Suasana canggung sangat terasa disana. Lisa kembali memandangi lingkungan luar yang tembus dari kaca jendelanya. Sedangkan Donghyuk sibuk mencari tempat untuk parcelnya.

Lisa yang tahu Donghyuk sedang kebingungan langsung bersuara. "Taruh disini dulu"

Lisa menunjuk ujung ranjangnya.

Dia menekuk lututnya, memberi tempat untuk parcel itu.

"Kamu pulang saja, aku tidak mau kamu menyita waktu belajarmu hanya untuk menemaniku" ujarnya sambil menenggelamkan kepalanya ke lutut.

"Aku bosan, temani aku belajar"

"Yak, kamu tahu sendirikan aku paling susah jika disuruh belajar"

Donghyuk tetap mengeluarkan buku-bukunya.

"Kudengar besok kamu sudah boleh pulang dan lusa kamu juga sudah diperbolehkan berangkat sekolah lagi"

Lisa berdehem malas.

"Lusa itu kita ada ulangan dan beberapa hari ini kamu terlihat tidak konsen ditambah 2 hari absen. Jadi aku ingin menbantumu belajar"

"Aku sedang malas" Lisa menopang dagunya ke ambang jendela.

Trik. Donghyuk sudah merencanakan berbagai trik untuk membantu Lisa.

Pertama.

Donghyuk mengeluarkan sneakers di dalam tasnya.

"Kamu mau?"

Berikan umpan untuk targetmu.

Mata Lisa langsung berbinar-binar. Walaupun hanya sebungkus snack coklat sudah terasa seperti satu batang emas baginya. Tiga hari mendekam di ruang beraroma obat-obatan, dan infus yang terpasang di lengannya membuatnya lupa akan camilan kesukaannya. Rose juga tak pernah membelikannya camilan, gadis itu terlalu posesif dengan makanan yang harus dicerna perut Lisa.

"Woah, mwakasih ketua Dong. Ini bwenar-bwenar enhak" ujar Lisa sambil mengunyah coklat itu.

Kedua

Setelah target terjerat kedalam umpan
Berikan umpan yang lebih banyak

Donghyuk melihatnya dengan senang. Dia mengeluarkan jajanan yang sama namun kali ini sekotak penuh.

Lisa berteriak kegirangan, dia bahkan melonjak-lonjak diranjangnya. Dipeluknya sekotak penuh sneaker itu layaknya boneka. Bahkan dia juga mendaratkan ciumannya.

Donghyuk menengguk salivanya dengan berat.

Andai kotak itu aku

Donghyuk kembali menjernihkan pikirannya. Dibuangnya jauh-jauh pikiran kotor itu.

"Ja, karna kamu sudah mendapatkan hakmu sekarang kamu harus menerima kewajibanmu"

"Ah, jebal" pinta Lisa dengan lesu.

"Kalau begitu kembalikan"

Ketiga

Ambil umpan itu kembali jika target tidak menurut

Donghyuk menjulurkan tangannya. Lisa menatap sekotak sneaker itu, dipeluknya dengan erat. Dia tidak mau berpisah dengan kesukaannya yang baru saja bertemu.

"Baiklah aku akan belajar"

Donghyuk menyunggingkan senyum kemenangan.

"Aku akan menjelaskan ini, lalu kamu pelajari sendiri lagi. Setelah itu cobalah kerjakan semua ini"

Lisa menatap miris dua buku tebal di depannya, dia buka buku berisi contoh soal-soal ulangan. Meski satu contoh soal berisi 60 tetap saja otaknya pasti akan terkuras.

Keempat

Beri hadiah jika target sudah menurut

"Tenang saja, saat kamu sudah berhasil menjawab soal-soal itu dan kamu menjawab 80% soal dengan benar aku akan mentraktirmu eskrim"

Mata Lisa kembali berbinar namun dia kembali cemberut.

"Huh, hanya eskrim"

Jika dalam keadaan darurat, beri hadiah lebih untuk menyenangkan target

"Baiklah, aku tambah dengan sekotak donat dunkin"

"Setuju"

-

Matahari mulai tenggelam, Lisa sudah menyelesaikan soal-soalnya. Dia menatap Donghyuk yang tertidur disampingnya dengan posisi duduk dan ranjang sebagai bantalannya.

Lisa ingin membangunkannya, namun melihat wajah damai Donghyuk yang tertidur pulas membuatnya tidak tega membangunkannya. Apalagi Donghyuk pasti kecapean karena berjam-jam mengajarinya.

Getar ponsel Donghyuk di nakas mengusik alam mimpi Donghyuk. Buru-buru Lisa mengambil ponsel itu dan memencet tombol hijau di layar tanpa mengecek siapa yang menelepon agar tidak membangunkannya.

"Donghyuk-a, aku tidak bisa menghubungi Jennie noona. Apa kamu tau keberadaannya sekarang?"


-oOo-


Rose meletakkan tasnya di bangku cadangan, tanpa diperintah dia langsung menuju kantin dan membawakan sekardus isotonik. Dia meletakkan kardus itu di pinggir lapangan lalu berjalan menuju loker untuk mengambilkan setumpuk handuk.

Tepat dia sampai di lapangan lagi, para tim basket sudah selesai latihan. Mereka langsung menyambar botol isotonik dan membuangnya ke sembarang.

"YAK! HABIS MINUM LETAKKAN DI KARDUS LAGI"

Ocehan itu sering kali terdengar saat awal menjadi asisten, seiring berjalannya waktu para tim menuruti ocehannya karena berisik. Dan sekarang, perilaku para tim basket kembali lagi.

"Itu hukumanmu karena terlambat kemari" ujar ace tim itu dengan entengnya.

"Ooh, jadi aku mendapat hukuman atas kerja kerasku?"

Tampak wajah Rose sudah memerah, alisnya bertaut, giginya juga saling bergemeletuk.

Sraaak

Tumpukan handuk yang ia bawa dengan susah payah langsung melayang ke wajah si ace, June.

June menutup matanya, harga dirinya sudah diinjak-injak sekarang.

Dia menatap Rose dengan tajam lalu berjalan mendekati bangku cadangan dan menyambar tas milik gadis bersurai blonde itu. Entah mau diapakan barang tidak bersalah itu.

Rose mengejar tasnya, dia merebut kembali miliknya.

Aksi saling tarik-menarik tas tak terelakan, sampai akhirnya tas tersebut robek dan isinya berceceran di lantai.

Amarah Rose sudah memuncak. Dicengkeram kuat rompi June, dia ingin sekali membanting pemuda di depannya hingga tulang di punggungnya remuk. Tapi sebelum itu terjadi dia ingin menghajar wajah sok tampannya.

Set...

Belum sampai mendarat di pipi June, kepalan tangan Rose terhenti. Sesosok pria yang berdiri di tribun di depannya mengalihkan aksinya. Pria yang berseringai di balik topi itu langsung berseruak keluar saat mengetahui Rose sudah menangkap keberadaanya.

Cengkeraman Rose di kerah June melemah, bibirnya bergetar. June menghela nafasnya lega, lalu menatap aneh gadis garang didepannya.

"Kamu tidak jadi memukulku?"

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Rose, namun tidak berselang lama June mendengar lirihan Rose yang memanggil "Papa".




••••

SCARY BLACK PINKWhere stories live. Discover now