II

51 9 0
                                    


Sudah 4 bulan mereka saling mengenal, sudah tidak sebangku lagi karna peraturan bu Arlin yang mengharuskan laki laki dengan laki laki, perempuan dengan perempuan. Sudah banyak juga teman Celia yang cinta lokasi seperti Andin dengan Gilang, ada juga dengan kakak kelas seperti Putri dengan kak Naufal, setelah putus dari Rafy. Sekarang teman sebangkunya Gladis, asal Depok yang sedikit gila namun dia menunjukan warna diri sebenarnya. Celia juga sudah melewati berhari-hari sekelas dengan Devon, sudah berkali-kali ia curi pandang Devon, cowok yang pertama kali ia kenal disekolah ini. Entah kenapa ia bisa menyukai sosok Devon yang rajin, sedikit pendiam, namun ketawa dan wanginya dapat menenangkan hati Celia.

"Acel, lo mikirin apasih? Devon? Apa kak Egar? Tanya Gladis, dengan tepat ia bisa mengerti ekspresi Celia jika sedang memikirkan seseorang, lebih tepatnya Devon.

"Shuttt, gausah keras-keras juga kali ngomongnya, ini kita diperpus bukan diaula, gila lo sampe kedengeran sama dia awas aja gue tebas pala lo" tangannya menutup mulut Gladis, entah kesal atau malu takut didengar Devon, ia segera menutup mukanya dengan buku Ekonomi yang sebesar cermin kelas.

"Iya iya, mana mungkin sih kedengeran, orang dia lagi ngobrol sama Leo, bego sih lu, engga liat keadaan, tk nyoggok ya." Canda Gladis dengan suara yang dibesar-besarkan

"Bhaangke luu gausah dikencengin, entar nyadar bego dia, ah lu mah gatemen gue fix" cetus Celia yang sekarang benar-benar marah. Ia segera merapihkan alat tulisnya dan berganti tempat ke dalam ruang proyektor, lebih tepat ruang lesehan.

"Cel jangan marah ah gue bercanda doang, lu mah dia gabakal denger juga kali.." Pinta Gladis sambil merapihkan alat tulisnya dan menyusul Celia sekarang.

RĂBDARE  [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang