah menodai kepercayaan itu.

"Mungkin gue harus mendengarkan penjelasannya." Tiffany sudah mulai berpikir jernih.
Tepat setelah Tiffany berkata begitu mamanya memangil dari bawah.
"Fany ada Andrew," seru mamanya dari bawah.
"Iya ma, sebentar."

Tiffany buru-buru turun dari tangga untuk menemui Andrew.
"Hai," sapanya renyah.
"Hai," balas Tiffany.
Beberapa detik mereka tenggelam dalam keheningan.

"Lo mau minum apa?" tanya Tiffany basa basi.
"Gak usah repot-repot," tolak Andrew halus.
"Hmm... jadi?"
Andrew menjelaskan duduk perkaranya kepada Tiffany.
Sedangkan Tiffany mendengarkannya dengan seksama.

Berapa kalipun Tiffany mendengarnya ia tetap tidak bisa mempercayainya.
"Drew maaf sebelumnya, bukannya gue gak percaya tapi lo gak punya bukti."
Tiffany dengan tegas menyatakan hal itu, sebab ia tidak bisa mempercayai Andrew begitu saja.

Memang benar Tiffany menyayangi Andrew tapi bukan berarti ia menjadi buta.
Lidah Andrew kelu untuk menjawabnya.
Karena Andrew memang belum mempunyai bukti yang valid.
"Gue memang belum mempunyainya sekarang tapi nanti, pasti masih ada bukti yang tersisa."

Sebegitu percaya dirinya Andrew mengatakan hal itu.
Apa itu cuma omong kosong saja? batin Tiffany.
"Buktikan! Gue gak butuh omong kosong lo," ujar Tiffany setengah membentak.

Hal itu membuat semangat dalam diri Andrew berkobar.
Andrew akan terus menyelidiki masalah ini hingga ke akar-akarnya sekalipun.
Andrew segera berdiri,"Fan gue pulang dulu deh nanti kapan-kapan gue mampir."

Sebelum Tiffany sempat menjawab, Andrew sudah melesat pergi.
Setelah Andrew pergi Tiffany diam-diam tersenyum.
"DOR!"
"Duh, apaansih ma hampir aja Fany jantungan." Tiffany mengelus dadanya.

Mamanya hanya terkekeh,"makanya jangan melamun terus."
"Siapa juga yang melamun."
"Udah deh, tadi mama lihat loh kamu senyum."

"Cuma kebetulan," jawab Tiffany santai.
"Iya deh iya." Mamanya mengalah.

***

Andrew pov

Gara-gara perkataan Tiffany kemarin, gue mati-matian cari informasi sana-sini.
Tapi gue belum mendapatkan satupun petunjuk.
Jujur perkataan Tiffany kemarin sedikit melukai hati gue tapi sekaligus juga menghidupkan semangat.

Tiba-tiba terbersit di pikiran gue untuk membawa Tiffany kepada Anissa.
"Iya, Nisa pasti mau menjelaskan semuanya pada Fany."
Gue langsung menuju ke rumah Fany, dengan kecepatan penuh mobil gue menyalip diantara ramainya jalanan.

Dalam waktu beberapa menit saja gue sudah sampai di depan rumahnya.
Gue turun dari mobil dan membunyikan bel.
"Andrew?"
Kebetulan sekali ternyata Fany yang membuka pintu, batin gue girang.

"Fan lo harus ikut gue sekarang."
"Kemana?"
"Lo mau bukti kan? Sekarang gue bakal bawa lo ke bukti itu."
Tanpa menunggu jawaban Fany, gue langsung menarik tangannya dan menyeretnya masuk ke dalam mobil.

Segera gue menjalankan mobil agar Fany tidak mengelak.
"Drew, lo gila ya ini pemaksaan namanya." Wajah Fany terlihat semakin kesal.
"Udah lo tenang aja sebentar lagi keebenaran bakal terungkap."

Rumah Anissa, 13.00 WIB

Ting tong
Andrew membunyikan bel rumah Anissa.
"Kita ngapain sih kesini?" tanya Fany dengan nada tidak suka.
"Buktinya ada di rumah ini," jawab gue tenang.

My Lovely Husband [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang